Salamudin Daeng, peneliti Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia

Saatnya Menjadikan Rupiah Sebagai Alat Transaksi Sumber Daya Alam

Selasa, 05/04/2022 10:43 WIB
Peneliti Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI), Salamuddin Daeng (Net)

Peneliti Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI), Salamuddin Daeng (Net)

Jakarta, law-justice.co - Petro dolar telah berakhir. Rusia mewajibkan pembelian minyak dan gas (Migas) negara tersebut menggunakan mata uang Rubbel.

Tempo hari Arab Saudi sudah membolehkan pembelian minyak menggunakan Riyal. Dengan demikian, hanya yang masih menggunakan dolar untuk alat transaksi, merupakan jangkar mata uang saat ini. Lalu bagaiamana dengan Indonesia?

Rusia dan Arab Saudi mengajarkan Indonesia bagaimana menata keuangan. Dengan sumber daya alam yang mereka miliki, kedua negara itu bisa memperkuat fondasi keuangan mereka.

Indonesia, urusannya sekedar cari uang. Padahal didapat negara Kepulauan itu uang receh. Recehan untuk urusan minyak yang besar. Urusan minyak itu urusan Petro Dolar.

Kalau Indonesia mengerti dan mulai bisa mikir, maka otaknya akan terbuka.

Pertama, Indonesia harus tau bahwa bahwa negara ini lebih kaya dari Rusia, Arab Saudi atau Amerika Serikat sekalipun dalam hal sumber daya alam.

Indonesia memiliki kekayaan alam terlengkap di dunia. Jika hal ini dipahami, baru kemudian, akan paham menjadikan sumber daya alamnya sebagai nilai tawar tinggi, dimana membelinya harus menggunakan Rupiah.

Tahap awal, Indonesia harus menjual batu bara dan sawit dengan rupiah. Wajibkan semua negara pembeli dengan mata uang itu.

Jika hal ini dilakukan Joko Widodo (Jokowi), maka rupiah akan jadi kuat dan hebat. Sudah saatnya jual sawit atau Crude Palm Oil (CPO) pake ringgit atau standar ringgit ditinggalkan. Emangnya apa hebatnya ringgit dibanding rupiah?

Jika batu bara dan Sawit sudah ditransaksikan secara internasional dengan rupiah, maka Indonesia akan punya tambahan sedikitnya Rp3 ribu triliun. Angka ini diperoleh dari nilai transaksi dari jumlah produksi sawit dan batu bara dengan harga yang saat ini.

Tambahan rupiah yang ditransaksikan secara internasional sebesar Rp3 ributriliun tersebut, setara dnegan cadangan devisa Indonesia saat ini.

Padahal, jumlah cadangan devisa ini merupakan hal yang paling fundamental untuk menentukan lemah dan kuatnya mata uang suatu negara.

Dengan tambahan rupiah, maka jumlah yang ditransaksikan secara internasional dari perdagangan sawit dan batu bara bisa menguatkan mata uang itu.

Kemungkinan rupiah menguat itu sangat besar sekali. Mau berapa? 1 rubbel1 rupiah, demikian juga 1 riyal 1 rupiah, juga bisa. Apalagi dollar, mau 1 dollar 1 rupiah juga bisa.

Kalau demikian, maka Indonesia bisa dapat minyak dengan harga rupiah. Jika ron 95 dijual di Arab Saudi seharga SAR 2.33, maka seharusnya bisa dijual dengan Rp8.8 ribu per liter. Paling tidak begitu. Tapi bukan sekedar itu, namun jauh lebih dahsyat.

Lagi-lagi Ini adalah urusan dan kewenangan Presiden Jokowi, jika hendak mendapatkan uang sebesar Rp3 ribu triliun setahun. Uang sebanyak ini cukup untuk membangun seluruh infrastruktur Indonesia.

Jika semua negara yang mengimpor batu bara dan sawit, terlebih dahulu akan membeli rupiah dari Indonesia. Jika mereka tidak mau, maka Indonesia bisa minta pembelian dengan emas. Sehingga cadangan emas akan bertambah.

Dengan uang sebesar itu, maka Indonesia bisa bangun apa saja sekarang, tak perlu lagi mengemis utang. Bahkan bisa dilunasi dalam dua setengah tahun ke depan.

Selain itu, Jokowi bisa bagi-bagi uang ke rakyat. Semua rakyat Indonesia bisa sugih mendadak. Yang penting pemerintah jangan pelit dan cuma mau kaya sendiri. Kalau rame-rame kan lebih menyenangkan.

(Annisa\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar