Jadi Rayap Demokrasi, Luhut Tak Pantas Disebut Negarawan

Kamis, 17/03/2022 13:14 WIB
Menko Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan (Foto: Istimewa)

Menko Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan (Foto: Istimewa)

Jakarta, law-justice.co - Pernyataan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan yang mendukung penundaan Pemilu dinilai sebagai rayap demokrasi. Oleh karena itu, Luhut dinilai tak pantas disebut sebagai negarawan.

Hal itu lantaran pemerintah yang seharusnya menjaga demokrasi justru tampil menggerogoti cita-cita perjuangan 1998, khususnya tentang pembatasan masa jabatan presiden. Hal itu disampaikan oleh Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting, Pangi Syarwi Chaniago, Kamis (17/3/2022).

"Menurut saya sudah tidak pantas lagi disebut sebagai negarawan. Miris. Mereka yang seharusnya menjaga kualitas demokrasi kita, justru menjadi rayap demokrasi," kata Pangi.

Pangi menjelaskan, Luhut belum lama ini hadir di muka umum dengan menyatakan dukungan untuk Presiden Joko Widodo agar menjabat kembali untuk periode yang ketiga.

Beriringan dengan itu, mantan Menko Marves itu juga menggunakan analisis big data untuk melegitimasi penundaan pemilu.

"Dia membuat heboh big data 110 juta suara rakyat menginginkan gelaran Pemilu 2024 ditunda. Saya tantang Luhut ekspose data tersebut, berani kalau bukan manipulasi data?" ujar Pangi

Lebih lanjut, pengajar di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta ini meyakini, Luhut dan sejumlah tokoh politik yang mengkampanyekan penundaan pemilu hanya anggota orkestrasi dari desain penundaan pemilu yang dibuat oleh oligarki.

"Menurut saya, ada dugaan arsitek desain penundaan pemilu yang punya tangan-tangan di pemerintah," tutupnya.

(Gisella Putri\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar