Pindah di IKN Nusantara Picu Ancaman Strategis Bagi RI, Apa itu?

Sabtu, 14/05/2022 15:40 WIB
Presiden Joko Widodo berkemah di Tengah Hutan lokasi bakal dibangun pusat pemerintahan IKN (Dok.Setpres)

Presiden Joko Widodo berkemah di Tengah Hutan lokasi bakal dibangun pusat pemerintahan IKN (Dok.Setpres)

Jakarta, law-justice.co - Pemindahan ibu kota negara (IKN) ke Kalimantan Timur berpotensi memunculkan ancaman serius di Tanah Air. Kementerian PPN atau Bappenas menyebut ancaman tersebut berupa ancaman geostrategis baru.


Direktur Pertahanan dan Keamanan Kementerian PPN/Bappenas Bogat Widyatmoko menjelaskan, lokasi IKN yang strategis tidak terlepas dari ancaman pertahanan dan gangguan keamanan, baik yang dilakukan oleh state actor, non-state actor, dan hybrid.

Seperti diketahui, pemerintah tengah merancang sistem pertahanan dan keamanan baru di Kalimantan Timur seiring dengan perpindahan IKN. Sistem ini dianggap ampuh untuk menjaga negara, sekalipun dalam jangkauan rudal beberapa negara.

"Seperti lokasi ibu kota negara berdekatan dengan perbatasan darat ke Malaysia sepanjang 2.062 km, dan ini merupakan pintu untuk ancaman pertahanan dan gangguan keamanan," kata dia dalam Konsultasi Publik Rancangan Undang-Undang tentang Ibu Kota Negara di UPN Veteran Jakarta beberapa waktu lalu, dikutip Sabtu (14/5/2022).

Selain itu, lokasi IKN juga berhimpitan dengan Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) II dan choke point atau titik sempit dunia. Sedangkan di sisi udara, lokasi IKN mendekati Flight Information Region (FIR) milik negara tetangga, seperti Singapura, Kinabalu Malaysia, dan Manila Filipina.


"Dan unfortunately, ibu kota negara baru ada dalam radius jelajah ICBM (intercontinental ballistic missile) dan rudal hipersonik negara tertentu," jelas Bogat.

Ancaman lainnya adalah saat ini pulau Kalimantan merupakan lokasi dan jalur trans-nation crime, seperti penyelundupan orang, narkoba, dan sebagainya. IKN juga dengan terrorist transit triangle di Sulu, Sabah, dan Poso.

"Yang terakhir, posisi ibu kota negara baru dikelilingi oleh aliansi-aliansi pertahanan, seperti FPDA The Five Power Defence Arrangements Malaysia dan sebagainya, kemudian Aliansi AUKUS Australia, UK, dan USA, dan terdampak dari one belt one road atau OBOR BRI China," papar dia.

Namun, ia menegaskan bahwa kemungkinan terjadi perang terbuka sangat kecil sampai tahun 2045. Adapun kemungkinan yang terjadi justru konflik terbatas.

"Kami menyajikan ancaman pertahanan dan gangguan keamanan. Kemungkinan yang akan terjadi adalah serangan bersifat CBRNE (chemical, biological, radiological, and nuclear defence)," tegas Bogat.

 

(Devi Puspitasari\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar