Kejagung Cekal Surya Witoelar dan WN Amerika Konsultan Satelit Kemhan

Selasa, 22/02/2022 15:00 WIB
Kapuspenkum Kejagung, Leonard Eben Ezer Simanjuntak (Dok.Ist)

Kapuspenkum Kejagung, Leonard Eben Ezer Simanjuntak (Dok.Ist)

Jakarta, law-justice.co - Kejaksaan Agung (Kejagung) mencekal Dirut PT Dini Nusa Kusuma (PT DNK) Surya Witoelar (SW). Pencekalan itu dilakukan untuk mempermudah pengusutan kasus dugaan korupsi proyek pengadaan satelit slot orbit 123° bujur timur (BT) pada Kementerian Pertahanan Tahun 2012 hingga 2021.


"Pada hari Jumat 18 Februari 2022, Jaksa Agung Muda Intelijen atas nama Jaksa Agung Republik Indonesia resmi menetapkan keputusan tentang pencegahan ke luar wilayah Indonesia terkait dalam penyidikan perkara dugaan tindak pidana korupsi proyek pengadaan satelit slot orbit 123° bujur timur (BT) pada Kementerian Pertahanan Tahun 2012 s/d 2021 yaitu SCW (Konsultan Teknologi/Mantan Direktur Utama PT. Dini Nusa Kusuma Tahun 2016-Tahun 2020)," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Leonard Eben Ezer Simanjuntak dalam keterangan pers tertulisnya, Selasa (22/2/2022).

Leonard menjelaskan pihaknya dalam hal ini juga mencekal Presiden Direktur PT Dini Nusa Kusuma (DNK) inisial AW. Tak hanya itu, seorang WNA bernama Thomas van der Heyden juga turut dicekal.

"Presiden Direktur PT. Dini Nusa Kusuma (DNK) inisial AW dan TAVDH (swasta) Warga Negara Amerika," kata Leonard.

Leonard menerangkan pencekalan ini dilakukan untuk mempermudah proses penyidikan dan menggali informasi terkait perkata satelit Kemhan. Pencekalan ke luar negeri terhadap ketiganya itu berlaku hingga 6 bulan ke depan.

"Keputusan tersebut dikeluarkan sejak tanggal 18 Februari 2022 selama 6 bulan, demi kepentingan untuk mempermudah proses penyidikan dalam rangka pemeriksaan guna menggali informasi terkait perkara dimaksud dari ketiga orang tersebut dan apabila suatu saat dilakukan pemanggilan, ketiganya tetap berada di Indonesia," ujarnya.

Sebagaimana diketahui, kasus bermula saat satelit Garuda-1 keluar dari slot orbit 123 derajat Bujur Timur (BT) sehingga terjadi kekosongan pengelolaan oleh Indonesia pada 19 Januari 2015. Berdasarkan peraturan International Telecommunication Union (ITU), negara yang telah mendapat hak pengelolaan akan diberi waktu tiga tahun untuk mengisi kembali slot orbit. Apabila tidak dipenuhi, hak pengelolaan slot orbit akan gugur secara otomatis dan dapat digunakan oleh negara lain.

Untuk mengisi kekosongan pengelolaan slot orbit 123 derajat BT itu, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) memenuhi permintaan Kemenhan untuk mendapatkan hak pengelolaan slot orbit 123 derajat BT guna membangun Satelit Komunikasi Pertahanan (Satkomhan).

Singkat cerita, Kemhan meneken kontrak dengan sejumlah vendor, yaitu Avanti, Navayo, Airbus, Detente, Hogan Lovel, dan Telesat meskipun belum tersedia anggaran. Akhirnya Avanti dan Navayo pun menggugat pemerintah Indonesia. Menko Polhukam Mahfud Md menyebut sejauh ini negara diwajibkan membayar kepada dua perusahaan itu dengan nilai ratusan miliar rupiah.

"Kemudian Avanti menggugat pemerintah di London Court of International Arbitration karena Kemhan tidak membayar sewa satelit sesuai dengan nilai kontrak yang telah ditandatangani sehingga pada 9 Juni 2019 Pengadilan Arbitrase di Inggris menjatuhkan putusan yang berakibat negara membayar untuk sewa satelit Artemis ditambah dengan biaya arbitrase, biaya konsultan, dan biaya filing sebesar Rp 515 miliar. Jadi negara membayar Rp 515 miliar untuk kontrak yang tidak ada dasarnya," kata Mahfud pada 13 Januari 2021.

"Nah, selain dengan Avanti, pemerintah baru saja diputus oleh arbitrase di Singapura untuk membayar lagi nilainya sampai sekarang itu 20.901.209 dolar (USD) kepada Navayo, harus bayar menurut arbitrase. Ini yang USD 20 juta ini nilainya Rp 304 (miliar)," imbuh Mahfud Md.

Di sisi lain, kasus ini sudah diusut oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) untuk menemukan apakah ada unsur pidananya atau tidak. Sejumlah nama sudah dipanggil Kejagung, salah satunya mantan Menkominfo Rudiantara.

Sebelumnya, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Militer (Jampidmil) Anwar Saadi mengatakan penanganan kasus dugaan korupsi satelit Kemhan pada 2015-2021 ditangani secara koneksitas. Kejagung akan bekerja sama dengan Puspom TNI dalam mengusut kasus ini.


"Pada hari ini Jampidmil telah menerima perintah langsung dari Bapak Jaksa Agung untuk membentuk tim penyidik koneksitas. Tentunya dalam hal ini kami berserta staf dan jajaran Jampidmil akan terus berkoordinasi dengan Jampidsus yang telah melakukan penyidikan awal," kata Anwar saat jumpa pers melalui kanal YouTube Kejagung RI, Senin (14/2/2022)

Anwar mengatakan tim penyidik koneksitas ini akan terdiri atas Kejagung dan Polisi Militer TNI. Selain itu, penyidik akan berkoordinasi dengan oditur militer.

 

(Devi Puspitasari\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar