Tes Covid-19 Sudah Tak Wajib, Bisnis PCR dan Antigen Bakal Tenggelam

Rabu, 18/05/2022 22:30 WIB
Sejumlah orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) berkumpul usai menjalani tes usap (swab test) PCR di Panti Sosial Bina Insan Bangun Daya 2, Cipayung, Jakarta, Senin (23/8). Sebanyak 300 ODGJ menjalani tes usap PCR yang dilakukan oleh petugas kesehatan Puskesmas Kecamatan Cipayung dalam rangka screening sebelum vaksinasi COVID-19 dosis kedua untuk ODGJ. Robinsar Nainggolan

Sejumlah orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) berkumpul usai menjalani tes usap (swab test) PCR di Panti Sosial Bina Insan Bangun Daya 2, Cipayung, Jakarta, Senin (23/8). Sebanyak 300 ODGJ menjalani tes usap PCR yang dilakukan oleh petugas kesehatan Puskesmas Kecamatan Cipayung dalam rangka screening sebelum vaksinasi COVID-19 dosis kedua untuk ODGJ. Robinsar Nainggolan

Jakarta, law-justice.co - Kondisi pandemi COVID-19 kian berangsur membaik. Presiden Joko Widodo telah menerapkan kebijakan baru antara lain pelonggaran penggunaan masker dan pelonggaran syarat perjalanan.


Di balik sambutan antusias masyarakat dalam menyambut dua kebijakan ini, layanan tes swab diprediksi akan ikut terkena dampak yang besar.

Akademisi dan Praktisi Bisnis Rhenald Kasali mengatakan, bisnis tes swab dan masker akan meredup dan berkemungkinan untuk mati. Hal tersebut tidak hanya terjadi di Indonesia tetapi juga di negara-negara lainnya.

Bagaimana tidak, tes swab yang dulunya menjadi salah satu syarat wajib apabila mau beraktivitas di ruang publik kini sudah tidak diwajibkan kembali.

Rhenald menambahkan, bahwa pelaku usaha di Indonesia diyakini akan dapat menyesuaikan karena karakter bisnis telah berubah setelah pandemi melanda, harus selalu beradaptasi dengan cepat.

"Hampir semua yang memiliki usaha masker dan tes swab bukanlah usaha penuh, melainkan usaha sambilan. Mereka melihat peluang dan mendirikan bisnis tambahan, yang biasanya masih terintegrasi dengan peluang usaha lainnya," ujar dia.


Namun menurutnya, yang perlu disoroti ialah para pegawai dari bisnis tersebut. Di mana para pegawai hanya punya keahlian di bidang tertentu.

"Yang kasihan ialah para pegawainya. Mereka mungkin bekerja disana karena memiliki keahlian khusus seperti swaber. Demikian mereka harus mencari pekerjaan baru lagi," ujar Rhenald.

Dilema tersebut dirasakan oleh salah satu tenaga medis atau swaber di salah satu klinik layanan tes swab di daerah Buncit, Nila. Nila mengatakan bahwa dia baru mendengar kabar mengenai kebijakan baru Jokowi yang telah melonggarkan kewajiban penggunaan masker dan juga syarat perjalanan.

"Di satu sisi bagus sekali ya sekarang kondisinya sudah berangsur membaik. Di sisi lain, kami yang bekerja sebagai swaber perlu memikirkan setelah ini akan bagaimana," ujar Nila

Nila merupakan salah satu dari sekian banyak tenaga medis yang dikontrak khusus untuk menjadi swaber dan tidak terikat sebagai pegawai rumah sakit.

"Kalo rekan saya ini dia lulusan keperawatan dan sudah menjadi pegawai rumah sakit JMC. Sedangkan saya lulusan SMK dan ditarik untuk membantu di klinik sebagai tenaga kesehatan," ujar dia.

Para tenaga medis yang hanya terikat kontrak sementara perlu mendapat sorotan juga dukungan, mengingat mereka lah yang sebenarnya terkena dampak paling besar dari perubahan kondisi pandemi menuju endemi ini.

 

(Devi Puspitasari\Editor)

Share:
Tags:




Berita Terkait

Komentar