Kebebasan Pers di Hong Kong Anjlok, Tiga Kantor Media Gulung Tikar

Rabu, 04/05/2022 16:40 WIB
Demo Anti-China di Hong Kong (Tirto)

Demo Anti-China di Hong Kong (Tirto)

Hong Kong, law-justice.co - Indeks kebebasan pers tahunan Reporters Without Borders mencatat Hong Kong meraih peringkat 148 dunia soal kebebasan pers. Posisi ini menurun tajam hampir 70 peringkat dalam satu tahun.


Penurunan itu disebut sebagai imbas penerapan UU Keamanan Nasional yang diterapkan pada 2020 lalu.

Sejak 2020, pihak keamanan Hong Kong memaksa menutup lebih dari tiga outlet media. Beberapa secara sukarela menutup media mereka guna menghindari risiko pengawasan keamanan. Di bawah aturan itu, sejumlah jurnalis dan media eksekutif juga ditangkap.

Hong Kong pernah menjadi benteng kebebasan pers di Asia. Pada dua dekade lalu, Hong Kong berada di peringkat 18 soal kebebasan pers. Peringkat itu melonjak usai 2014 dan 2019, saat protes demokrasi besar-besaran terjadi.

Peringkat Kota Asia Dunia itu kini bahkan berada di bawah Filipina, Sri Lanka, dan beberapa tingkat di atas Turki serta India.

Pemimpin Hong Kong, Carrie Lam, buka suara soal peringkat kebebasan pers itu

"Ini dengan sendirinya merupakan indikasi yang sangat baik dari semangat kebebasan pers di Hong Kong," kata Lam seperti dikutip Al Jazeera, Rabu (4/5/2022)

Lam kemudian berujar, "Sebagaimana yang saya bilang dalam banyak kasus, apalagi dengan berlakunya UU Keamanan Nasional, jurnalis, organisasi media, tidak kebal hukum."

Undang-undang tersebut secara luas menghukum aktivitas yang dianggap makar, terorisme, kolusi dengan negara asing, dan pemisahan diri dengan hukuman penjara seumur hidup.

Pemimpin Redaksi Hong Kong Free Press, Tom Grundy, menyebut upaya Lam bukan cara terbaik untuk mengukur kebebasan pers.

"Kuantitas outlet berita yang terdaftar oleh pemerintah bukanlah indikator kualitas kebebasan pers Hong Kong," kata Grundy.

Sebagian besar media di Hong Kong, lanjutnya, dimiliki langsung oleh Beijing, konglomerat China atau mereka yang punya kepentingan bisnis di China. Ia mengaku kebebasan pers Hong Kong semakin berkurang tak bisa disangkal.

Pada Agustus 2020, lebih dari 100 petugas menggerebek kantor tabloid pro-demokrasi Apple Daily dan menangkap pemilik media itu, Jimmy Lai. Lalu pada September 2020, jurnalis radio Televisi Hong Kong (RTHK), Bao Choy, ditangkap karena diduga membuat pernyataan palsu.

Di bulan yang sama, jurnalis radio Wang Yiu-sing, asisten dan istrinya ditangkap karena dituduh menghasut dan mendanai kegiatan pemisahan diri. Kemudian pada Desember 2020, Lai dan dua eksekutif Apple Daily lainnya ditangkap lagi karena penipuan.

 

(Devi Puspitasari\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar