BKN Pastikan Perwira TNI-Polri Aktif Boleh Jadi Pj Kepala Daerah

Kamis, 26/05/2022 21:55 WIB
Kepala BKN Bima Haria Wibisana bantah lawan perintah Presiden Jokowi soal nasib 51 pegawai KPK yang diberhentikan (Tribunnews)

Kepala BKN Bima Haria Wibisana bantah lawan perintah Presiden Jokowi soal nasib 51 pegawai KPK yang diberhentikan (Tribunnews)

Jakarta, law-justice.co - Hingga saat ini, dilantiknya perwira TNI-Polri sebagai penjabat (Pj) kepala daerah menuai polemik.

Menanggapi hal itu, Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN), Bima Haria Wibisana menegaskan penetapan perwira tinggi (Pati) TNI aktif sebagai penjabat (Pj) Kepala Daerah dibenarkan secara regulasi.

"UU Pilkada menyebutkan kriteria Pj. Gubernur adalah JPT Madya dan Pj. Bupati/Wali Kota adalah JPT Pratama. Jadi siapapun yang menduduki jabatan JPT Madya atau Pratama memiliki kesempatan yang sama untuk dipilih sebagai Pj. Gubernur atau Pj. Bupati/Wali Kota," jelas Bima dikutip dalam keterangan tertulis, Kamis (26/5/2022).

Dia menjelaskan UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, Pasal 20 mengatur anggota TNI dan Polri boleh menduduki jabatan ASN. Pengisian Jabatan ASN oleh Anggota TNI/Polri diatur dalam Undang-Undang tentang Tentara Nasional Indonesia dan Undang-Undang tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.

"Anggota Polri aktif juga dapat menjabat sebagai JPT Madya di instansi pemerintah sejauh bidang tugasnya berkesesuaian dengan bidang tugas di Polri dan mengikuti seleksi terbuka. Sedangkan untuk anggota TNI aktif hanya dapat menduduki jabatan JPT Madya pada instansi di mana anggota TNI tersebut diperbolehkan," terang Bima.

Anggota TNI dan Polri aktif, lanjutnya, juga berhak atas jabatan JPT Pratama di institusi yang diperbolehkan secara regulasi. Total ada 10 institusi yang diperbolehkan untuk diisi oleh Anggota TNI/Polri aktif.

Dijelaskan Bima, Putusan MK menyatakan Anggota TNI dan Polri aktif yang menjabat sebagai JPT Madya atau JPT Pratama di luar institusi TNI/Polri pada sepuluh institusi Kementerian/Lembaga, misalnya di Kemenko Polhukam, di BIN, di BNN, di BNPT, dan lain-lain, diperbolehkan menjadi Pj. gubernur dan Pj. bupati/wali kota.

"Kemudian ini disusul oleh Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 11 Tahun 2017 di mana di situ disebutkan TNI-Polri boleh menduduki jabatan sipil tertentu dan diberi jabatan struktural yang setara," papar Bima.

Bima menambahkan Menko Polhukam Mahfud MD menjelaskan dalam Putusan MK tersebut ada dua hal yang disampaikan, salah satunya soal anggota TNI/Polri yang diberi jabatan madya atau pratama di luar induk institusinya boleh menjadi penjabat kepala daerah.

"Dalam Putusan MK itu mengatakan dua hal, satu, TNI dan Polri tidak boleh bekerja di institusi sipil, terkecuali di dalam sepuluh institusi kementerian/lembaga yang selama ini sudah diatur. Lalu kata MK sepanjang anggota TNI dan Polri itu sudah diberi jabatan tinggi madya atau pratama boleh menjadi penjabat kepala daerah. Itu sudah putusan MK Nomor 15/2022," jelas Bima mengutip penjelasan Mahfud.

"Sebenarnya realitanya aturan-aturan tersebut sudah digunakan sejak tahun 2017 untuk menetapkan penjabat kepala daerah yang daerah-daerahnya melaksanakan pilkada. Aturan tersebut sudah lama dijalankan," sambung Bima.

Lebih lanjut, keputusan Mendagri Tito Karnavian menunjuk Brigjen TNI Andi Chandra As`aduddin sebagai Pj, ditegaskan Bima tidak menyalahi aturan. Ia menyebut posisi Brigjen Andi sebagai Kepala BIN Daerah (Kabinda) Sulteng adalah JPT Pratama, dan ini sudah sesuai pasal 201 UU Pilkada.

"Meskipun Pj. Kepala Daerah adalah TNI/Polri aktif, tetapi terdapat pengaturan dan pengecualian bagi pejabat dimaksud karena menjabat pada instansi pemerintah yang dapat diduduki oleh TNI/Polri dalam Jabatan Pimpinan Tinggi," ungkap Bima.

"Jadi dari kacamata manajemen ASN, tidak ada aturan yang dilanggar," tutupnya.

 

 

(Annisa\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar