Ada Kekuatan di Dalam Lingkaran Presiden yang Mulai Liar

Minggu, 06/03/2022 05:34 WIB
Presiden Joko Widodo (voanews.com)

Presiden Joko Widodo (voanews.com)

Jakarta, law-justice.co - Pihak Istana Negara dengan tegas membantah isu bahwa usulan penundaan Pemilu 2024 berasal atau setidaknya atas sepengetahuan Presiden Joko Widodo.

Staf Khusus Menteri Sekretaris Negara, Faldo Maldini menyatakan, tanpa bukti valid, isu tersebut akan menjadi gosip politik.

”Agak berbahaya jika gosip politik dijadikan kebenaran,” ujarnya beberapa waktu lalu.

Pelempar pertama wacana penundaan pemilu ke publik dengan alasan menyerap aspirasi masyarakat adalah Ketua Umum (Ketum) Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Muhaimin Iskandar.

Kemudian disusul Ketum Partai Golkar Airlangga Hartarto dan Ketum Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan.

Sebaliknya, partai utama pengusung Jokowi, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), justru menolak usul tersebut.

Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto malah menyentil lingkaran dalam Jokowi yang dianggap tidak memahami keinginan sang presiden.

Sebelum isu penundaan pemilu, bergulir dulu isu Jokowi kembali dicalonkan untuk periode ketiga. Tapi, dalam beberapa kesempatan sebelumnya, Jokowi menegaskan menolak wacana tersebut.

Menurut Faldo, Presiden Jokowi sedang berfokus bekerja dengan bertemu masyarakat dan mengejar target kinerja pemerintah.

”Ini (penundaan pemilu) maunya Pak Jokowi atau tidak? Kalau diukur, pemerintah tidak punya waktu untuk bicara hal ini,” tuturnya dalam diskusi Komunitas Total Politik.

Karena itu, dia meminta isu tersebut tidak lagi menyeret nama Jokowi. Tentang mengapa mantan gubernur Jakarta tersebut tidak kunjung memberikan pernyataan, Aldo menyatakan bahwa pendekatan yang dilakukan bukan pendekatan ketokohan.

Jadi, tokoh yang bersangkutan, dalam hal ini Jokowi, tidak harus bicara.

”Saya kurang sepakat kalau Bapak Presiden muncul dan mengomentari hal ini. Ya, kami pantau terus,” bebernya.

Sementara itu, mantan Wakil Presiden Indonesia Jusuf Kalla mengingatkan semua pihak berhati-hati terhadap wacana penundaan pemilu. JK, sapaan akrabnya, menegaskan bahwa memperpanjang pemilu dari jadwal yang telah ditetapkan jelas melanggar konstitusi. ”Kecuali kalau konstitusinya diubah,” katanya kemarin (4/3).

Lebih jauh, JK berpendapat, Indonesia memiliki sejarah panjang tentang konflik. Karena itu, dia menyarankan seluruh pihak taat pada konstitusi. ”Konstitusinya mengamanatkan pemilu lima tahun sekali. Kalau tidak taat konstitusi, negeri ini akan ribut,” ujarnya.

Senada dengan JK, Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Indonesia (UI) menilai ada upaya pembangkangan konstitusi dan UU tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3) dari usul penundaan Pemilu 2024.

Ketua BEM UI, Bayu Satria Utomo menegaskan, perpanjangan masa jabatan presiden sebagai konsekuensi penundaan pemilu sangat memungkinkan memicu lahirnya permasalahan lain.

”Apabila seseorang atau sekelompok bertahan terlalu lama, potensi penyalahgunaan kekuasaan akan sangat tinggi,” kata Bayu.

Apalagi jika lebih dari 10 tahun.

”Konstitusi bukan puzzle untuk kepentingan kelompok tertentu yang bisa ditambahi atau dikurangi sesuka hati tanpa alasan yang pasti,” sambungnya.

Di sisi lain, pengamat politik Universitas Paramadina, Ahmad Khoirul Umam mengatakan, lambatnya Jokowi merespons polemik wacana penundaan pemilu mengindikasikan adanya komunikasi yang terputus antara PDIP dan gerbong Istana Presiden.

Umam melihat ada elemen di lingkaran istana yang berada di luar kendali partai penguasa.

”Artinya, ada kekuatan di lingkaran presiden yang mulai liar dan di luar kontrol partai penguasa,” kata Umam kepada Jawa Pos kemarin.

Umam menerangkan, besarnya pengaruh kekuatan ekonomi-politik kelompok di lingkaran presiden itu terkesan ingin menjaga jarak dengan PDIP.

Bukan hanya itu, kelompok tersebut juga seolah ingin mengambil alih pengaruh dan otoritas kekuasaan presiden.

”Untuk itu, PDIP harus mengevaluasi soliditas koalisi partai politik di lingkungan pemerintahan,” paparnya.

Menurut Umam, suara partai-partai politik sejauh ini sudah tidak solid dan terpecah sesuai dengan kepentingan masing-masing.

Perpecahan kekuatan pendukung pemerintah itu terlihat jelas dalam wacana penundaan pemilu.

”PKB, Golkar, dan PAN mendukung secara jelas, sedangkan PDIP, Nasdem, dan Gerindra menolak secara tegas wacana tersebut,” ujarnya.

(Annisa\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar