Dianggap Lebih Sehat dari Tembakau, Nyatanya Rokok Vape Lebih Bahaya

Rabu, 01/06/2022 21:35 WIB
Vape (hemplucid.com)

Vape (hemplucid.com)

Jakarta, law-justice.co - Pemahaman rokok elektrik atau vape yang lebih sehat dari rokok tembakau ternyata keliru. Sebab, kedua rokok itu sama berbahaya bagi tubuh manusia.


Hal tersebut disampaikan oleh Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono. Menurutnya tidak ada bedanya risiko merokok elektrik dan konvensional.

"Dua-duanya sama bahayanya baik itu sekarang dari segi sosial ekonomi maupun untuk masa depan masalah penyakit yang mungkin timbul dari aktivitas merokok elektrik," kata Dante dikutip dari laman Sehat Negeriku, Rabu (1/6/2022).

Sebagai informasi, rokok elektronik memiliki kandungan seperti nikotin, zat kimia, dan perasa yang bersifat racun. Jika seseorang mengonsumsinya dalam jangka waktu yang lama maka akan menyebabkan masalah kesehatan seperti kardiovaskular, kanker, paru-paru, hingga tuberkulosis.

Jumlah perokok elektrik juga mengalami kenaikan dalam 10 tahun terakhir. Begitu juga dengan usia pengguna rokok tersebut.

Mengutip survei Global Adult Tobaco Survey (GATS) tahun 2021, prevalensi perokok elektrik naik 0,3% pada 2011 menjadi 3% tahun 2021. Sementara itu proporsi pengguna di usia remaja 13-15 tahun meningkat 19,2%.

Dengan temuan tersebut, Dante mengharapkan menjadi landasan untuk stakeholder serta masyarakat khususnya orang tua untuk menghentikan aktivitas merokok terutama pada remaja. Jika tidak dihentikan, maka kebiasaan merokok pada anak muda terus meningkat dan juga menimbulkan masalah kesehatan nantinya.

"Temuan survei GATS ini diharapkan bisa menjadi sarana edukasi berbasis keluarga supaya orang mau berhenti merokok dan mau membelanjakan uangnya untuk makanan bergizi dan kegiatan bermanfaat dibandingkan membeli rokok," jelasnya.

Pandangan spesialis paru

Rokok elektrik atau vape saat ini menjadi salah satu opsi beberapa orang untuk berhenti merokok. Padahal, baik itu vape maupun rokok tembakau sama-sama menghadirkan ancaman kesehatan yang serius.

Hal itu lantaran lantaran keduanya memiliki kandungan nikotin yang membuat adiksi atau kecanduan pada penggunanya.

"Survei dari RSUP Persahabatan, 76% pengguna rokok elektronik juga mengalami adiksi. Itu wajar karena masih ada nikotinnya," kata spesialis paru, dr. Feni Fitriani Taufik seperti dikutip dari Detikcom, Rabu (1/6/2022).

Lebih lanjut, ia menyebut survei tersebut juga menganalisis kadar kontinen di dalam urine. Hasilnya terungkap jumlah metabolisme nikotin di tubuh pengguna vape jumlahnya mencapai lebih dari 200.

Adapun, kadar tersebut serupa dengan seseorang yang sedang mengkonsumsi rokok konvensional sebanyak 5 batang.

"Artinya, tetap kadar nikotin itu tinggi di dalam tubuh. Nikotin itu hanya salah satu yang bisa terdeteksi," ujarnya.

Menurut dia , ikotin di dalam vape membuat seseorang tidak dapat berhenti mengkonsumsi rokok, sehingga membuat tingkat konsumsi terus meningkat. Artinya, dengan kondisi tersebut jumlah bahan-bahan berbahaya yang seharusnya tidak masuk ke dalam tubuh juga turut makin meningkat.

"Tentu semakin besar risiko berbahayanya, akan semakin lama terpajan risiko terhadap penyakit juga akan semakin besar," kata dia.

 

(Devi Puspitasari\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar