Beda dengan DKI, Jabar Klaim Tak Ada Kasus Hepatitis Misterius

Kamis, 05/05/2022 05:39 WIB
Ilustrasi hepatitis misterius (detik)

Ilustrasi hepatitis misterius (detik)

Bandung, Jabar, law-justice.co - Korban kasus hepatitis misterius sudah muncul di DKI Jakarta. Terkait hal itu, Kepala Dinas Kesehatan Jawa Barat (Dinkes Jabar) Nina Susana Dewi memastikan hingga saat ini belum ada laporan kasus tersebut.

"Sampai saat ini belum ada kasus yang terlaporkan di Jabar," kata Nina, Rabu (4/5).

Meski begitu, Nina mengaku pihaknya telah menyosialisasikan mengenai bahayanya hepatitis akut yang belum diketahui penyebabnya itu ke tiap rumah sakit dan layanan kesehatan lain sesuai dengan Surat Edaran Kementerian Kesehatan (Kemenkes).

"Sesuai dengan SE dari kemenkes terkait kewaspadaan kasus hepatitis tersebut, pihak Dinkes Jabar sudah menyampaikan SE tersebut ke kepala dinkes kab/kota juga ke se-Jabar. Serta komunikasi melalui WhatsApp grupnya agar dilakukan pemantauan dan koordinasi termasuk dengan KKP (Kantor Kesehatan Pelabuhan)," ujarnya.

Kemenkes meminta warga waspada akan penyakit hepatitis misterius yang menyerang anak-anak. Ini setelah Badan Kesehatan Dunia (WHO) telah menerima laporan pada 5 April 2022 dari Inggris Raya mengenai 10 kasus Hepatitis Akut yang Tidak Diketahui Etiologinya (Acute hepatitis of unknown aetiology) pada anak-anak usia 11 bulan-5 tahun pada periode Januari hingga Maret 2022 di Skotlandia Tengah.

Sejak secara resmi dipublikasikan sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB) oleh WHO pada 15 April 2022, jumlah laporan terus bertambah. Per 21 April 2022, tercatat 169 kasus yang dilaporkan di 12 negara yaitu Inggris (114), Spanyol (13), Israel (12), Amerika Serikat (9), Denmark (6), Irlandia (<5), Belanda (4), Italia (4), Norwegia (2), Perancis (2), Romania (1) dan Belgia (1).

Adapun kisaran kasus terjadi pada anak usia 1 bulan sampai dengan 16 tahun. Tujuh belas anak di antaranya (10 persen) memerlukan transplantasi hati, dan 1 kasus dilaporkan meninggal.

Gejala klinis pada kasus yang teridentifikasi adalah hepatitis akut dengan peningkatan enzim hati, sindrom jaundice akut, dan gejala gastrointestinal (nyeri abdomen, diare dan muntah-muntah). Sebagian besar kasus tidak ditemukan adanya gejala demam.

Adapun penyebab dari penyakit tersebut masih belum diketahui. Pemeriksaan laboratorium telah dilakukan dan virus hepatitis tipe A, B, C, D dan E tidak ditemukan sebagai penyebab dari penyakit tersebut. Adenovirus terdeteksi pada 74 kasus yang setelah dilakukan tes molekuler, teridentifikasi sebagai F type 41. SARS-CoV-2 ditemukan pada 20 kasus, sedangkan 19 kasus terdeteksi adanya ko-infeksi SARS-CoV-2 dan adenovirus.

Surat Edaran Kemenkes ini dimaksudkan untuk meningkatkan dukungan pemerintah daerah, fasilitas pelayanan kesehatan, Kantor Kesehatan Pelabuhan, sumber daya manusia (SDM) Kesehatan, dan para pemangku kepentingan terkait kewaspadaan dini penemuan kasus hepatitis akut yang tidak diketahui etiologinya.

Dalam SE tersebut, Kemenkes meminta Dinas Kesehatan Provinsi dan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota untuk, pertama memantau dan melaporkan kasus sindrom jaundice akut di Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon (SKDR), dengan gejala yang ditandai dengan kulit dan sklera berwarna ikterik atau kuning dan urin berwarna gelap yang timbul secara mendadak.

Kedua, memberikan Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE) kepada masyarakat serta upaya pencegahannya melalui penerapan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS).

Ketiga, menginformasikan kepada masyarakat untuk segera mengunjungi Fasilitas Layanan Kesehatan (Fasyankes) terdekat apabila mengalami sindrom jaundice.

 

(Gisella Putri\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar