Denny JA
Saat Data Buktikan Kemajuan Peradaban Tak Lagi Bergantung Pada Agama
Konsultan politik dan penulis, LSI Denny JA (seruji)
Jakarta, law-justice.co - Kita memasuki zaman yang sudah berbeda. Jika dulu kesimpulan itu hanya dirasakan berdasarkan pengamatan kualitatif, kini kesimpulan itu sudah didukung oleh data hasil riset kuantitatif.
Inilah zaman yang kemajuan peradabannya tak lagi bergantung pada agama. Ini era ketika kehadiran agama bukanlah syarat membuat masyarakat bahagia. Agama juga bukan syarat membuat pemerintah bersih. Agama bukan pula variabel yang diharuskan ada untuk pembangunan manusia.Baca juga : KPU Ogah Tanggapi : Tak Cukup Bukti
Baca juga : Jokowi Sebut Freeport Bukan Punya Amerika Lagi
2. Denmark (7.646)
3. Switzerland (7.560)
4. Iceland (7504)
5. Norway (7488)
6. Netherlands (7449)
7. Sweden (7353)
8. New Zealand (7300)
9. Austria (7294)
10. Luxembeg (7238)Sepuluh negara paling bahagia didominasi oleh negara skandinavia (Nordic countries).Data set kedua sama sekali berbeda. Data ini dari Gallup Poll untuk kategoti seberapa penting agama itu dalam persepsi warga.Pertanyaannya sederhana saja: Apakah agama itu penting dalam hidupmu sehari hari? Is religion important in your daily life?Jawabannya hanya Yes atau NO. Namun ada pula yang tak menjawab, atau menjawab tak tahu.Berdasarkan jawaban itu, di tahun 2009, Gallup Poll menyusun list negara berdasarkan prosentase Yes.Maka tersusunlah list 149 negara, dalam berbagai kategori. Yang paling puncak, di atas 90 persen warga negara menyatakan agama penting dalam hidupnya sehari-hari.Yang paling rendah, di bawah 40 persen menyatakan agama itu penting dalam hidupnya sehari- hari. Alias mayoritas menganggap agama tak lagi penting dalam kehidupan sehari- hari.Kitapun mendapatkan peta dunia di era Google. Di negara mana saja yang penduduknya menganggap agama itu penting, di atas 50 persen? Bahkan di atas 90 persen?Contoh list negara yang menyatakan agama itu penting 90 persen ke atas, misalnya India, Arab Saudi, Mesir, Filipina, Indonesia.Contoh list negara yang tak menganggap agama penting, di bawah 40 persen, misalnya Jepang, Hongkong, Perancis, Inggris dan Australia.Sekarang kita padukan dua data di atas. Untuk Top 10 negara yang paling warganya paling bahagia (World Happines Report, 2020), apakah penduduk di negara itu menganggap agama penting dalam hidup mereka sehari hari (Important of Religion by Countries, Gallup Poll, 2009). (3)Di bawah ini, rangking top 10 negara yang membuat warga bahagia. Di sampingnya prosentase seberapa penting agama bagi hidup sehari- hari mereka.1. Finlandia (28 persen)
2. Denmark (19 persen)
3. Switzerland (41 persen)
4. Iceland (tak ada data)
5. Norway (22 persen)
6. Netherlands (33 persen)
7. Sweden (15 persen)
8. New Zealand (33 persen)
9. Austria (55 persen)
10. Luxembeg (39 persen)Delapan dari sembilan negara yang warganya paling bahagia, mayoritas warganya tak menganggap agama hal yang penting dalam hidupnya. Hanya satu, di Austria saja, yang di atas 50 persen warga menganggap agama penting.Di Swedia bahkan hanya 15 persen populasi menganggap agama itu penting. Juga di Denmark hanya 19 persen menganggap agama itu penting.Jika dibuat rata rata negara di atas hanya 31.6 persen dari penduduk di berbagai negara itu menganggap agama penting. Dengan kata lain, mayoritas warga negara yang paling bahagia di dunia, tak menganggap agama penting dalam hidup mereka sehari- hari.Bagaimana dengan negara yang menganggap agama penting di atas 90 persen? Bagaimana tingkat bahagia warga di negara itu?Saya ambil contoh pusat agama yang berbeda- beda. Dalam tanda kurung, masing masing nama agama mayoritas. Di sampingnya data berapa persen warga menganggap agama penting di negara itu. Di sampingnya lagi, bagaimana rangking negara tersebut berdasarkan kebahagian warga negara.1. India (Hindu, 90 persen, 144)
2. Philipines (Katolik, 96 persen, 52)
3. Arab Saudi (Islam, 93 persen, 27)
4. Thailand (Budha, 97 persen, 54)
5. Indonesia (Islam, 99 persen: 84)Untuk negara yang mayoritas penduduknya menganggap agama penting, di atas 90 persen populasi, baik agama Islam, Katolik, Hindu hingga Budha, kebahagian warga negaranya sedang- sedang saja hingga buruk.Di India, 90 persen warga menganggap agama itu penting (mayoritas Hindu). Rangking bahagia negara itu berada di papan bawah: 144 dari 153 negara yang disurvei.Di Indonesia, 99 persen warga mengganggap agama penting (mayoritas Islam), rangking bahagia warga ada di paruh papan tengah ke bawah: rangking 84 dari 153 negara yang disurvei.Bagaimana menjelaskan fenomena ini? Mengapa warga negara yang paling bahagia di ruang publiknya tak lagi menganggap agama penting?Tiga kunci menjadi penentu: Social Trust. Freedom to make life choice. Dan Social Support.Social trust itu dapat dipahami sebagai keakraban warga negara. Jika sesama warna negara terbina kehangatan, saling percaya, perkawanan, terlepas apapun latar belakang identitas warga, itulah eko sistem ruang publik yang membuat nyaman.Social trust akan rusak jika sebaliknya terjadi. Semangat kebencian, permusuhan, dinding yang tinggi, menjadi pemisah warga negara.Manusia kemudian tidak dinilai dari katakter dan prilakunya, tapi dari agama yang dipeluk, bahkan dari tafsir agamanya. Jika ini yang menjadi warna, keakraban warga negara sirna.Ruang publik yang sektarian, yang diwarnai social hostilities, itu buruk untuk menciptakan social trust.Di samping banyak sisi baiknya, prilaku beragama di kalangan yang fanatik, dengan kaca mata kuda, yang memonopoli Tuhan dan surga seolah hanya milik kelompoknya semata, yang mengembangkan spirit permusuhan, kebencian bagi yang berbeda tafsir dan agama, merusak social trust itu.Fanatisme dan separatisme agama menjadi unsur yang memburukkan social trust. Semakin agama dalam semangat sempit di atas semakin tak berperan, semakin baik social trust itu.Kedua, freedom to make life choice. Setiap warga dewasa akan nyaman jika ia dibiarkan “Be Yourself,” sejauh ia tak melakukan pemaksaan dan kriminal.Soal bagaimana life style yang dipilih, konsep Tuhan mana yang Ia yakini dari 4300 agama yang ada, itu sepenuhnya urusan ia pribadi.Apa yang akan terjadi di akherat nanti, jika ia percaya, itu konsekwensi pribadi pula. Tak ada yang dapat mengambilh tanggung jawabnya ke Tuhan. Tidak ulama/pendeta. Tidak ormas. Tidak juga negara.Ruang publik yang dipenuhi oleh ormas agama fanatik acapkali seolah olah menjadi juru bicara Tuhan alam semesta, main hakim sendiri, membakar atau menyegel rumah ibadah dari pemeluk tafsir agama yang berbeda. Ini yang merusak “Freedom to make life choice.”Sebaliknya, ruang publik yang semakin tidak diwarnai ormas agama yang main hakim sendiri, yang membebaskan individu “Be Yourself,” ia lebih sesuai dengan zaman yang beragam.Ketiga, social support. Setiap warga negara akan lebih nyaman jika ada support dari lingkungan. Ini terutama menyangkut program kesejahteraan warga negara yang diupayakan pemerintah.Itu mulai dari program kesehatan, pendidikan, hingga tunjangan bagi ekonomi lemah.Social support ini lebih bisa diberikan oleh negara yang berpenghasilan tinggi. Ini lebih ke dimensi ekonomi.Tapi memang pada negara yang kuat ekonominya, yang tumbuh karena industri, umumnya warga tak lagi menganggap agama itu penting.Tiga variabel di atas menjelaskan. Mengapa justri pada negara yang ruang publiknya tak lagi diwanai agama, yang mayoritas warga menganggap agama tak lagi penting dalam hidupnya, mereka justru paling bahagia.Apakah data itu hendak menyatakan agama segera memudar di negara yang makmur? Jawabnya Ya dan Tidak.Tidak karena data itu hanya menunjukkan bahwa majunya sebuah peradaban yang diukur dari indeks (world happiness indeks), juga dari indeks lain (human development index) dan corruption perception index tak lagi bertumpu pada agama.Ya, karena peran dan posisi agama di negara makmur tidak lagi di ruang publik. Agama berada di ruang privat. Ia menjadi bagian dari gaya hidup individual dan komunitas saja.Pada sebagian besar populasi negara makmur, kepercayaan pada lembaga agama memang memudar (4). Tapi kebutuhan pada spiritualitas, di luar lembaga agama, yaitu narasi untuk mendapatkan meaning of life, tetap tumbuh subur. ***CATATAN(1). Data lengkap soal indeks kebahagian (world happiness index), indeks korupsi (Corruption Perception Index), dan Indeks Pembangunan Manusia (Human Development Index) dalam hubungannya dengan penting tidaknya agama bagi penduduk sebuah negara sudah dibahas dalam buku Denny JA: 11 Facts Emerge in The Era of Google, Evolving Perception of Religions (2021)https://www.facebook.com/group
Share:
Tags:
Komentar