Bagaimanakah Nasib INDY ke Depan usai Lepas MBSS & PTRO?

Rabu, 02/03/2022 09:48 WIB
Calon Ketua Umum Kadin Arsjad Rasjid (Warta Ekonomi)

Calon Ketua Umum Kadin Arsjad Rasjid (Warta Ekonomi)

Jakarta, law-justice.co - PT Indika Energy Tbk (INDY), emiten pertambangan dan Holding Group Indika, disebut mulai melakukan divestasi di beberapa perusahaan yang dimiliki.

Kabar terbaru, INDY berencana menjual seluruh sahamnya di anak usahanya PT Petrosea Tbk (PTRO) kepada PT Caraka Reksa Optima di mana kedua perseroan sudah menandatangani Perjanjian Jual Beli Saham Bersyarat.

Dalam keterangan yang dipublikasikan di keterbukaan informasi website BEI, INDY menyebutkan setelah penjualan seluruh saham miliknya di PTRO kepada CARA pada tanggal 18 Februari 2022 yang mana efektif tanggal 25 Februari 2022 (PPJB), PTRO tak akan lagi menjadi anak usaha perusahaan.

Berdasarkan PPJB tersebut INDY bermaksud untuk menjual 704.014.200 lembar saham yang mewakili 69,80% kepemilikan saham di PTRO.

Valuasi yang disepakati untuk seluruh saham di PTRO adalah setara dengan jumlah rupiah dari US$ 210 juta atau apabila menggunakan kurs saat ini yakni Rp 14.350/unit maka valuasi PTRO berada di angka Rp 3,01 triliun. Dengan penjualan ini maka INDY akan memperoleh dana segar mencapai Rp 2,1 triliun.

Dalam keterangannya, sekretaris perusahaan Adi Pramono menyampaikan bahwa "rencana transaksi ini merupakan langkah strategis perseroan sebagai salah satu strategi diversifikasi perseroan."

Sebelumnya INDY sudah terlebih dahulu menjual anak usahanya PT Mitrabahtera Segara Sejati Tbk (MBSS) kepada PT Galley Adhika Arnawama di mana perseroan berhasil meraup Rp 589 miliar. Penjualan MBSS ini disebutkan dilakukan demi upaya INDY beralih ke sektor energi hijau.

Keluarnya INDY - yang kemudian disusul oleh investor kawakan Lo Kheng Hong - Agustus tahun lalu membuat manajemen emiten jasa logistik pelayaran dan pengangkutan batu bara tersebut secara serempak mengundurkan diri (resign) dari perusahaan.

Berdasarkan surat yang disampaikan Sekretaris Perusahaan MBSS, Ratih Safitri, terdapat delapan orang yang mengundurkan diri dari perusahaan, tiga di antaranya menjabat sebagai direksi dan lima orang lainnya di jajaran komisaris perseroan.

Tahun lalu Azis Armand, Wakil Direktur Utama dan Group CEO Indika Energy, setelah pengumuman divestasi MBSS mengatakan perusahaan akan mengurangi eksposur di bisnis batu bara dan menambah portofolio investasi non-batu bara. Indika Energy menargetkan untuk mencapai 50% pendapatan dari sektor non-batu bara pada tahun 2025.

"MBSS adalah perusahaan pelayaran energi yang dilengkapi dengan fasilitas dan armada yang lengkap dan prima, dan telah bergabung dalam Indika Energy Group selama 10 tahun terakhir. MBSS juga dikelola oleh manajemen yang profesional dan menunjukkan pertumbuhan bisnis yang baik, termasuk di tahun 2021. Meski demikian, penjualan saham Indika Energy di MBSS menjadi langkah perusahaan untuk mengurangi eksposur di bisnis batu bara," kata Azis seperti melansir cnbcindonesia.com.

Perkiraan nilai penjualan dari transaksi tersebut adalah sejumlah US$ 41,31 juta atau sekitar Rp 600 miliar.

Fokus Tambang Mineral?

Langkah divestasi di bisnis dengan emisi karbon tersebut sudah terlihat bahkan sebelum INDY resmi melepas MBSS.

Dua bulan sebelum mengumumkan divestasi di MBSS, INDY menandatangani Scheme Implementation Deed untuk mengambil alih Nusantara Resources Limited (Nusantara) yang mengelola tambang emas Awak Mas di Luwu, Sulawesi Selatan melalui mekanisme Scheme of Arrangement. Pengambilalihan ini dilakukan melalui anak usahanya, PT Indika Mineral Investindo (IMI).

Kala itu, rencana transaksi ini merupakan langkah strategis Indika Energy untuk meningkatkan eksposur di sektor pertambangan emas dan memperkuat diversifikasi bisnis perusahaan.

Akhirnya transaksi tersebut rampung empat bulan kemudian atau nyaris dua bulan setelah melepas MBSS. Akuisisi tambang emas tersebut mendapatkan persetujuan pemegang saham Nusantara pada rapat umum pemegang saham pada tanggal 22 September 2021 dan persetujuan pengadilan di Australia pada tanggal 24 September 2021.

Total nilai transaksi ini adalah sebesar AU$ 58,8 juta atau setara dengan US$ 42,7 juta (Rp 609 miliar dengan kurs Rp 14.250 per US$ untuk sekitar 72% saham di Nusantara).

Dengan selesainya transaksi tersebut, Indika Energy dan IMI resmi memiliki 100% saham Nusantara dan 100% saham Masmindo (PT Masmindo Dwi Area) yang merupakan anak perusahaan Nusantara yang memegang kontrak karya dan mengelola tambang emas Awak Mas di Luwu, Sulawesi Selatan.

Indika Energy, melalui anak usahanya sebelumnya telah memiliki sekitar 28% saham di Nusantara serta kepemilikan saham secara langsung di PT Masmindo Dwi Area (Masmindo) sebanyak 25%.

Melalui transaksi ini, Indika Energy akan mengendalikan Masmindo sepenuhnya sehingga secara efektif dapat meningkatkan eksposur perusahaan di sektor pertambangan emas. Proyek emas Awak Mas memiliki potensi sumber daya sebesar 2,29 juta ons emas dan potensi cadangan 1,45 juta ons emas.

Komitmen untuk menjaga jarak dengan batu baru juga terlihat dari pengakuan Presiden Direktur Indika Energy Arsjad Rasjid yang mengatakan INDY menargetkan kontribusi pendapatan dari sektor non batu bara mencapai sebesar 50% pada 2025 mendatang.

Ikut Garap Kendaraan Listrik

INDY sejatinya telah melakukan diversifikasi bisnis ke sektor kendaraan listrik sejak paruh pertama tahun lalu melalui pendirian entitas usaha baru yakni PT Electra Mobilitas Indonesia (EMI). Nilai investasi untuk pendirian perusahaan ini mencapai Rp 40 miliar.

Hal itu disampaikan sekretaris perusahaan yang menyebut pada tanggal 5 April 2021, INDY bersama anak perusahaan yang dimiliki sepenuhnya, PT Indika Energy Infrastructure, telah mendirikan perusahaan dengan nama PT Electra Mobilitas Indonesia atau EMI.

Adi Pramono juga menjelaskan bahwa "maksud, tujuan, serta kegiatan usaha EMI adalah melakukan perdagangan besar suku cadang sepeda motor dan aksesorisnya, melakukan perdagangan besar berbagai suku cadang, komponen, dan aksesoris mobil, dan melakukan jasa konsultasi manajemen."

Upaya divestasi ini sebenarnya juga sudah disinggung oleh Direktur Utama PT Indika Energy Tbk (INDY), Arsjad Rasjid dalam gelaran Mining Forum: Prospek Industri Minerba 2021 CNBC Indonesia, akhir Maret tahun lalu dan menyebut hilirisasi batu bara tak melulu soal keuntungan.

"Dengan adanya mobil listrik, kebutuhan listrik meningkat. Batu bara adalah apa yang kita miliki. Hanya tinggal bagaimana value added harus dibangun. Ke depan kebutuhan listrik akan lebih banyak dengan kendaraan listrik," ujarnya kala itu.

Dalam kesempatan berbeda juga merasa bahwa INDY sudah terjun ke usaha-usaha lain non batu bara seperti tambang emas, energi baru terbarukan (EBT), terminal bahan bakar, teknologi digital, sampai dengan rencana untuk masuk ke industri kendaraan listrik (EV).

Arsjad juga menyebut bahwa INDY fokus pada langkah-langkah strategis yang mendukung keberlanjutan, termasuk berinvestasi di sektor EBT, di antaranya dengan membuat usaha Empat Mitra Indika Tenaga Surya (EMITS) di sektor tenaga surya, Electra Mobilitas Indonesia (EMI) di sektor kendaraan listrik roda dua, dan Kideco yang membangun proyek PLTS di wilayah tambang.

"Itu hal-hal yang kami lakukan dari sisi transisi energi. Kedua, hilirisasi batu bara, bisa jadi solusi untuk menambah value added (nilai tambah)," jelasnya.

April tahun lalu, ia menyebut bahwa INDY berkomitmen menggelontorkan investasi sebesar US$ 500 juta atau setara dengan Rp 7,17 triliun selama kurun waktu lima tahun. Meski besaran sudah ditetapkan, namun ia juga mengatakan bahwa pihaknya masih akan terus melihat kondisi objektif ke depannya.

Saat ini belum ada informasi baru terkait arah haluan INDY berlayar. Akan tetapi investor tidak perlu kaget apabila beberapa waktu ke depan INDY memutuskan mengakuisisi tambang mineral baru atau menambah investasi di kendaraan listrik dan pembangkit listrik tenaga surya demi mengganti energi yang mulai hilang dari batu bara.

 

(Annisa\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar