Gubernur NTT Ancam Pukul Bupati Klaim Diizinkan Jokowi, Apa Alasannya?

Sabtu, 05/03/2022 18:40 WIB
Gubernur NTT Victor Bungtilu Laiskodat (Tribunnews)

Gubernur NTT Victor Bungtilu Laiskodat (Tribunnews)

Nusa Tenggara Timur, law-justice.co - Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT) Viktor B Laiskodat mengancam akan memukul bupati yang di daerahnya angka stunting terus meningkat. Dia mengaku sudah mendapat izin dari Presiden Jokowi.

Ancaman itu disampaikan Viktor Laiskodat saat memberi arahan dalam kegiatan Rencana Aksi Nasional Percepatan Penurunan Stunting Indonesia, Jumat (4/2/2022) lalu. Acara dihadiri Kepala BKKBN Hasto Wardoyo.


Viktor bercerita, saat melakukan kunjungan kerja ke Kabupaten Sumba Barat Daya tahun 2017 silam, Presiden Joko Widodo menyampaikan kepadanya bahwa tahun 2024 stunting nasional harus di angka 14 persen.

Menurut Viktor, dia menjawab Presiden Joko Widodo dengan meminta izin agar memukul Bupati Sumba Barat Daya. "Saya minta izin begini, boleh nggak saya pukul Bupati jika angka stuntingnya tidak turun? Presiden Joko Widodo waktu itu menjawab, perlu itu," ungkapnya.

Karena itu, kata Viktor, jika ada kabupaten yang angka stuntingnya tidak turun, maka dia akan memukul Bupati karena sudah terlebih dahulu meminta izin kepada Presiden Joko Widodo.

"Jadi para Bupati mohon maaf, bukan saya mau pukul kamu tapi kalo tidak turun-turun saya pukul karena saya sudah minta izin di Presiden. Ini saya omong terang-terangan ini," katanya.

 

Daerah Miskin dan Stunting Tertinggi


Viktor menyatakan, dia merasa malu karena nama NTT hanya dikenal masyarakat luar sebagai juara kemikiskinan dan angka stunting tertinggi.

Sehingga dia perintahkan, mulai hari ini semua jajarannya dan seluruh Bupati untuk menggunakan data akurat yang dimiliki Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), dalam memetakan keluarga yang memiliki anak stunting dan keluarga yang berpotensi stunting.

"Data tentang keluarga yang by name by addres milik BKKBN sangat memudahkan kita untuk melakukan intervensi kepada keluarga yang berpotensi stunting. Saya mengajak kita semua untuk bekerja maksimal dalam pengentasan kemiskinan dan menurunkan angka stunting," tegas Viktor.

Menurut Viktor, tidak ada cara lain untuk menurunkan angka stunting selain berkolaborasi dengan semua kalangan. Dia tidak ingin ada Bupati yang hanya duduk di kantor, tetapi harus turun ke desa-desa untuk memonitor langsung stunting di daerahnya masing-masing.

"Jika ada program yang tidak berjalan dengan benar di daerah, saya akan salahkan ke mana saja bupati dan walikotanya selama ini. Saya tidak mau lagi mendengar kabar ada 90 persen ibu-ibu warga Kabupaten Malaka yang kadar HB-nya di bawah 90. Saya juga tidak ingin lagi jika berkunjung ke daerah-daerah hanya mendapat laporan soal luas wilayah atau jumlah penduduk. Mulai saat ini saya ingin ada laporan berapa orang yang hamil di desa, berapa anak stunting yang ada. Data-data di luar stunting bisa saya cari sendiri dari internet," tambah Viktor.


Kerja Sama Pusat dan Daerah


Sementara itu, Kepala BKKBN Hasto Wardoyo menyebutkan, persoalan stunting di NTT bisa dikeroyok bersama antara pusat dengan daerah.

Menurutnya, BKKBN selaku ketua pelaksana percepatan penurunan stunting nasional dengan sejumlah kementerian dan lembaga bersama jajaran pemerintahan daerah. Dana untuk penurunan stunting telah tersedia dari pusat dan bisa dibagi ke semua kabupaten dan kota yang ada di NTT.

"Dukungan dan komitmen tegas dari Gubernur NTT ini menunjukkan bahwa percepatan penurunan stunting di NTT pada khususnya dan Indonesia pada umumnya sudah on the track. BKKBN memiliki 4.298 Tim Pendamping Keluarga (TPK) di NTT yang jika disetarakan berjumlah 12.894 orang. Apalagi jika TPK dikolaborasikan dengan 75 perguruan tinggi yang ada di NTT dengan Program Kampus Merdeka, maka akan menghasilkan pola kerjasama yang dasyat untuk ikhtiar kita mempercepat penurunan stunting di NTT," tutup Hasto.

 

(Devi Puspitasari\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar