Soal HAM, Xi Jinping: Tak Ada Negara Sempurna, Tak Perlu Sok Nasihati!

Kamis, 26/05/2022 22:35 WIB
Presiden China, Xi Jinping. (GenPi).

Presiden China, Xi Jinping. (GenPi).

Jakarta, law-justice.co - Presiden China, Xi Jinping menegaskan bahwa tidak ada negara yang sempurna dalam penanganan hak asasi manusia (HAM).

Pernyataan itu dia sampaikan sambil menyebut "tak usah sok menasihati".

Seperti melansir cnnindonesia.com, pernyataan tersebut dilontarkan Xi saat melakukan panggilan video dengan Kepala Komisi HAM PBB, Michelle Bachelet, Kamis (26/5).

Sebelumnya, Bachelet tiba di China pada Senin (23/5) untuk melakukan kunjungan enam hari. Salah satu tujuan kunjungannya adalah Xinjiang yang berada di sebelah barat China.

Barat sejak lama munuding Pemerintah China melakukan sejumlah pelanggaran HAM di Xinjiang, seperti penahanan massal, asimilasi paksa, kerja paksa, dan sterilisasi paksa terhadap etnis Uighur serta sebagian besar minoritas Muslim lainnya.

Pemerintah China sendiri berulang kali membantah tuduhan tersebut.

Pada Rabu (25/5), Xi mengatakan kepada Bachelet pembangunan hak asasi manusia China disesuaikan dengan kondisi negaranya.

"Mengenai masalah HAM, tidak ada negara yang sempurna, tidak perlu sok menasihati untuk memberitahu negara lain, apalagi mempolitisasi masalah, mempraktikkan standar ganda atau menggunakannya sebagai alasan untuk campur tangan di negara lain` urusan internal," kata Xi.

Sementara itu, Bachelet mengaku menggelar kunjungan itu karena pihaknya punya komitmen untuk bekerja dengan pemerintah China dalam isu HAM tersebut.

"Itu adalah prioritas untuk terlibat dengan Pemerintah China secara langsung, dalam masalah hak asasi manusia," menurut sebuah pernyataan kantor Komisi HAM PBB.

Dia juga mengatakan HAM perlu menjadi perhatian agar pembangunan, perdamaian, dan keamanan dapat terus terlaksana.

"Agar pembangunan, perdamaian dan keamanan dapat terus berlanjut -- secara lokal dan lintas batas -- hak asasi manusia harus menjadi perhatian," kata Bachelet.

"China memiliki aturan penting untuk dimainkan dalam lembaga multilateral dalam menghadapi banyak tantangan yang saat ini dihadapi dunia, termasuk ancaman terhadap perdamaian dan keamanan internasional, ketidakstabilan dalam sistem ekonomi global, ketidaksetaraan, perubahan iklim, dan banyak lagi," imbuhnya.

Menurut Kementerian Luar Negeri China, Bachelet diperkirakan akan mengunjungi kota Kashgar dan Urumqi di Xinjiang.

Kementerian mengatakan perjalanannya akan dilakukan secara "tertutup" yang berarti delegasinya akan diisolasi di dalam "gelembung" untuk menahan potensi penyebaran Covid-19. Selain itu, tidak ada jurnalis internasional yang diizinkan bepergian bersamanya.

"Kami tidak berharap bahwa (China) akan memberikan akses yang diperlukan untuk melakukan penilaian yang lengkap dan tidak dimanipulasi terhadap lingkungan hak asasi manusia di Xinjiang," kata juru bicara Departemen Luar Negeri AS Ned Price kepada wartawan pada Selasa (24/5).

"Kami pikir itu adalah kesalahan untuk menyetujui kunjungan dalam keadaan seperti itu," imbuhnya.

(Annisa\Editor)

Share:
Tags:




Berita Terkait

Komentar