Gugat UU IKN ke MK, Ini Alasan Guru Honorer

Rabu, 13/04/2022 18:34 WIB
Prosesi ritual penyatuan tanah dan air di IKN Nusantara (tempo)

Prosesi ritual penyatuan tanah dan air di IKN Nusantara (tempo)

Jakarta, law-justice.co - Gugatan terhadap Undang-undang Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara terus berlanjut. Kini, seorang guru honorer asal Dumai, Riau, Herifuddin Daulay yang melakukannya. Herifuddin Daulay khawatir pembangunan IKN akan membebani APBN sehingga berdampak secara nasional.

"Kerugian Pemohon di sini karena Undang- Undang IKN yang implikasinya berupa pemindahan ibukota negara menggunakan dana APBN, maka Pemohon menganggap ini adalah sebuah pertaruhan APBN. Makanya di sini jelas-jelas dampaknya langsung secara langsung kepada Pemohon," kata Herifuddin Daulay, dalam sidang yang disiarkan chanel YouTube MK, Rabu (13/4/2022).

Menurut Herifuddin Daulay, lebih baik dan lebih mendesak agar anggaran itu untuk memaksimalkan program pendidikan. Dengan pendidikan yang baik, maka ekonomi akan terpacu. Oleh sebab itu pemindahan IKN belum dinilai mendesak.

"Bila pemerintah memang siap untuk suatu pertaruhan untuk mendongkrak kesejahteraan perikehidupan berbangsa dan bernegara, pendanaan besar-besaran pada bidang pendidikan untuk mencetak kader-kader trigger ekonomi, ini jauh lebih menjanjikan," bebernya.

Atas permohonan itu, hakim konstitusi Enny Nurbaningsih menasihati Pemohon membaca Peraturan MK (PMK) No. 2 Tahun 2021 tentang Tata Beracara Pengujian Undang-Undang.

"Kalau Bapak menguji formil, berarti Bapak menguji proses pembentukan UU No. 3 Tahun 2022, apakah sesuai atau tidak sesuai proses pembentukan undang-undang berdasarkan UUD 1945 dan UU No. 12 Tahun 2011. Tolong diperhatikan. Kalau Bapak menguji formil, itulah ketentuannya," ujar Enny.

Selain itu, Enny meminta Pemohon agar lebih meringkas kewenangan MK yaitu singkat dan tidak perlu terlalu panjang uraiannya. Termasuk menuliskan objek pengujiannya serta pengujiannya secara materiil atau formil. Hal lain dan tak kalah penting, Enny menyarankan Pemohon agar menuliskan sistematika permohonan sesuai ketentuan dalam PMK No. 2/2021,

"Mulai dari Identitas Pemohon, Kewenangan Mahkamah, Kedudukan Hukum, Posita, Petitum," ujar Enny.

Berikutnya, Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh (anggota panel) mempertanyakan adanya dua permohonan Pemohon yang teregistrasi di Kepaniteraan MK bertanggal 22 Maret 2022 (permohonan formil dan materiil) dan 4 April 2022 (permohonan formil).

"Kami hanya ingin menanyakan, apakah Bapak tetap melakukan pengujian formil dan materiil, atau pengujian formil saja?" tanya Daniel.

Pemohon pun menegaskan tetap akan melakukan pengujian formil dan materiil.

Sementara Ketua Panel Arief Hidayat menyarankan agar Pemohon menyimak bahan risalah dalam Laman MK untuk perbaikan permohonan pada sidang berikutnya.

"Karena saya melihat Pemohon tidak mencatat masukan dari Panel Hakim. Padahal banyak sekali nasihat Panel Hakim yang seharusnya dicatat," ucap Arief.

 

(Gisella Putri\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar