Apakah Anak Diluar Pernikahan Tetap Berhak Dapat Warisan?

Sabtu, 28/05/2022 18:00 WIB
Ilustrasi Bayi (Pixabay)

Ilustrasi Bayi (Pixabay)

Jakarta, law-justice.co - Belakangan heboh ternyata Rezky Aditya merupakan ayah biologis dari anak Weeny Ariani dari hasil keputusan Pengadilan Tinggi Banten.

Meski tak memiliki anak di luar pernikahan, tapi suami Citra Kirana itu tetap menjadi ayah bagi anak perempuan berinisial K itu. Lantas bagaimana status hukum anak di luar pernikahan seperti yang dialami anak Wenny Ariani?

Dalam peraturan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer) dan UU No.1 tahun 1974 tentang Perkawinan sedikitnya terdapat dua kedudukan seorang anak, yaitu anak sah, dan anak di luar perkawinan.

Anak sah sendiri merupakan anak yang dilahirkan oleh orang tua yang telah menjalani perkawinan yang sah secara agama dan hukum. Di mana perkawinan akan dinyatakan sah jika perkawinan tersebut dilaksanakan menurut hukum masing-masing agama, dan kepercayaannya.

Adapun anak di luar perkawinan, setidaknya terdapat dua pengertian tentang hal tersebut, pertama, anak yang dibenihkan dan dilahirkan di luar perkawinan yang sah. Kedua, anak yang dibenihkan di luar perkawinan, tetapi dilahirkan setelah orang tuanya melakukan perkawinan.


Disebutkan dalam Pasal 50 UU No.23 Tahun 2006, tentang Administrasi Kependudukan, dan telah mengalami pembaruan menjadi UU No. 24 Tahun 2013, menyebutkan bahwa pada intinya menyebut pengesahan anak wajib dilaporkan kepada instansi pelaksana paling lambat 30 hari sejak orang tua itu melakukan perkawinan dan mendapatkan akta perkawinan.

Hal tersebut kecualikan jika orang tua yang agamanya tidak membenarkan pengesahan anak yang lahir di luar perkawinan yang sah.

Adapun kedudukan hukum anak di luar perkawinan pasca Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 46/PUU-VIII/2010 yang merupakan uji materi terhadap UU No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan, diatur dalam Pasal 43 ayat (1) UU Perkawinan setelah putusan MK tersebut bahwa “Anak yang dilahirkan di luar perkawinan mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya serta dengan laki-laki sebagai ayahnya yang dapat dibuktikan berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi dan/atau alat bukti lain menurut hukum mempunyai hubungan darah, termasuk hubungan perdata dengan keluarga ayahnya”.

 

Lalu, bagaimanakah Hak Waris terhadap Anak di Luar Nikah?

Pewarisan pada anak di luar perkawinan telah diatur dalam Pasal 862 - Pasal 866 KUHPerdata, yaitu sebagai berikut:

  1. Jika yang meninggal meninggalkan keturunan yang sah atau seorang suami atau istri, maka anak-anak luar kawin mewarisi 1/3 bagian dari bagian yang seharusnya mereka terima jika mereka sebagai anak-anak yang sah (Pasal 863 KUH Perdata);
  2. Jika yang meninggal tidak meninggalkan keturunan maupun suami atau istri, tetapi meninggalkan keluarga sedarah, dalam garis ke atas (ibu, bapak, nenek, dst.) atau saudara laki-laki dan perempuan atau keturunannya, maka anak-anak yang diakui tersebut mewaris 1/2 dari warisan. Namun, jika hanya terdapat saudara dalam derajat yang lebih jauh, maka anak-anak yang diakui tersebut mendapat 3/4 (Pasal 863 KUH Perdata);
  3. Bagian anak luar kawin harus diberikan lebih dahulu. Kemudian sisanya baru dibagi-bagi antara para waris yang sah (Pasal 864 KUH Perdata);
  4. Jika yang meninggal tidak meninggalkan ahli waris yang sah, maka mereka memperoleh seluruh warisan (Pasal 865 KUH Perdata)
  5. Jika anak luar kawin itu meninggal dahulu, maka ia dapat digantikan anak-anaknya (yang sah) (Pasal 866 KUH Perdata).


Pada intinya, menurut pengaturan KUH Perdata, waris mewaris hanya berlaku bagi anak luar kawin yang diakui oleh ayah dan/atau ibunya. Jika anak tersebut tidak diakui oleh ayah dan/atau ibu, makan anak luar kawin tidak mempunyai hak waris.

 

(Devi Puspitasari\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar