ULMWP Klaim Ada Jaringan Baru Dukung West Papua di Parlemen Eropa

Jum'at, 13/05/2022 16:05 WIB
Ketua ULMWP, Benny Wenda (Jubi.co.id)

Ketua ULMWP, Benny Wenda (Jubi.co.id)

Jakarta, law-justice.co - Persatuan Gerakan Pembebasan Papua Barat atau United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) mengklaim Parlemen Eropa meluncurkan jaringan baru untuk mendukung West Papua.

Dikutip dari akun Facebook Menteri Politik ULMWP, Bazoka Logo, jaringan baru anggota parlemen untuk mendukung West Papua itu diluncurkan pada hari Kamis, (12 Mei 2022) kemarin di Parlemen Eropa di Brussels.

"Pada pertemuan dan konferensi pers, International Parliamentarians for West Papua (IPWP) mengumumkan pembentukan cabang Uni Eropa yang baru" dalam keterangan yang diterima redaksi.

Kata dia, pertemuan itu dipandu oleh Carles Puigdemont MEP (Member of the European Parliament), mantan Presiden Pemerintah Catalonia, dan Pernando Barrena MEP dari Negara Basque.

Kata dia, Presiden Sementara Benny Wenda berpidato dalam pertemuan tersebut, yang dihadiri oleh Ralph Regenvanu (mantan Menteri Luar Negeri dan Pemimpin Oposisi Vanuatu saat ini), Alex Sobel MP, dan Jojo Mehta (Direktur Eksekutif Stop Ecocide International).

"Pada pertemuan yang penuh sesak, para peserta mendengar tentang kemajuan Pemerintahan Sementara ULMWP, dan anggota parlemen berjanji untuk terus mendorong kunjungan Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia yang telah lama tertunda ke West Papua." ujarnya.

Dia menambahkan, pertemuan tersebut menyerukan UE untuk menghentikan negosiasi perdagangan yang sedang berlangsung dengan Indonesia sampai pendudukan West Papua ditangani.

Berikut potongan pernyataan masing-masing tokoh tersebut:

𝗣𝗿𝗲𝘀𝗶𝗱𝗲𝗻 𝗖𝗮𝗿𝗹𝗲𝘀 𝗣𝘂𝗶𝗴𝗱𝗲𝗺𝗼𝗻𝘁 𝗺𝗲𝗻𝗴𝗮𝘁𝗮𝗸𝗮𝗻: ‘West Papua dianeksasi oleh Indonesia pada tahun 1963. Sejak itu West Papua telah hidup di bawah rezim penindasan ekstrim yang mungkin memenuhi syarat sebagai genosida. Kami ingin menekan Uni Eropa untuk mengakui hak West Papua untuk menentukan nasib sendiri. Ini adalah hutang moral dan sejarah yang dimiliki orang Eropa terhadap orang-orang West Papua.’

𝗣𝗲𝗿𝗻𝗮𝗻𝗱𝗼 𝗕𝗮𝗿𝗿𝗲𝗻𝗮 𝗠𝗘𝗣 𝗺𝗲𝗻𝗴𝗮𝘁𝗮𝗸𝗮𝗻: ‘Situasi saat ini di West Papua dapat digambarkan sebagai darurat kemanusiaan, dengan puluhan ribu pengungsi internal, pelanggaran hak asasi manusia terus-menerus, dan penolakan permanen untuk mengizinkan instrumen hak asasi manusia internasional ke negara itu.’

𝗣𝗿𝗲𝘀𝗶𝗱𝗲𝗻 𝗦𝗲𝗺𝗲𝗻𝘁𝗮𝗿𝗮 𝗪𝗲𝗻𝗱𝗮 𝗺𝗲𝗻𝗴𝗮𝘁𝗮𝗸𝗮𝗻: ‘Kami menuntut agar Uni Eropa menghentikan pendanaan dan mendukung kelanjutan dari “Otonomi Khusus” dan pemisahan lebih lanjut dari West Papua. Indonesia telah menyalahgunakan dana Uni Eropa untuk membantu militernya membunuh rakyat saya. Semua investasi Uni Eropa di West Papua harus ditangguhkan sampai Indonesia mengizinkan Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia ke wilayah tersebut.’

Indonesia Tuding Anggota Parlemen Eropa Sebar Hoaks Soal Papua

Pemerintah Indonesia menilai sejumlah anggota Parlemen Eropa berupaya menyebar kebohongan soal Papua. Indonesia mengingatkan Uni Eropa pada kesepakatan kerja sama dan kemitraan yang saling menghormati, termasuk soal keutuhan wilayah Indonesia.

Juru Bicara Kementerian Luar Negeri RI Teuku Faizasyah mengatakan, Pemerintah Indonesia memantau kegiatan yang disebut International Parliamentarians for West Papua. Kegiatan tersebut digelar di kompleks Parlemen Eropa di Strasbourg, Perancis, pada Kamis (12/5/2022).

”Bukan kegiatan resmi (Parlemen Eropa atau Uni Eropa) sehingga tidak memiliki signifikansi resmi,” ujarnya di Jakarta seperti melansir kompas.id.

Kegiatan itu didorong oleh dua anggota Parlemen Eropa, yakni Carles Puigdemont dan Pernando Barrena yang berasal dari Spanyol. Puigdemont adalah tokoh separatisme Catalonia, sementara Barrena tokoh separatisme Basque.

Barrena pernah ditangkap karena terlibat upaya memisahkan sebagian Spanyol dan terlibat terorisme. Adapun Puigdemont pernah menjadi buronan Spanyol karena masalah separatisme.

”Keduanya petualang separatis dan pernah terlibat masalah hukum berkaitan dengan gerakan separatisme di Spanyol,” kata Faizasyah.

Dengan latar belakang kedua orang itu, Indonesia menilai kegiatan dalam kompleks Parlemen Eropa tersebut tidak punya kredibilitas. Kegiatan itu lebih layak dianggap sebagai petualangan pribadi dan kolaborasi sesama separatis.

Indonesia telah meminta konfirmasi kepada pihak terkait di UE. Brussels memastikan kegiatan itu bukan aktivitas resmi UE ataupun Parlemen Eropa.

Kegiatan itu bisa diselenggarakan dengan memanfaatkan tata tertib Parlemen Eropa yang memungkinkan anggotanya membentuk kelompok atau forum membahas aneka isu.

Tata tertib Parlemen Eropa memang memungkinkan kegiatan-kegiatan tidak resmi oleh anggota parlemen diselenggarakan dalam kompleks parlemen. Meski demikian, Parlemen Eropa tidak serta-merta mendukung kegiatan tersebut.

Berdasarkan konfirmasi itu, Indonesia menyimpulkan International Parliamentarians for West Papua sebagai petualangan politik untuk menyebarkan kebohongan dan provokasi.

Indonesia juga menekankan bahwa hubungan Jakarta-Brussels berlandaskan pada prinsip saling menghormati, termasuk soal keutuhan wilayah.

Kegiatan di Strasbourg itu diselenggarakan kala Indonesia kembali mengupayakan pemekaran Papua. Dari dua provinsi, Papua akan dijadikan lima provinsi, yakni Papua, Papua Barat, Papua Selatan, Papua Tengah, dan Papua Pegunungan Tengah.

Sejauh ini, berbagai unjuk rasa digelar warga Papua untuk menolak pemekaran yang dipandang lebih mementingkan kebutuhan elite politik dibandingkan kebutuhan warga.

Penegasan UE

Berdasarkan dokumen-dokumen persidangan Parlemen Eropa, Puigdemont rutin mengangkat isu kemerdekaan Papua.

Upaya terakhir disampaikan kepada Kepala Kebijakan Luar Negeri dan Keamanan Komisi Eropa Josep Borrell pada Desember 2021. Ia meminta perundingan dagang UE-Indonesia dikaitkan dengan masalah HAM di Papua.

Dalam jawaban tertulis pada Februari 2022, Borrel menekankan bahwa UE dan Indonesia menyepakati kerja sama dan kemitraan sejak 2014. Ia juga menegaskan UE mendukung keutuhan wilayah Indonesia.

Di sisi lain, Brussels mendorong Jakarta mengizinkan lawatan delegasi Komisi Tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) ke Papua. Indonesia juga diharapkan dapat mengizinkan pelapor khusus PBB bertandang ke Papua.

UE juga mencatat masih ada persoalan kebebasan berpendapat dan berkumpul di Papua. Selain itu, ada masalah kesejahteraan penduduk setempat yang perlu ditingkatkan. Karena itu, UE ikut membantu upaya peningkatan kesejahteraan di Papua lewat serangkaian program.

Meski secara resmi tetap mendukung keutuhan wilayah Indonesia, UE dan anggotanya serta sejumlah negara Eropa mengizinkan para penyokong pemisahan Papua tinggal dan berkegiatan di sana. Sikap serupa ditunjukkan Australia dan Selandia Baru.

(Annisa\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar