Penyebab Richard Louhennapessy Ditangkap: Suap Izin Bangun Minimarket

Jum'at, 13/05/2022 23:10 WIB
Walikota Ambon Richard Louhennapessy (Net)

Walikota Ambon Richard Louhennapessy (Net)

Jakarta, law-justice.co - Wali Kota Ambon Richard Louhennapessy (RL) ditetapkan jadi tersangka suap dalam izin bangun minimarket. KPK membeberkan kasus itu berawal dari Karyawan Alfamidi Amri yang aktif berkomunikasi dengan Richard Louhennapessy untuk meminta perizinan pembangunan minimarket.


Untuk diketahui, Richard Louhennapessy yang menjabat Walikota Ambon periode 2017 sampai dengan 2022 memiliki kewenangan, yang salah satu diantaranya terkait dengan pemberian persetujuan izin prinsip pembangunan cabang retail di Kota Ambon.

"Dalam proses pengurusan izin tersebut, diduga AR aktif berkomunikasi hingga melakukan pertemuan dengan RL agar proses perizinan bisa segera disetujui dan diterbitkan," kata Ketua KPK Firli Bahuri dalam konferensi pers di Gedung KPK, Jumat (13/5/2022).

Kemudian, menindaklanjuti permohonan AR, Richard Louhennapessy kata Firli memerintahkan Kadis PUPR Pemkot Ambon untuk segera memproses dan menerbitkan berbagai permohonan izin diantaranya Surat Izin Tempat Usaha (SITU), Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP). Richard Louhennapessy meminta nominal uang Rp 25 juta untuk diserahkan kepada Andrew Erin Hehanussa, Staf Tata Usaha Pimpinan Pemkot Ambon.

"Untuk setiap dokumen izin yang disetujui dan diterbitkan dimaksud, RL meminta agar penyerahan uang dengan minimal nominal Rp25 juta menggunakan rekening bank milik AEH yang adalah orang kepercayaan RL," ujar Firli.

Karyawan Alfamidi Amri lanjut Firlu juga kembali memberikan uang senilai Rp 500 juta. Hal itu untuk penerbitan persetujuan pembangunan untuk 20 gerai.

"Khusus untuk penerbitan terkait Persetujuan Prinsip Pembangunan untuk 20 gerai usaha retail, AR diduga kembali memberikan uang kepada RL sekitar sejumlah Rp500 juta yang diberikan secara bertahap melalui rekening bank milik AEH," ujarnya.

Firli mengatakan Richard Louhennapessy juga diduga menerima gratifikasi dari sejumlah pihak lain. Firli menyebut pihaknya masih terus mendalami hal ini.

"RL diduga pula juga menerima aliran sejumlah dana dari berbagai pihak sebagai gratifikasi dan hal ini masih akan terus didalami lebih lanjut oleh Tim Penyidik," ujarnya.

KPK menetapkan tiga orang tersangka dalam perkara ini. Mereka adalah Wali Kota Ambon Richard Louhenapessy, Andrew Erin Hehanussa selaku Staf Tata Usaha Pimpinan pada Pemkot Ambon dan Amri selaku pihak swasta.


Atas perbuatannya, tersangka Amri disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Sedangkan Walkot Ambon Richard dan Andrew disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau pasal 11 dan pasal 12 B Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

KPK juga sebelumnya menjemput paksa Walkot Ambon di salah satu rumah sakit di Jakarta Barat. KPK menepis keterangan Walkot Ambon yang menyatakan dirinya sakit.

Setelah melalui serangkaian pemeriksaan, Walkot Ambon kemudian ditahan KPK. Dia ditahan selama 20 hari pertama di Rutan KPK pada gedung Merah Putih. Sedangkan Andrew ditahan di Rutan KPK pada Kavling C1.

 

(Devi Puspitasari\Editor)

Share:
Tags:




Berita Terkait

Komentar