5 Bos Investasi Bodong Divonis 12-14 Tahun Bui, Tipu Korban Rp84,9 M

Rabu, 30/03/2022 09:54 WIB
Ilustrasi palu pengadilan (netral)

Ilustrasi palu pengadilan (netral)

Jakarta, law-justice.co - Majelis Hakim Pengadilan Negeri Pekanbaru menjatuhkan vonis 12 dan 14 tahun penjara terhadap lima bos PT Pikasa Grup. Kelima bos perusahaan itu terbukti bersalah dalam kasus investasi bodong.

Vonis lima bos PT Fikasa Grup yakni, Bakti Salim, Agung Salim, Elly Salim, Kristian Salim dan Maryani dibacakan Selasa (29/3) malam ini di PN Pekanbaru Jalan Teratai.

Pembacaan vonis lima terdakwa dimulai sekitar pukul 21.30-23.15 Wib.

Kelima terdakwa terlihat hadir lewat sidang virtual. Sementara perwakilan korban hadir langsung di pengadilan mengikuti jalannya sidang vonis yang dipimpin Mejelis Hakim, Dahlan didampingi 2 hakim anggota Estino dan Tomi manik.

"Menyatakan terdakwa Bakti salim, Agung Salim, Ely Salim dan Kristian Salim terbukti secara sah dan meyakinkan telah bersalah melakukan tindak pidana bersama-sama menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan tanpa izin usaha dari Bank Indonesia secara berlanjut," ucap majelis hakim.

Atas perbuatanya, empat terdakwa yang disidang dalam satu berkas perkara yang sama divonis 14 tahun. Bahkan keempat terdakwa juga diminta membayar denda Rp 20 miliar.

"Menjatuhkan pidana terhadap para terdakwa dengan pidana penjara masing-masing selama 14 tahun dan denda sejumlah Rp 20 miliar. Apabila denda tersebut tidak dibayar diganti pidana kurungan masing-masing selama 11 bulan," kata majelis.

Selanjutnya majelis menyatakan masa penahanan yang telah dijalani terdakwa dikurangi sepenuhnya terhadap pidana yang dijatuhkan. Termasuk memerintahkan para terdakwa tetap ditahan.

Tanah-Hotel di Bali Disita

Selain kurungan badan, Hakim juga meminta Jaksa menyita sejumlah barang bukti aset di kasus tersebut. Aset-aset itu antara lain beberapa bidang tanah, hotel dan resort di Bali.

Aset-aset perusahaan disita untuk dilelang dan membayar uang kerugian korban. Sisa dari aset tersebut dikembalikan ke negara dan JPU melakukan upaya TPPU di kasus tersebut.

"Memerintahkan barang bukti berupa sebidang tanah atas nama PT Bukit Cinere Indah seluas 460 m², tanah atas nama PT Bukit Cinere Indah 463 m², sebidang tanah PT 417 m², satu unit hotel and resort di Bali dan satu unit hotel di Bali, kantor, satu unit rumah kantor atas nama PT Intiputra Pikasa dirampas untuk mengganti kerugian para korban sebesar Rp 84,9 miliar dengan cara dilelang lewat lembaga pelelangan negara," kata majelis.

Apabila ada sisanya dari lelang tersebut, maka uang dikembalikan kepada penuntut umum untuk dijadikan dalam perkara TPPU.

Salah satu korban, Pormian Simanungkalit mengatakan puas atas vonis hakim terkait kasus tersebut. Ia berharap kerugian yang dialami bersama korban lain dapat segera dibayarkan.

"Saya mewakili kawan-kawan sangat puas. Yang paling penting adalah kerugian kami harus diganti sesuai yang telah dibacakan hakim tadi dalam putusanya setelah aset-aset mereka disita untuk dilelang," terang Pormin.

Sebelumnya, 5 bos perusahaan investasi di Riau didakwa karena melakukan penipuan terhadap para nasabahnya. Tak tanggung-tanggung, kerugian para korban mencapai Rp 84,9 miliar.

Sidang dakwaan kelima bos perusahaan investasi itu digelar pertama kali di PN Pekanbaru, Senin (22/11/2021) lalu. Penipuan investasi itu disebut dilakukan dua anak perusahaan Fikasa Group, yakni PT Tiara Global dan PT Wahana Bersama Nusantara. Dalam dakwaan yang dibacakan jaksa penuntut umum (JPU), ada 10 korban yang melaporkan kasus itu ke Mabes Polri.

Saat itu, PT Wahana, yang bergerak di bidang usaha consumer product dan PT TGP di bidang usaha properti bernaung di bawah Fikasa Group, membutuhkan tambahan modal operasional perusahaan.

Terdakwa 2, Agung Salim yang menjabat Komisaris Utama di PT Wahana mencari ide untuk mendapatkan tambahan modal. Lalu diputuskan menerbitkan promissory note (surat sanggup bayar) atas nama perusahaan dalam Fikasa Group.

Kemudian, terdakwa Agung Salim menyuruh Maryani menjadi marketing dari PT Wahana dan Tiara.

Terdakwa Maryani lalu mendatangi korban di Pekanbaru pada Oktober 2016. Maryani disebut menawarkan investasi dengan bunga 9-12% per tahun dengan menjadi pemegang promissory note PT Wahana dan PT Tiara.

Bunga bank pada umumnya hanya 5% per tahun, tetapi Maryani menjanjikan bunga 9-12%. Jadi tabungan berbentuk promissory note ini lebih menguntungkan.

Singkat cerita, para terdakwa mendapat dana miliaran rupiah dari nasabah. Namun dana itu bukan dikirim ke PT Wahana.

Dana itu dikirim ke rekening perusahaan lain, di luar kesepakatan. Akibatnya, para nasabah hanya menerima persenan dari suntikan modal hingga 2019.

Sejak saat itu, nasabah tidak lagi ada mendapat persenan. Termasuk modal yang disuntikkan juga tak ada kejelasan.

 

 

(Annisa\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar