Pengusaha Kelapa Sawit Desak Jokowi Evaluasi Larangan Ekspor CPO

Sabtu, 23/04/2022 10:56 WIB
Larangan ekspor minyak mentah kelapa sawit (ddtc)

Larangan ekspor minyak mentah kelapa sawit (ddtc)

Jakarta, law-justice.co - Kebijakan Presiden Joko Widodo atau Jokowi yang melarang ekspor minyak sawit mentah (CPO) tak diterima oleh pengusaha kelapa sawit. Oleh karena itu, Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) mendesak Jokowi untuk mengevaluasi kebijakan tersebut. Evaluasi perlu dilakukan jika kebijakan tersebut terbukti memberikan dampak negatif terhadap pengusaha kelapa sawit.

"Jika kebijakan ini membawa dampak negatif kepada keberlanjutan usaha sektor kelapa sawit, kami akan memohon kepada pemerintah untuk mengevaluasi kebijakan tersebut," ungkap Ketua Bidang Komunikasi GAPKI Tofan Mahdi dalam keterangan resmi seperti dikutip Sabtu (23/4).

GAPKI meminta seluruh pemangku kepentingan di industri sawit untuk ikut memantau dampak dari kebijakan tersebut di lapangan.

"Kami mengajak seluruh pemangku kepentingan dalam mata rantai industri sawit untuk memantau dampak kebijakan tersebut terhadap sektor kelapa sawit," tutur Tofan.

Meski begitu, ia mengaku, pengusaha CPO akan menghormati keputusan pemerintah terkait larangan ekspor. Pelaku usaha, kata dia, akan ikut memonitor perkembangan di lapangan setelah kebijakan itu keluar.

"Kami sebagai pelaku usaha kelapa sawit mendukung setiap kebijakan pemerintah terkait sektor kelapa sawit," ujar Tofan.

Sebelumnya, Jokowi melarang ekspor CPO dan minyak goreng mulai Kamis (28/4) mendatang. Kebijakan ini berlaku hingga batas waktu yang belum ditentukan.

"Saya putuskan pemerintah melarang ekspor bahan baku minyak goreng dan minyak goreng mulai Kamis 28 April 2022 sampai batas waktu yang ditentukan," ucap Jokowi.

Ia akan mengevaluasi kebijakan itu secara berkala. Hal ini dilakukan agar ketersediaan minyak goreng di dalam negeri kembali berlimpah dengan harga yang terjangkau.

Pemerintah sebelumnya membuat beragam kebijakan untuk mengatasi lonjakan harga minyak goreng yang terjadi sejak akhir 2021. Harga minyak goreng tembus lebih dari Rp20 ribu per liter sejak akhir tahun lalu sampai sekarang.

Untuk merespons itu, pemerintah sempat menetapkan Harga Eceran Tertinggi (HET) untuk minyak goreng kemasan sederhana Rp13.500 per liter, kemasan premium Rp14 ribu per liter, dan curah Rp11.500 per liter.

Setelah itu, stok minyak goreng langsung langka di pasaran. Beberapa perusahaan terbukti enggan melepas ke pasaran karena HET yang ditentukan pemerintah jauh lebih rendah dari keekonomian.

Tak lama kemudian, pemerintah menghapus kebijakan HET untuk minyak goreng kemasan sederhana dan premium. Dengan demikian, minyak goreng kemasan dijual dengan mekanisme pasar.

Sebagai gantinya, pemerintah memberikan subsidi untuk penjualan minyak goreng curah. Namun, HET minyak goreng curah naik dari Rp11.500 menjadi Rp14 ribu per liter.

Sayangnya, kebijakan itu pun tak menyelesaikan masalah minyak goreng di pasaran. Pasalnya, beberapa pedagang masih menjual minyak goreng curah lebih dari Rp20 ribu per liter.

 

(Gisella Putri\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar