Pemerintah Singapura Minta Warganya Hati-hati soal Ceramah UAS

Selasa, 24/05/2022 14:53 WIB
Ustadz Abdul Somad. (Riau Post)

Ustadz Abdul Somad. (Riau Post)

Jakarta, law-justice.co - Pemerintah Singapura lewat Menteri Hukum dan Dalam Negerinya, K. Shanmugam meminta warganya untuk berhati-hati mendengarkan ceramah dari pengkhotbah asing yang berpotensi memecah belah dan mencetus konflik, termasuk dakwah Penceramah Kondang, Ustaz Abdul Somad (UAS).

"Gunakan penilaian Anda, Anda tahu apa yang membuat Singapura bergerak maju, Anda tahu apa yang baik bagi diri Anda dan komunitas," kata Shanmugam dalam jumpa pers Senin (23/5) kemarin.

Pernyataan itu diutarakan Shanmugam menyusul kontroversi penolakan UAS masuk ke Singapura beberapa waktu lalu.

Sejak itu, Singapura menjadi sorotan di Indonesia lantaran para pendukung UAS berlomba mengecam hingga mengancam negara Kota itu untuk meminta maaf.

"Setiap orang bebas menjalankan agama mereka di sini. Setiap orang bebas untuk percaya kepada Tuhan, atau tidak percaya kepada Tuhan, atau percaya siapapun Tuhan yang ingin mereka percaya. Namun kita tidak harus melewati batas dan menyerang orang lain," sambungnya.

Kata dia, Singapura memutuskan tidak memberikan izin masuk bagi UAS lantaran Negara Kota itu menganggap sang penceramah kondang dikenal kerap menyebarkan ajaran ekstrimis dan segregasi yang tak bisa diterima di masyarakat multi-ras dan multi agama di negara itu.

Sementara itu, Singapura memandang serius siapa pun yang menganjurkan kekerasan dan atau mendukung ajaran ekstrimis dan segregasi terlepas dari agamanya.

"Posisi kami sangat sederhana. Orang seperti ini [UAS], kami tak akan membiarkannya masuk," kata Shanmugam kala ditanya apakah UAS memiliki rencana berdakwah saat hendak mengunjungi Singapura beberapa waktu lalu.

Shanmugam juga mengungkap, meski UAS berkunjung ke Singapura atas kepentingan pribadi, masih ada kemungkinan ia bakal berkhotbah.

"Merupakan hak kami untuk memutuskan apa yang dibutuhkan untuk menjaga keamanan kami," tuturnya.

Shanmugam juga menegaskan tidak mungkin aparat keamanan melacak para pendukung UAS di Singapura.

"Kami, Pemerintah, MHA, ISD (Departemen Keamanan Dalam Negeri), turun tangan ketika kami merasakan, menangkap, bahwa ada radikalisasi," kata Shanmugam.

"Kami tidak akan membiarkan orang seperti Somad mendapat kesempatan untuk membangun pengikut lokal atau terlibat dalam kegiatan yang mengancam keamanan dan keharmonisan komunal kami." jelasnya.

Kasus Serupa UAS di Singapura

Selain UAS, Shanmugam juga mengungkapkan ada dua pengkhotbah asing yang tak diizinkan masuk ke Singapura dalam beberapa tahun terakhir.

Pada 2017, dua pengkhotbah Kristen dilarang memberikan ceramah di Singapura karena memiliki rekam jejak menghina agama lain.

Satu dari mereka mendeskripsikan Allah sebagai `Tuhan palsu` dan mengatakan umat Budha adalah orang Tohuw dalam bahasa Ibrani yang berarti "hilang, tak bernyawa, bingung, dan tandas secara spiritual".

Seorang pendakwah lainnya mengatakan tentang kejahatan Islam dan menilai Islam bukanlah "agama perdamaian".

Pada 2018, pengkhotbah Kristen Amerika Lou Engle turut dilarang berkhotbah di Singapura karena mencela agama Islam.

Bahkan, Singapura sempat melarang pemutaran film berbahasa India berjudul The Kashmir Files karena film itu menggambarkan umat Muslim dengan provokatif.

"Banyak orang di India mengkritik kami karena melarang film ini, tapi saya tidak meminta maaf atas pendekatan Singapura tersebut," kata Shanmugam.

Shanmugam juga mencatat bahwa pekan lalu, mantan dosen Politeknik Ngee Ann Tan Boon Lee didakwa atas komentar rasis tentang pasangan antar-etnis, serta atas komentar tidak sensitif tentang agama selama mengajar kuliah dan di forum online.

Shanmugam pun kembali menegaskan wagra untuk "berhati-hatilah" pada pengkhotbah asing semacam ini di semua sisi. Ia menuturkan di Internet ada banyak orang yang menyerang agama lain.

"Di luar itu, kami tidak bisa seenaknya memberi tahu orang-orang apa yang boleh mereka tonton dan apa yang tidak boleh mereka tonton. Itu bukan urusan kami dan kami juga tidak punya kekuatan untuk melakukan itu," ujar Shanmugam lagi.

"Ini tidak unik untuk komunitas tertentu. Jika Anda melihat pengkhotbah dari Indonesia, mereka menyerang Kristen, mereka menyerang non-Muslim. Tetapi jika Anda menonton video dari beberapa pengkhotbah Barat, mereka menyerang Muslim secara tidak masuk akal. Mereka mengatakan segala macam hal yang tidak dapat diungkapkan tentang Islam dan Quran," paparnya.

Menurut Shanmugam, Singapura adalah negara yang unik dengan penekanan kuat pada kerukunan ras dan agama.

"Kami tidak hanya memiliki kata-kata yang bagus, seperti beberapa negara lain. Tapi, kami mendukung pernyataan, kami mendukung filosofi kami, dengan undang-undang, dan bukan hanya undang-undang, kami menegakkan hukum itu secara setara," katanya.

 

 

 

 

 

(Annisa\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar