Kacau! Inflasi Turki Mencapai 70%, Ternyata ini Penyebabnya

Jum'at, 06/05/2022 19:20 WIB
Presiden Turki Tayyip Erdogan (Net)

Presiden Turki Tayyip Erdogan (Net)

Turki, law-justice.co - Inflasi Turki kian memburuk, bahkan nyaris menyentuh 70 persen pada April ini, menembus rekor tertinggi 20 tahun terakhir.


Lantas, apa alasan di balik tingginya inflasi Turki?

Melansir CNN Business, Jumat (6/5), lonjakan inflasi yang terjadi sejak tahun lalu tersebut diperparah oleh konflik Rusia-Ukraina yang membuat harga energi dan komoditas semakin meroket.

Di sisi lain, mata uang lira yang melemah sejak tahun lalu kian memburuk dipicu oleh siklus pelonggaran suku bunga acuan hingga 500 basis poin yang dimulai September lalu di bawah restu Presiden Tayyip Erdogan.

Di tengah lonjakan inflasi, Erdogan malah melonggarkan suku bunga, berkebalikan dengan teori ekonomi, yaitu menaikkan suku bunga guna menjinakkan inflasi. Karena itu lah lonjakan harga yang dibayar konsumen berlanjut hingga sekarang.

Institut Statistik Turki mencatat inflasi bulanan sebesar 7,25 persen. Secara tahunan, inflasi harga konsumen diperkirakan sebesar 68 persen.

Lonjakan harga konsumen didorong oleh meroketnya harga di sektor transportasi sebesar 105,9 persen secara tahunan, termasuk harga energi. Kemudian, harga makanan dan minuman non-alkohol meroket 89,1 persen.

Sementara, secara bulanan harga makanan dan minuman non-alkohol menjadi komponen penyumbang inflasi tertinggi sebesar 13,38 persen. Diikuti, harga rumah yang naik 7,43 persen.

Pemerintah Turki mengklaim inflasi akan turun di bawah program ekonomi baru, yang memprioritaskan suku bunga rendah untuk meningkatkan produksi dan ekspor dengan tujuan mencapai surplus transaksi berjalan.

Namun, para ekonom pesimis dan memproyeksikan inflasi tetap tinggi untuk sisa tahun ini karena perang Ukraina-Rusia.

Para ekonom memperkirakan rata-rata inflasi pada akhir tahun sebesar 52 persen. Jajak pendapat Reuters pekan lalu menunjukkan inflasi tahunan diperkirakan 52 persen pada akhir tahun.

Terakhir kali inflasi mencapai tingkat saat ini terjadi pada 2002, menembus 73,1 persen pada bulan Februari tahun itu.

Inflasi terus meningkat meskipun ada pemotongan pajak barang-barang pokok dan subsidi pemerintah untuk beberapa tagihan listrik untuk meringankan beban anggaran rumah tangga.

Pekan lalu, bank sentral memperkirakan inflasi tahunan akan mencapai puncaknya sekitar 70 persen pada Juni sebelum turun mendekati 43 persen pada akhir tahun dan satu digit pada akhir 2024.

Menurut Ahli Strategi Bluebay Asset Management Timothy Ash, selain lonjakan harga energi, lonjakan inflasi juga disebabkan oleh ketidakbecusan bank sentral memainkan peran moneternya.

"Ini bukan hanya tentang kenaikan harga pangan dan energi, tetapi juga kegagalan spektakuler kebijakan moneter di Turki, dan ini tentang kegagalan total kebijakan moneter Erdogan yang tidak ortodoks," kata dia dikutip dari Reuters.

Pemilihan presiden dan parlemen Turki dijadwalkan pada Juni 2023 dan jajak pendapat sementara menunjukkan dukungan kepada Erdogan menurun.

"Hal yang benar-benar luar biasa di sini adalah bahwa jajak pendapat masih menunjukkan bahwa pemilihan berikutnya masih dalam keseimbangan. Mungkin itu mengatakan banyak tentang oposisi seperti Erdogan," terang Ash.

 

(Devi Puspitasari\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar