Penembak Laskar FPI Divonis Lepas, Apa Bedanya dengan Vonis Bebas?

Sabtu, 19/03/2022 12:47 WIB
Polisi penembak laskar FPI divonis lepas oleh majelis hakim PN Jaksel (JPNN)

Polisi penembak laskar FPI divonis lepas oleh majelis hakim PN Jaksel (JPNN)

Jakarta, law-justice.co - Majelis Hakim pada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memvonis lepas dua polisi penembak anggota laskar FPI. Lantas apakah perbedaan vonis lepas dengan vonis bebas?

Pasal 191 ayat (1) dan ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) menulis bedanya putusan bebas dan lepas.

(1) Jika pengadilan berpendapat bahwa dari hasil pemeriksaan di sidang, kesalahan terdakwa atas perbuatan yang didakwakan kepadanya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan, maka terdakwa diputus bebas.


(2) Jika pengadilan berpendapat bahwa perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa terbukti, tetapi perbuatan itu tidak merupakan suatu tindakan pidana, maka terdakwa diputus lepas dari segala tuntutan hukum.

Guru Besar Hukum Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed), Prof Hibnu Nugroho menjelaskan lebih lanjut. " Jadi kuncinya ada atau tidak perbuatan," kata Hibnu seperti dilansir dari detikcom, Sabtu (19/3/2022).

Putusan bebas jika hakim memutuskan bahwa tidak terbukti ada tindakan atau perbuatan sesuai surat dakwaan.

"Kalau putusan bebas itu, itu putusan tidak terbukti atau tidak terpenuhi bukti sesuai surat dakwaan," kata Hibnu.

Lalu, soal lepas, terbukti telah terjadi tindakan, dalam kasus ini adalah penembakan terhadap enam Laskar FPI. Namun, tidak memenuhi unsur pidana.

"Kalau lepas, itu adalah ada suatu perbuatan, tapi ada beberapa hal. Bisa karena bukan pidana, bisa karena ada faktor lain. Karena ada unsur terpaksa, seperti sekarang," ujar Guru Besar di bidang Ilmu Pidana itu.

"Ini ada dalam rumusan dakwaan, ada. Tapi ada alasan pemaaf, dan pembenar," sambung Hibnu.

Hibnu tidak mempermasalahkan vonis lepas kepada dua polisi tersebut. Menurutnya, secara normatif, tindakan tersebut beralasan membela diri. Selain itu, polisi memiliki standar operasional prosedur (SOP) penggunaan senjata api.

"Kalau lihat ada suatu mengeluarkan tindakan sesuai profesi profesional. Ini kan petugas, kecuali bukan petugas. Petugas standar SOP jelas, SOP menggunakan senjata jelas," kata Hibnu membeberkan.

"Kalau saya lihat, melihat normatif beralasan, sehingga ada penembakan," tutupnya.

Majelis hakim mengungkapkan peristiwa penembakan laskar FPI yang dilakukan Briptu Fikri Ramadhan dan Ipda M Yusmin Ohorella yang dinyatakan hakim sebagai pembelaan terpaksa. Sebelumnya, jaksa menuntut keduanya dipenjara selama 6 tahun.

Hakim awalnya mengungkapkan adanya serangan yang dilakukan anggota FPI yang ditumpangi dua terdakwa.

"Mejelis hakim berpendapat bahwa telah ada serangan yang melawan hukum berupa perusakan dan penembakan yang dilakukan anggota FPI terhadap mobil yang ditumpangi Ipda Elwira, Yusmin, Faisal, dan Terdakwa (Fikri). Oleh karena itu, sebagai anggota Polri yang tugas, terpaksa melakukan pembelaan diri atas serangan tersebut dengan melakukan tindakan tegas terukur, yaitu dalam penembakan balasan terhadap mobil Chevrolet anggota FPI yang telah menembak terlebih dahulu meskipun sudah ada tembakan peringatan," ujar hakim.

Hakim menyebut tidak hanya menyerang mobil yang ditumpangi dua terdakwa, anggota laskar FPI itu juga mencekik salah satu anggota. Menurut hakim, perbuatan itu adalah melawan hukum.

"Menimbang pada pokok peristiwa kedua, majelis hakim berpendapat telah ada serangan yang melawan hukum dari anggota FPI yang dilakukan dengan cara mencekik, mengeroyok, menjambak, serta merebut senjata api terdakwa sehingga mendapatkan luka-luka sebagai tercatat dalam visum, maka Ipda Elwira, Yusmin, dan Terdakwa yang sedang menjalankan tugas," kata hakim.

"Dan dalam rangka mempertahankan senjata api, yang bagi anggota Polri adalah segenap jiwa yang harus dilindungi, dengan terpaksa melakukan pembelaan diri dengan mengambil sikap untuk lebih baik menembak terlebih dulu daripada tertembak, kemudian dengan melakukan tindakan tegas dan terukur, yaitu melakukan penembakan yang mengakibatkan empat anggota FPI atas nama Lutfi Hakim, Ahmad Sofyan, M Suci, dan Khadafi Putra M Reza meninggal dunia," lanjut hakim.

Menurut majelis hakim, apabila keduanya tidak menembak anggota laskar FPI itu, kemungkinan kedua terdakwa-lah yang menjadi korban.

"Apabila hal tersebut tidak dilakukan, dan senjata milik Terdakwa berhasil direbut oleh anggota FPI, bukan tidak mungkin Ipda Elwira, Yusmin, dan Terdakwa menjadi korban sendiri," kata hakim.

Karena itu, hakim menilai perbuatan kedua terdakwa adalah pembelaan terpaksa yang melampaui batas. Hakim menilai kedua terdakwa seharusnya dibebaskan dari tuntutan jaksa.

"Kesimpulan, pokok peristiwa pertama sebagaimana diuraikan di atas dapat diuraikan dapat dikualifikasikan sebagai pembelaan terpaksa. Dan terhadap pembelaan terdakwa pada pokok peristiwa kedua dapat dikualifikasikan sebagai pembelaan terpaksa yang melampaui batas," papar hakim.

"Sehingga kepada terdakwa tidak dapat dimintai pertanggungjawaban dengan dijatuhi pidana sehingga terdakwa harus dilepas dari segala tuntutan hukum," tegas hakim.

 

(Nikolaus Tolen\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar