Korban Predator Herry Wirawan Diprediksi Tak Dapat Ganti Rugi Negara

Rabu, 16/02/2022 10:02 WIB
Pelaku Herry Wirawan Perkosa 14 Santriwati masih anak-anak

Pelaku Herry Wirawan Perkosa 14 Santriwati masih anak-anak

Jakarta, law-justice.co - Putusan Majelis Hakim yang membebankan restitusi bagi korban perkosaan pimpinan pondok pesantren Herry Wirawan kepada negara berpotensi membuat korban tak mendapatkan ganti rugi.

Peneliti Institute fo Criminal Justice Reform (ICJR), Maidina Rahmawati mengatakan, pihaknya sepakat dengan "niat baik" dari Majelis Hakim di dalam putusan Herry Wirawan dengan membebankan ganti kerugian untuk dibayarkan oleh negara.

"Sayangnya yang tidak disadari oleh Majelis Hakim, dengan ketiadaan kerangka hukum mekanisme pembayaran restitusi oleh negara, sangat besar kemungkinan pada akhirnya restitusi ini tidak akan dibayarkan," kata Peneliti dari ICJR, Maidina Rahmawati dalam keterangan tertulis, Selasa (15/2).

Menurut dia, sangat mudah bagi pemerintah untuk berkelit bahwa tidak ada skema yang tersedia karena memang tidak ada kewajiban negara membayarkan restitusi kepada korban.

"Terdapat ketidakjelasan mengenai pemenuhan restitusi ini, yang lagi-lagi dampak buruknya akan menimpa korban," ujarnya.

Negara, kata dia, seharusnya segera menghadirkan skema revolusioner untuk pemulihan hak korban.

"Skema Dana Bantuan Korban atau Victim Trust Fund harus dibangun oleh negara. Negara tetap bisa menerapkan sanksi finansial kepada pelaku tindak pidana, lalu mengolah hasil yang didapat untuk memenuhi hak korban, termasuk untuk membayarkan kompensasi dan memberikan layanan," ujarnya.

"Dana Bantuan Korban ini juga dapat diolah dari penerimaan bukan pajak negara," lanjut Maidina.

ICJR pun mendorong, pertama, DPR dan Pemerintah mengevaluasi, memperbarui, dan memperkuat pengaturan tentang hak korban, mulai dari layanan korban hingga kejelasan restitusi dan eksekusi hak korban dalam KUHAP.

Kedua, mendorong Kepolisian dan Kejaksaan Agung untuk memperhatikan aspek pemulihan korban dalam penanganan kasus. Dalam putusan, MA wajib memberikan jaminan putusan pengadilan yang mempertimbangkan pemulihan Korban.

Ketiga, Pemerintah dan DPR mengkaji segera skema Dana Bantuan Korban atau Victim Trust Fund untuk masuk dalam KUHAP, UU Perlindungan Saksi dan Korban, dan undang-undang lain yang sedang dibahas seperti RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual.

"Menjadi rumit kemudian, Majelis Hakim melakukan `improvisasi` dengan membebankan restitusi dibayarkan oleh pihak ketiga yang ditentukan yakni Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA). Hal ini tidak dikenal dalam skema pembayaran restitusi, pihak ketiga negara," tuturnya.

Dalam UU saat ini, kata Maidina, pemberian ganti rugi bagi korban kekerasan seksual tidak dimungkinkan.

"Pembebanan ganti kerugian kepada pelaku memiliki sejumlah kendala, salah satunya persoalan eksekusi oleh jaksa dan pelaku yang tidak memiliki uang," ucapnya.

Sebelumnya, Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Kelas IA Bandung telah menjatuhkan vonis hukuman pidana seumur hidup terhadap terdakwa pemerkosa 13 santri hingga hamil dan melahirkan yang dilakukan Herry Wirawan.

Tak hanya itu, hakim dalam amar putusannya membebankan biaya restitusi atau ganti rugi terhadap korban perkosaan 13 santri ke Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPA).

Alasannya, terdakwa Herry Wirawan sudah divonis hukuman seumur hidup. "Membebankan restitusi kepada Kementerian PPPA," kata hakim, Selasa (15/2).

Adapun Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Bintang Puspayoga menegaskan putusan hakim terhadap penetapan restitusi tidak memiliki dasar hukum.

"Terhadap penetapan restitusi masih menunggu putusan yang inkracht dan saat ini KemenPPPA akan membahasnya dengan LPSK," ujar Bintang.

(Annisa\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar