Rusia Ancam Cabut dari Program Stasiun Luar Angkasa

Senin, 04/04/2022 23:04 WIB
Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden AS Joe Biden (Tribun)

Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden AS Joe Biden (Tribun)

Jakarta, law-justice.co - Tekanan negara Barat yang begitu kencang membuat Rusia mengancam akan keluar dari program stasiun luar angkasa internasional (ISS). Hal itu diungkapkan Kepala Badan Antariksa Federdal Rusia, Roscosmos, Dmitry Rogozin.

Seperti diketahui, Rusia menerima sanksi dari Amerika Serikat, Jepang, Kanada dan Uni Eropa serta mitra ISS lain karena invasi yang dilakukan ke Ukraina.

"Tujuan sanksi itu adalah untuk membunuh ekonomi Rusia, menjerumuskan rakyat kita ke dalam keputusasaan dan kelaparan serta membuat negara kita bertekuk lutut," kata Rogozin melalui akun Twitterny seperti dilansir dari space.

"Saya percaya bahwa pemulihan hubungan normal antara mitra di Stasiun Luar Angkasa Internasional dan proyek bersama lainnya hanya mungkin dengan pencabutan sanksi ilegal yang lengkap dan tanpa syarat," tambahnya dalam tweet lain.

Rogozin juga menungkapkan keluhan yang sama kepada lembaga mitra ISS secara formal pada 14 Maret. Dalam celotehannya di media sosial Twitter, ia juga membeberkan jawaban dari administrator NASA, Bill Neslon melalui surat balasan resmi pada 30 Maret.

"AS terus mendukung kerja sama antariksa pemerintah internasional, terutama kegiatan yang terkait dengan pengoperasian ISS dengan Rusia, Kanada, Eropa, dan Jepang."

"Langkah-langkah kontrol ekspor AS yang baru dan yang sudah ada terus memungkinkan kerja sama antara AS dan Rusia untuk memastikan operasi ISS yang aman dan berkelanjutan," tulis surat jawaban Nelson seperti yang diungkpakan Rogozin.

Meski begitu, apa yang diungkapkan Rogozin melalui media sosial tidak berarti program ISS akan segea dibubarkan. Terlebih, Rogozin dikenal sebagai sosok yang sering memberikan pernyataan secara hiperbolik.

Sebelumnya, Arstechnica, invasi Rusia ke Ukraiana telah memicu serangkaian konsekuensi. Dalam domain ruang angkasa, invasi telah menyebabkan pemutusan hubungan antara Barat dan Rusia.

SpaceNews, misalnya, menghitung 16 peluncuran komersial yang telah dijadwalkan untuk terbang dengan roket Soyuz Rusia selama dua tahun ke depan. Sekarang muatan tersebut terdampar, memengaruhi pelanggan mulai dari perusahaan swasta OneWeb, Komisi Eropa, hingga pemerintah Swedia.

Termasuk penerbangan bersama Eropa-Rusia yang dijadwalkan untuk diluncurkan ke Mars tahun ini, ExoMars yang dipastikan akan tertunda selama bertahun-tahun dan kemungkinan besar akan dibatalkan.

Hal ini yang akhirnya menimbulkan spekulasi tentang nasib Stasiun Luar Angkasa Internasional, yang dimiliki 15 negara mitra dan merupakan "permata mahkota" persatuan antariksa antara NASA dan Rusia.

Pada 2021, Rusia juga pernah mengancam untuk meninggalkan ISS juga dengan alasan yang sama. Namun, jika itu terjadi artinya Rusia akan mengakhiri hubungan yang telah dibangun lebih dari 20 tahun bersama 15 negara yang menjadi bagian dari program ISS.

"Jika sanksi terhadap Progress dan TsNIIMash tetap ada dan tidak dicabut dalam waktu dekat, masalah penarikan Rusia dari ISS akan menjadi tanggung jawab mitra Amerika," ujar Rogozin menurut The Hill pada 8 Juni 2021 lalu.

"Kita akan bekerja sama, dalam hal ini jika sanksi segera dicabut, atau kita tidak akan bekerja sama dan kami akan mengerahkan stasiun kita sendiri," kata Rogozin kala itu.

Di samping itu, Rusia juga telah berencana untuk meluncurkan stasiun luar angkasa sendiri pada 2030.

"Jika pada tahun 2030, sesuai dengan rencana kami, kami dapat menempatkannya di orbit, itu akan menjadi terobosan kolosal. Kami punya keinginan untuk mengambil langkah baru dalam eksplorasi ruang angkasa dengan pesawat berawak," imbuhnya.

(Gisella Putri\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar