YLBHI soal Hakim Lepaskan Penembak Mati Laskar FPI: Janggal!

Minggu, 20/03/2022 06:17 WIB
Anggota Laskar FPI yang menjadi korban penembakan polisi (Tribunnews)

Anggota Laskar FPI yang menjadi korban penembakan polisi (Tribunnews)

Jakarta, law-justice.co - Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) ikut menyoroti soal putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang membebaskan dua anggota Polisi penembak 6 anggota FPI.

Menurut Ketua YLBHI, Muhammad Isnur, hakim mesti mempertimbangkan temuan-temuan Komnas HAM. Dia berpandangan, hakim banyak bertumpu pada kesaksian dua polisi yang menjadi terdakwa penembakan.

“Hakim harusnya out of the box (kreatif atau keluar dari kebiasaan-kebiasaan, Red). Dia harusnya punya pertimbangan untuk menggunakan pertimbangan-pertimbangan lain, misalnya Komnas HAM,” kata Isnur, Jumat (18/3/2022).

Makanya Ketua YLBHI mendorong jaksa menindaklanjuti putusan majelis hakim PN Jakarta Selatan itu.

“Kami melihat ada yang janggal di proses ini, tentu ini perlu dicek lagi oleh jaksa, sejauh mana jaksa menuntut di ruang sidang. Kami mempertanyakan proses putusan ini,” kata Isnur.

Ia menyampaikan putusan itu dapat jadi preseden yang tidak baik untuk penegakan hukum ke depannya, karena keterangan terdakwa jadi salah satu rujukan utama majelis hakim dalam membuat putusan.

Majelis hakim PN Jakarta Selatan memutuskan dua polisi terdakwa penembakan empat anggota FPI, yaitu Briptu Fikri Ramadhan dan Ipda Mohammad Yusmin Ohorella lepas dari sanksi pidana, meski keduanya terbukti menembak mati korbannya.

Majelis hakim, dalam amar putusan, menyampaikan Fikri dan Yusmin tidak dapat dipidana dan harus dilepaskan dari seluruh tuntutan, karena penembakan itu yang terjadi dalam mobil Xenia milik polisi pada 7 Desember 2020 merupakan upaya membela diri.

Pembelaan diri itu yang menjadi alasan majelis hakim membenarkan dan memaafkan perbuatan kedua terdakwa.

Walau demikian, Isnur keberatan terhadap alasan majelis hakim itu, karena menurut dia alasan pembelaan hanya dapat digunakan apabila terdakwa dalam posisi sebagai korban.

“Pasal pembelaan itu (digunakan saat) dia (terdakwa) dalam keadaan yang menjadi korban. Ini posisinya terbalik. Polisi dalam keadaan menguasai,” kata Isnur menerangkan.

Sejauh ini, jaksa penuntut umum belum memberi sikap terhadap putusan majelis hakim.

Jaksa Fadjar saat persidangan pembacaan putusan di Jakarta, Jumat, menyampaikan pihaknya masih pikir-pikir dulu.

Kejaksaan Agung pada kesempatan yang lain menyampaikan pihaknya menghormati keputusan majelis hakim PN Jakarta Selatan tersebut.

Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung Ketut Sumedana kepada wartawan di Jakarta, Jumat, menerangkan sikap jaksa pada persidangan itu sudah tepat, karena mereka punya waktu 7 hari untuk pikir-pikir dulu sebelum menentukan sikap, yaitu menerima putusan atau mengajukan kasasi.

Enam anggota FPI, yaitu Luthfi Hakim (25), Andi Oktiawan (33), Muhammad Reza (20), Ahmad Sofyan alias Ambon (26), Faiz Ahmad Syukur (22), dan Muhammad Suci Khadavi (21), pada 7 Desember 2020, tewas tertembak oleh polisi di dua lokasi berbeda.

Luthfi dan Andi tewas di Jalan Simpang Susun Karawang. Sedangkan empat anggota FPI lainnya tewas tertembak di dalam mobil Xenia milik polisi, saat kendaraan itu melaju di Tol Cikampek Km 51+200 menuju Markas Polda Metro Jaya.

(Annisa\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar