Aksi Pendukung UAS Usir Dubes Singapura Permalukan Indonesia

Sabtu, 21/05/2022 10:37 WIB
Pendukung Ustaz Abdul Somad yang demo usir duta besar Singapura permalukan nama Indonesia (Istimewa).

Pendukung Ustaz Abdul Somad yang demo usir duta besar Singapura permalukan nama Indonesia (Istimewa).

Jakarta, law-justice.co - Aksi pendukung Ustaz Abdul Somad (UAS) yang mengepung Kedutaan Besar untuk mengusir Duta Besar Singaura dapat mempermalukan Indonesia. Pada Jumat (20/5/2022), pendukung UAS dari Pertahanan Ideologi Sarekat Islam (Perisai) demo di depan gedung Kedutaan Singapura.

"Kalau dalam jumlah massa yang besar itu, itu yang berlaku adalah jumlah psikologi massa. Nanti kalau ada satu atau dua orang yang merintah tidak jelas, misalnya maaf membakar, menyerang, melempar, itu dampaknya sudah sangat memalukan Indonesia," ujar pakar hubungan internasional dari Universitas Padjajaran, Teuku Rezasyah, Jumat (20/5/2022).

Dia mengatakan Indonesia memiliki kewajiban menjaga seluruh fasilitas diplomatik asing yang berada di Indonesia sesuai Konvensi Wina. Menurutnya, pemerintah saat ini perlu bergerak mengantisipasi agar tidak terkesan mendiamkan.

"Pemerintah harus bertindak cepat mengambil alih, karena kalau pemerintahnya terlambat terkesan mendiamkan karena di sinilah perlunya pemerintah itu kemampuan untuk mengelola krisis, sehingga tidak terkesan diam ataupun mendiamkan," ucapnya.

Selain itu, menurutnya, pihak UAS juga harus ikut serta mencegah ancaman pengusiran Kedubes Singapura. Salah satu caranya, lanjutnya, yaitu memberi pencerahan kepada pendukung agar tak melakukan tindakan yang berpotensi mempermalukan UAS dan pemerintah Indonesia.

"Kondisi seperti begini itu, harus Ustaz Abdul Somat sendiri yang mengambil alih keadaan, beliau harus memerintahkan semua pendemo itu tidak usah membikin tuntutan yang memberatkan karena berpotensi memalukan pemerintah Indonesia," kata Rezasyah.

"UAS harus mendiamkan umatnya siapapun juga. Dari situ nanti keliatan umat yang betul-betul pro UAS dan mana yang mengail air keruh. Ini berbahaya sekali kalau ada yang mengail di air keruh, main lempar-lempar, main api, mengancam, ini yang kena UAS juga dan Indonesia juga. Jadi sambil pemerintah Indonesia mengupayakan penyelesaian, UAS juga harus ambil alih keadaan dan beliau juga tidak mau berkelanjutan dan memalukan semua," tuturnya.

Rezasyah juga mengingatkan sanksi yang dapat menjerat pihak yang bersikap menyerang maupun mengancam diplomat asing. Menurutnya sanksi ini tidak hanya dari pihak Indonesia, melainkan dapat diberikan pihak Singapura.

"Demo menyerang kedutaan, mengancam, itukan bisa kena hukum dalam negeri tapi juga sanksi internasional. Misal belum tentu mereka bisa datang ke Singapura, Inggris, Malaysia, Brunei. Ini jadi memalukan orang Indonesia sendiri," ujarnya.

Diketahui sebelumnya, pendukung UAS dari Perisai meminta pihak Kedubes Singapura meminta maaf terkait penolakan UAS. Mereka mengancam akan mengusir Kedubes Singapura jika dalam 2x24 jam tidak meminta maaf.

"Untuk tuntunan yang hari ini kita sampaikan, kami meminta kepada pemerintah Singapura untuk segera meminta maaf secara terbuka. Dan bilamana dalam kurun waktu 2x24 jam pemerintah tidak juga meminta maaf, maka kami sendiri yang akan mengusir Kedubes Singapura dari tanah Indonesia," kata koordinator lapangan, Muhammad Senanatha, kepada wartawan, Jumat (30/5).

Menurutnya, penolakan Singapura sebagai bentuk diskriminasi terhadap UAS. Penolakan itu juga, lanjutnya, mencederai umat Islam di Indonesia.

"Kejadiannya itu hanya menimpa UAS. Artinya, ada status yang berbeda, ada perlakuan yang berbeda begitu. Perlakuan ini yang kami baca bahwa UAS radikal, dicap teroris. Di mana letak beliau menyatakan hal yang seperti itu? Artinya, ini sama dengan bentuk atau tindakan islamophobia itu sendiri," sambungnya.

Dia menambahkan, hingga kini pihaknya masih belum berkomunikasi, baik dengan UAS maupun Kedubes Singapura, terkait hal tersebut.

Dia mengatakan Perisai berencana akan kembali menggelar aksi unjuk rasa dengan eskalasi massa yang lebih besar jika pemerintah Singapura melalui Kedubes tidak meminta maaf.

 

(Gisella Putri\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar