Bukannya Halal, Ahli Kaligrafi Sebut Logo Baru Malah Terbaca Haram

Senin, 14/03/2022 18:49 WIB
Logo Halal baru yang dikeluarkan oleh BPJH Kemenag (bisnis)

Logo Halal baru yang dikeluarkan oleh BPJH Kemenag (bisnis)

Jakarta, law-justice.co - Polemik soal logo halal baru yang dikeluarkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJH) Kementerian Agama terus berlanjut. Bermula dari kritikan ormas seperti Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan kalangan DPR, kritikan lainnya juga disampaikan oleh ahli kaligrafi.

Pegiat kaligrafi Khudori Bagus mengataan bahwa dalam ilmu kaligrafi ada 7 jenis yakni Naskhi, Riq`ah atau Riq`iy, Diwani, Diwany Jaly, Tsulutsi, KUFI dan al Farisy. Kata Khudori, jika melihat bentuk logo baru halal BPJPH, maka bisa disebut termasuk kategori khat kufi.

"Tapi pada huruf ha nya, ada tambahan garis lurus menjulang ke bawah yang tidak relevan dengan gaya khat kufi. Jika ini jenis Kufi, maka di bagian tengah ada huruf La yang gaya penulisannya bisa terbaca huruf ra," jelas dia dalam laman Facebook pribadinya seperti dikutip, Senin (14/3/2022).

Lebih lanjut, Khudori menjelaskan, di bagian akhir ada huruf lam yang dibentuk mirip bulatan. Menurut Khudori, cara penulisan kaligrafi itu bisa dikatakan tidak sesuai dengan kaidah khat kufi. Sebab, akan disangka sebagai huruf mim.

Artinya, jika dibaca secara utuh, logo baru yang dibuat oleh Kemenag akan terbaca haram. Argumentasinya, di bagian depan terbaca ha, tengah Ra dan di bagian akhir huruf mim.

"Maka logo itu akan terbaca bukan halal tapi haram," terang Khudori.

Lebih lanjut, Khudori mengatakan, dalam dunia kaligrafi, jika sebuah karya terdiri dari jenis Khat campuran maka lazim disebut Khat syaka.

Khudori juga menyoroti tampilan logo halal yang menyerupai gunungan wayang. Ia menilai, tampilan logo itu justru cenderung mencerminkan hanya 1 budaya dan terkesan asal bukan arab. Ia menyarankan, dalam pembuatan logo halal yang baru menggunakan huruf yang biasa saja.

"Sebaiknya pemilihan font (bentuk huruf) pada logo ini menggunakan font standar dan tidak neko-neko, sebagaimana font yang digunakan oleh negara-negara lain," tutupnya.

(Gisella Putri\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar