Siggung Utang 6 Ribu Triliun, Warga Banten Ikut Gugat UU IKN ke MK
Gedung Mahkamah Konstitusi. (Foto: Dok. LQ Indonesia).
Jakarta, law-justice.co - Selain sejumlah tokoh, pihak lain yang ikut menggugat Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara (UU IKN) ke Mahkamah Konstitusi (MK) adalah warga Tangerang, Banten. Warga bernama Sugeng itu meminta agar UU itu dibatalkan karena alasan utang pemerintah sudah tembus Rp6.000 triliun.
"Utang pemerintah kini mencapai Rp 6.687 triliun serta kewajiban membayar bunga utang pemerintah setiap tahunnya sangat besar. Pemerintah sudah banyak menjual surat utang negara, baru-baru ini akan melelang surat utang negara Rp 25 triliun," demikian bunyi permohonan Sugeng yang dilansir website MK, Senin (7/3/2022).
Selain itu, saat ini masih banyak prioritas yang harus dilakukan pemerintah seperti menghadapi bencana alam. Selain itu, anggaran pemindahan IKN lebih baik dialokasikan untuk modernisasi alutsista TNI. Seperti membeli 42 pesawat tempur dari Prancis, 36 pesawat F15 dari AS.
"Modernisasi alutsista TNI lebih prioritas daripada hanya untuk pemindahan ibu kota baru, sepanjang dilakukan bertahap sesuai anggaran yang ada dan sesuai kebutuhan," bebernya.
Sugeng juga menilai pemindahan ibu kota ke Nusantara akan merusak lingkungan hidup, fauna, dan flora. Sebab, dampak pembangunan, perumahan penduduk, pertokoan, pasar, dan sebagainya.
"Beberapa BUMN Indonesia mengalami kerugian besar antara lain PT Garuda Indonesia, Krakatau Steel, Jiwasraya, ASABRI, yang perlu penanganan serius," tuturnya.
"Tuntutan. Mahkamah Konstitusi (MK) agar membatalkan UU Nomor 3 Tahun 2022 tentang Pemindahan Ibu Kota Negara," sambung Sugeng menegaskan tuntutannya.
Permohonan serupa diajukan oleh seorang guru honorer dari Dumai, Riau, bernama Harifuddin Daulay. Ia menolak dengan alasan naskah akademik RUU IKN tidak terpapar dengan jelas soal untung dan rugi pemindahan IKN. Rencana itu juga dinilai terburu-buru sehingga perlu dibatalkan oleh MK.
"UU Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara tidak mempunyai kekuatan hukum mengingat," pinta Harifuddin.
Sebelumnya, Din Syamsuddin bersama 20 orang lainnya juga menggugat UU IKN ke MK agar dibatalkan. Din Syamsuddin dkk menilai proses pembentukan UU itu cacat. Salah satunya saat DPR mendengar ahli, ada ahli yang mempersoalkan materi RUU IKN.
"Namun tidak mendapatkan pertimbangan atas pendapat dan hak mendapatkan penjelasan atau jawaban atas pendapat yang diberikan," jelas Din dan kawan-kawan.
Komentar