Densus Diminta Usut Pendanaan Terorisme Usia Tangkap Puluhan Terduga

Rabu, 18/05/2022 08:02 WIB
Densus 88 Anti-Teror Polri (Foto: Detik)

Densus 88 Anti-Teror Polri (Foto: Detik)

Jakarta, law-justice.co - Usai menangkap 22 terduga teroris di Sulawesi Tengah, Bekasi, dan Kalimantan Timur, Densus antiteror 88 Mabes Polri diminta untuk mengusut pihak-pihak yang mendanainya.

Hal itu disampaikan oleh pengamat intelijen, pertahanan dan keamanan Susaningtyas Nefo Handayani Kertopati. Lebih lanjut, Nuning Kertopati menjelaskan, berbagai kajian dalam buku Terrorist Criminal Enterprises: Fianancing Terrorism Through Organized Crime, juga menegaskan bahwa terorisme telah memanfaatkan institusi " institusi finansial untuk melakukan pencucian uang (money laundering).

"Dengan menggunakan metode pemindahan uang yang kompleks dan melampaui batas negara untuk kepentingan pendanaan terorisme," katanya, Rabu (18/5/2022).

Nuning menjelaskan, pendanaan terorisme merupakan masalah global yang tidak hanya mengancam keamanan, namun juga menghambat stabilitas, transparansi dan efisiensi sistem finansial.

Lebih lanjut, Nuning mengungkapkan bahwa Pendanaan Terorisme (The Financing of Terrorism) menurut United Nations International Convention for the Suppression of the Financing of Terrorism 1999 sebagai berikut: Dana adalah semua aset atau benda bergerak atau tidak bergerak, baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud, yang diperoleh dengan cara apa pun dan dalam bentuk apa pun.

Secara teknis, pendanaan terorisme yang dimaksud Nuning termasuk dalam format digital atau elektronik, alat bukti kepemilikan, atau keterkaitan dengan semua aset atau benda tersebut, termasuk tetapi tidak terbatas pada kredit bank, cek perjalanan, cek yang dikeluarkan oleh bank, perintah pengiriman uang, saham, sekuritas, obligasi, bank draf, dan surat pengakuan utang untuk kegiatan terorisme.

"Kegiatan Terorisme yang dimaksud adalah tidak terbatas pada upaya mulai dari pengorganisasian, perencanaan, rekruitmen, keperluan pengembangan dan pembelian senjata, komunikasi, pengumpulan data intelijen, mobilisasi, doktrinasi, sampai dengan tahap pelaksanaan aksi terorisme," urai Nuning.

Di Indonesia, UU 9/ 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme yang menempatkan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaki Keuangan (PPATK) sebagai garda terdepan.

Dalam UU tersebut, kata Nuning, pendanaan terorisme adalah segala perbuatan dalam rangka menyediakan, mengumpulkan, memberikan, atau meminjamkan dana, baik langsung maupun tidak langsung, dengan maksud untuk digunakan dan/atau yang diketahui akan digunakan untuk melakukan kegiatan terorisme, organisasi teroris, atau teroris.

Nuning memandang, persoalan pendanaan terorisme ini dapat dilaksanakan dengan cepat dan tepat ( velox et exactus) bila para pihak bukan hanya serius tetapi juga memahami dinamika alur pendanaan tersebut.

"Oleh karenanya pihak aparat dan intelijen harus memiliki pengetahuan cukup mumpuni bidang ekonomi yang berkelindan dalam aktifitas terorisme. Iman aparat dalam penggalangan juga harus kuat, agar justru tak mudah digalang balik oleh kelompok teroris," pungkas Nuning.

(Gisella Putri\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar