Mahasiswa Tersangka Teroris yang Ditangkap Densus Sebut Polisi Thogut

Kamis, 26/05/2022 07:24 WIB
Alasan Densus 88 tangkap mahasiswa Malang di kasus terorisme (suara)

Alasan Densus 88 tangkap mahasiswa Malang di kasus terorisme (suara)

Jakarta, law-justice.co - Alasan Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri menangkap seorang mahasiswa Malang berinisial IA akhirnya terungkap. IA yang berusia 22 tahun yang kini menjadi tersangka kasus terorisme itu disebut melabeli polisi dengan sebutan thogut.

"Penyerangan ke fasilitas milik `Thogut`, yaitu Polisi. Caranya dengan fisik dan senjata api atau tajam," kata Kabagbanops Densus 88 Antiteror Polri Kombes Aswin Siregar, Rabu (26/5/2022).

Ia mengatakan bahwa rencana penyerangan itu dikomunikasikan dengan salah seorang tersangka teroris lain dari kelompok Jamaah Ansharut Daulah (JAD) yang telah tertangkap sebelumnya.

Namun Aswin belum dapat merinci lebih lanjut mengenai konteks ataupun motif tersangka berencana menyerang kantor polisi.

Ia mengatakan bahwa pemeriksaan mendalam masih dilakukan terhadap tersangka. Dalam hal ini, kata dia, tersangka terpapar pemikiran teroris berkaitan dengan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) di Indonesia.

"IA ini penyebar propaganda ISIS. Sedang kan terkait pendanaan, kita masih mendalami," jelasnya.

Sebagai informasi, kepolisian saat ini mewaspadai penyebaran paham ISIS di Indonesia dengan ditandai proses baiat terhadap pemimpin baru kelompok teroris itu.

Adapun pemimpin lama ISIS Abu Ibrahim al-Qurashi diduga meledakkan dirinya pada awal Februari lalu di tengah serangan tentara AS di barat lalu Suriah.

Ibrahim memimpin ISIS sejak 2019. Dia merupakan seorang etnis Turkmenistan dari kota Tal Afar di Irak. Ia menggantikan pemimpin ISIS Abu Bakr al-Baghdadi yang tewas dalam serangan AS pada Oktober 2019.

Kelompok ini pun menunjuk Abu Hassan al-Hashemi al-Qurashi sebagai pemimpin baru belum lama ini.

Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) menyebutkan bahwa jaringan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) turut mengumpulkan dana di Indonesia melalui permintaan donasi di media sosial (Medsos).

"Jaringan ISIS seperti JAD pendanaan itu selain melalui infaq konvensional juga memanfaatkan teknologi digital melalui penyebaran di medsos berkedok donasi sosial dan aksi kemanusiaan," kata Direktur Pencegahan BNPT Brigjen Ahmad Nurwakhid saati dikonfirmasi, Rabu (25/5).

Menurutnya, pemerintah hingga aparat penegak hukum melihat bahwa pendanaan terorisme turut menjadi persoalan. Hal itu di luar kekuatan penanaman ideologi radikal, dan pengembangan jaringan terorisme tersebut.

Ia mengatakan bahwa logistik memili peranan penting dalam jaringan dan aksi teror. Sejauh ini, beberapa sumber pendanaan teroris dilakukan melalui penyalahgunaan infaq, kotak amal, dan pendanaan jaringan internasional.

Oleh sebab itu, Nurwakhid meminta agar masyarakat berhati-hati dan selektif dalam memberikan uang untuk kegiatan-kegiatan tertentu.

"Indonesia dalam survey dikenal dengan tingkat kedermawanan yang sangat tinggi yang potensial dimanfaatkan oleh kelompok jaringan terorisme untuk dieksploitasi dan disalahgunakan," ucap dia.

"Kejelasan lembaga amal dan donasi serta track record-nya harus diperhatikan," tambahnya.

Terkait hal itu Aswin mengatakan bahwa masyarakat perlu mewaspadai pengumpulan dana kelompok teroris melalui model sumbangan-sumbangan tersebut. Menurutnya, Polri telah bekerja sama dengan Kementerian Agama dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) untuk menangani masalah itu.

"Kami mengharapkan masyarakat dapat lebih waspada dalam menyalirkan sumbangan-sumbangan ke organisasi atau kelompok yang tidak dikenal," ucap Aswin.

(Gisella Putri\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar