GP Ansor Apresiasi Hakim yang Lepaskan 2 Terdakwa Penembak Laskar FPI

Minggu, 20/03/2022 06:38 WIB
Sidang lanjutan perkara dugaan pembunuhan di luar hukum alias Unlawful Killing yang menewaskan 6 anggota eks Laskar FPI dengan agenda pemeriksaan saksi. (Tribunews)

Sidang lanjutan perkara dugaan pembunuhan di luar hukum alias Unlawful Killing yang menewaskan 6 anggota eks Laskar FPI dengan agenda pemeriksaan saksi. (Tribunews)

Jakarta, law-justice.co - Gerakan Pemuda (GP) Ansor memberikan apresiasinya kepada majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) yang memvonis lepas dua polisi terdakwa pembunuhan sewenang-wenang (unlawful killing) terhadap enam anggota laskar Front Pembela Islam (FPI).

Sekretaris Jenderal Pimpinan Pusat GP Ansor, Abdul Rochman, dalam siaran pers di Jakarta, Sabtu (19/3/2022), menilai putusan tersebut tepat dan menunjukkan kejernihan hakim dalam melihat persoalan yang menjerat dua polisi itu, yakni Brigadir Polisi Satu (Briptu) Fikri Ramadhan dan Inspektur Polisi Dua (Ipda) Mohammad Yusmin Ohorella.

"Putusan itu sudah tepat sekaligus menunjukkan majelis hakim jernih dalam melihat persoalan ini secara detail. Dari berbagai keterangan saksi, memang penembakan anggota FPI itu terpaksa dilakukan karena mereka jelas melawan dan membahayakan petugas serta masyarakat," katanya.

Di samping itu, Abdul Rochman menilai secara prosedur tetap tidak ada yang salah dengan tindakan tegas kedua polisi tersebut.

Menurutnya, penembakan tidak akan terjadi jika anggota ormas FPI menaati dan mematuhi aturan hukum. Ia mengatakan sikap anggota FPI yang merebut senjata api dan menganiaya aparat saat bertugas tidak bisa dibenarkan.

Mewakili GP Ansor, Abdul Rochman mengajak semua pihak untuk menghormati keputusan Majelis Hakim PN Jakarta Selatan tersebut.

Abdul Rochman mengatakan putusan majelis hakim melepaskan dua polisi dari hukum pidana itu merupakan solusi terbaik atas polemik penembakan enam anggota FPI yang terjadi pada 7 Desember 2020.

“Mari, saatnya hentikan saling mengklaim atas kebenaran isu ini. Kita harus bersama-sama menjadikan hukum sebagai pedoman sekaligus panglima,” ujarnya.

Selain itu, dia mengajak masyarakat Indonesia untuk menjunjung tinggi norma-norma hukum yang telah menjadi kesepakatan bersama.

Dia menyampaikan pascareformasi, kepolisian senantiasa berupaya keras menjadi aparat yang bekerja secara profesional.

Melalui komitmen itu, katanya, aparat tidak akan serampangan dalam menjalankan tugasnya karena dilindungi undang-undang.

“Di lapangan, faktanya memang tidak mudah dan akhirnya memicu ketegangan atau benturan. Namun, semestinya ketegangan itu bisa diselesaikan dengan pola komunikasi yang baik, bukan kekerasan atau perlawanan fisik,” ucapnya.

(Annisa\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar