Vonis Penjara Edhy Prabowo Disunat 4 Tahun, KPK Singgung Keadilan

Kamis, 10/03/2022 10:19 WIB
Ekk Menteri KKP Edhy Prabowo (Tempo)

Ekk Menteri KKP Edhy Prabowo (Tempo)

Jakarta, law-justice.co - Dalam merespons vonis 5 tahun penjara mantan Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo, di pengadilan tingkat kasasi (Mahkamah Agung), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyinggung rasa keadilan masyarakat.

Pelaksana Tugas (PLT) Juru Bicara Penindakan KPK, Ali Fikri, menuturkan pemberantasan korupsi memerlukan komitmen kuat termasuk dari penegak hukum.

Kata dia, korupsi sebagai musuh bersama dan kejahatan luar biasa harus diberantas dengan cara-cara yang luar biasa pula.

"Satu di antaranya tentu bisa melalui putusan yang mempertimbangkan rasa keadilan masyarakat dan juga mampu memberi efek jera untuk mencegah perbuatan serupa kembali terulang," ujar Ali melalui keterangan tertulis, Kamis (10/3).

Ali menambahkan, pemberian efek jera merupakan salah satu esensi penegakan hukum tindak pidana korupsi. Efek jera bisa dengan besarnya putusan pidana pokok atau badan serta pidana tambahan seperti uang pengganti ataupun pencabutan hak politik.

"Oleh karenanya, putusan majelis hakim seyogianya juga mempertimbangkan hakikat pemberantasan korupsi sebagai extraordinary crime," ucap Ali.

Sebagai informasi, hukuman pidana penjara terhadap Edhy di pengadilan tingkat kasasi sama seperti tuntutan jaksa KPK dan lebih ringan daripada putusan pengadilan tingkat banding yang menghukum Edhy dengan 9 tahun penjara.

Edhy juga dihukum MA untuk membayar denda Rp400 juta subsidair 6 bulan kurungan dan uang pengganti sebesar Rp9.687.447.219 dan US$77.000 dengan memperhitungkan uang yang telah dikembalikan. Hak politik Edhy dicabut selama 2 tahun.

Adapun alasan MA menjatuhkan vonis tersebut kepada Edhy karena mempertimbangkan bahwa yang bersangkutan telah berbuat baik selama menjabat Menteri Kelautan dan Perikanan Kabinet Indonesia Maju.

Putusan di tingkat kasasi ini diadili oleh ketua majelis Sofyan Sitompul dengan hakim anggota masing-masing Gazalba Saleh dan Sinintha Yuliansih Sibarani. Putusan diketok pada Senin, 7 Maret 2022.

 

 

(Annisa\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar