Desmond J. Mahesa, Wakil Ketua Komisi III DPR RI

Temuan Komisi III DPR RI dalam Kasus Desa Wadas Jawa Tengah

Selasa, 15/02/2022 06:10 WIB
Temuan Komisi III DPR RI dalam Kasus Desa Wadas Jawa Tengah. (harianmerapi.com).

Temuan Komisi III DPR RI dalam Kasus Desa Wadas Jawa Tengah. (harianmerapi.com).

Jakarta, law-justice.co -  

I. LATAR BELAKANG

Sesuai Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945), negara memiliki tugas dan kekuasaan dalam upaya untuk mewujudkan negara yang aman, damai, dan sejahtera, serta menciptakan stabilitas keamanan dan ketertiban di masyarakat melalui sistem penegakan hukum dan sistem peradilan yang berkeadilan, berkepastian hukum, dan berkemanfaatan. Sebagaimana termaktub dalam Pasal 27 UUD NRI 1945, bahwa Indonesia adalah negara hukum yakni menjunjung tinggi hukum tanpa terkecuali. Oleh sebab itu, sistem penegakan hukum dan peradilan harus dibangun secara mandiri, independen, dan profesional Sistem penegakan hukum harus dapat menjamin kehidupan politik bangsa rasa bebas, adil, dan persamaan di muka hukum, sebagai perwujudan supremasi hukum.

Konsep negara hukum modern memberikan peran dan tanggung jawab negara dalam menjamin hukum dan keadilan, melindungi masyarakat, serta menjamin kesejahteraan masyarakat. Oleh sebab itu, dalam salah satu tujuan pembangunan hukum adalah bagaimana menciptakan sistem peradilan atau penegakan hukum yang adil, berkepastian hukum, dan berkemanfaatan (das sollen). Tujuan pembangunan kapasitas dan profesionalitas hukum terus dilakukan secara berkesinambungan dan terarah. Program reformasi penegakan hukum juga seharusnya mengikuti perkembangan dan dinamika dalam masyarakat yang ditujukan untuk melindungi masyarakat, menciptakan keamanan dan ketertiban umum, dan memberikan rasa keadilan dan kenyamanann dalam masyarakat.

Namun apa yang terjadi pada prakteknya, penegakan hukum memiliki fenomena yang berbeda dengan tujuan penegakan hukum dan kebijakannya (Das sein). Celah yang ada pada sistem penegakan hukum justru dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu yang berkepentingan atau bukan untuk kepentingan masyarakat luas. Berbagai peraturan perundang-undangan maupun kebijakan untuk mereformasi sistem penegakan hukum dan keamanan telah dibentuk, namun pada implementasinya masih belum menjamin rasa keadilan dan menumbuhkan kepercayaan masyarakat. Hal ini kemudian berpengaruh pada tingkat kesadaran hukum dan kepatuhan masyarakat terhadap peraturan perundang-undangan yang masih rendah, termasuk banyaknya pelanggaran atau bahkan penyalahgunaan kewenangan oleh aparat penegak hukum dan peradilan itu sendiri.

Reformasi budaya pada penegakan hukum terus menerus dicanangkan, namun pada faktanya di lapangan, masih banyak terjadi permasalahan hukum yang kemudian berpengaruh pada kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat. Fenomena seperti masih adanya mafia hukum dan peradilan, penyalahgunaan kewenangan, ketidaksesuaian dengan prosedur hukum acara, rekayasa kasus atau kriminalisasi, suburnya kartel dan jaringan organisasi teroris atau mafia, persoalan konflik sosial, masih terus berkembang. Hal ini terus berkembang sampai pada sistem pemasyarakatan yang kemudian kewalahan dalam melakukan pembinaan.

Komisi III DPR RI sebagai representasi rakyat bertugas dan berfungsi untuk selalu mengawal dan mengawasi sistem penegakan hukum dan peradilan guna menyelesaikan persoalan di bidang Penegakan Hukum, Hak Asasi Manusia, dan Keamanan. Pasal 20A ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2019 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU MD3), mengatur bahwa DPR RI memiliki 3 (tiga) fungsi yaitu Fungsi Legislasi, Fungsi Anggaran, dan Fungsi Pengawasan.

Komisi III DPR RI dalam pelaksanaan ketiga fungi tersebut, menemukan berbagai persoalan dalam penegakan hukum yang didapat melalui berbagai sumber seperti temuan dalam fungsi pengawasan yakni pelaksanaan undang-undang dan anggaran, pengaduan masyarakat yang disampaikan langsung ke Komisi III, dan berbagai aspirasi masyarakat tidak terkecuali kejadian-kejadian yang menarik perhatian masyarakat melalui media. Komisi III DPR RI pada saat ini memberi perhatian serius kepada komitmen dan rencana Pemerintah dalam melakukan perbaikan terhadap sistem penegakan hukum dan peradilan. Oleh sebab itu, Komisi III DPR RI terus melakukan evaluasi secara menyeluruh terhadap pelaksanaan sistem penegakan hukum dan peradilan di Indonesia, khususnya terhadap lembaga-lembaga penegak hukum yang bersentuhan langsung dengan masyarakat. Dengan demikian masyarakat dapat merasakan dan mengawasi secara langsung kehadiran penegak hukum yang bersih, profesional, akuntabel, dan sesuai dengan koridor ketentuan perundang-undangan.

Informasi dan Kronologi Kasus Desa Wadas

Salah satu persoalan yang saat ini sedang menarik perhatian masyarakat adalah kasus pertanahan yang terjadi di Desa Wadas, Kecamatan Bener, Purworejo, Jawa Tengah. Dari berbagai sumber informasi yang didapat, polemik ini bermula dari rencana penambangan batu quary andesit yang digunakan untuk kepentingan pembangunan proyek Bendungan Bener dan telah disosialisasikan pada 2016-2017. Proyek ini merupakan Proyek Strategis Nasional (PSN) dan diklaim akan menjadi bendungan tertinggi di Asia Tenggara. Megaproyek bendungan dengan nilai investasi lebih dari dua triliun rupiah (Rp. 2,06 Triliun) itu akan memiliki kapasitas debit air 100 juta meter kubik dan diproyeksikan menampung air baku 1500 liter per detik serta menopang Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) sebesar enam megawatt (6MW). Lokasi proyek ini direncanakan pada sebuah tempat yang berjarak sepuluh kilometer (10 km) dari Desa Wadas dengan kontur berlereng atau naik-turun.

Desa Wadas yang berada di utara pusat Kabupaten Purworejo merupakan desa yang mengandalkan pertanian dengan hadirnya sawah dan tegalan serta sejumlah anak sungai. Dengan hadirnya rencana pertambangan tersebut, kemudian mendapat penolakan oleh masyarakat setempat karena diduga pertambangan ini dapat mengancam kelestarian lingkungan hidup dan mata pencaharian masyarakat. Menurut masyarakat setempat, bagaimana mungkin desa tersebut dapat menjadi lokasi tambang sedangkan desa yang lain yang lebih dekat posisinya justru luput. Desa ini juga pernah mengalami longsor dan banjir pada tahun 1988 dan mengakibatkan bencana besar, sehingga masyarakat kemudian melakukan mitigasi bencana secara swadaya. Dalam arti kata masyarakat setempat meninggalkan kegiatan pertanian yang dapat merusak lingkungan.

Rencana proyek Bendungan Bener ini diperkirakan akan mencakup 140 hektare atau 500 bidang tanah warga di Desa Wadas. Masyarakat merasa bahwa kegiatan penambangan ini tidak hanya ditujukan di hutan yang menjadi ladang pertanian mereka, namun juga pemukiman. Warga juga menilai bahwa mereka akan kehilangan sumber air dan cocok tanam mereka ke depannya. Iming-iming ganti rugi yang ditawarkan tidak sebanding dengan penghasilan cocok tanam mereka, seperti tanaman durian, kopi, cengkeh, kencur, temulawak, pohon aren, dan kemukus, yang menjadi potensi besar Desa Wadas. 8 (delapan) dari 11 (sebelas) dusun di Desa Wadasa melakukan penolakan dengan berbagai cara seperti pemasangan spanduk dan mural yang bernada protes yang diduga berjumlah hingga ratusan. Mereka juga mengadakan doa bersama agar proyek tambang dapat dibatalkan. Warga juga kemudian sempat menggugat Gubernur Jawa Tengah (SK Gubernur Jawa Tengah Nomor 590/20 Tahun 2021 tentang Pembaruan Atas Penetapan Lokasi Pengadaan Tanah bagi Pembangunan Bendungan Bener di Kabupaten Purworejo dan Kabupaten Wonosobo tertanggal 7 Juni 2021) ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Semarang namun ditola dalam putusan hakim (Perkara No 68/G/PU/2021/PTUN.SMG/30 Agustus 2021). Saat itu Gerakan Masyarakat Desa Wadas (Gempadewa) mengajukan kasasi.

Warga dan sejumlah lembaga bantuan hukum atau swadaya masyarakat menilai bahwa kebijakan Gubernur untuk menerbitkan perpanjangan Izin Penetapan Lokasi tidak sesuai dengan sejumlah undang-undang diantaranya Undang-Undang tentang Pengadaan Tanah bagi Kepentingan Umum dan Perpresnya, Undang-Undang Cipta Kerja, Undang-Undang tentnag Administrasi Pemerintahan. Mereka juga menilai bahwa penambangan quarry dianggap cacat subtansi karena tidak sesuai dengan Pasal 61 Peraturan Daerah Nomor 27 Tahun 2011 tentang RencanaTata Ruang Wilayah Daerah Purworejo Tahun 2011-2031 yang menyatakan Kecamatan Bener tidak mengandung batuan andesit. Hal lain adalah Pasal 42 dinyatakan bahwa Kecamatan Bener dikategorikan sebagai Rawan Bencana Longsor. Pembaruan IPL penambangan quarry di Desa Wadas juga dianggap tidak memperhatikan kelestarian sumber mata air. Kegiatan rencana pertambangan batuan andesit akan menghancurkan 28 sumber mata air yang ada. Izin Penetapan Lokasi ini juga melanggar Undang-Undang 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air, Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2014 tentang Konservasi Tanah dan air dan Peraturan Daerah Kabupaten Purworejo Nomor 27 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Purworejo”.

Selain itu, pertambangan andesit di Desa Wadas tergabung dalam Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL) pembangunan Bendungan Bener. Padahal seharusnya pertambangan andesit yang lebih dari 500 ribu meter kubik memiliki AMDAL tersendiri. Sementara berdasarkan AMDAL untuk rencana kegiatan Pembangunan Bendungan Bener disebutkan bahwa sekitar 12.000.000 m3 batuan andesit akan dieksploitasi dengan kapasitas produksi 400.000 m3 /bulan.

Masyarakat kemudian juga melakukan kajian ilmiah. Tinjauan dari Dosen Departemen Teknik Geologi Universitas Gajah Mada melihat bahwa Desa Wadas masuk dalam Formasi Kebo-Butak yang tersusun oleh breksia andesit, tuf, sisipan lava, dan intrusi andesit sehingga memenuhi aspek kesesuaian lahan. Namun begitu, kajian mengenai kemampuan lahan di sekitarnya juga harus dilakukan. Hal ini dilakukan untuk memastikan lahan di sekitarnya dapat beradaptasi pasca kegiatan penambangan batuan andesit. Kajian untuk metode penambangan nantinya juga diperlukan untuk menghindari potensi kejadian tanah longsor.

Pada 8 Februari 2022, di lokasi tersebut hadir ratusan personil Polisi bersenjata lengkap yang telah bersiaga di Polsek Bener sehari sebelumnya (7 Februari 2022). Uniknya pada 7 Februari 2022 tersebut juga terjadi pemadaman listrik sehingga desa menjadi gelap, sedangkan desa sekitarnya masih menyala. Dari kronologi yang didapat dari LBH Yogyakarta, pada 8 Februari 2022 kira-kira pukul 09.00 atau 10.00 pagi tersebut personil Polri masuk ke Desa Wadas untuk melepas poster-poster penolakan warga terhadap tambang. Hal ini menimbulkan ketakutan warga karena Polri tidak hanya melakukan pelepasan poster, namun juga melakukan pengejaran dan penangkapan kepada sejumlah warga desa hingga area hutan. Warga kemudian berkumpul di masjid dan sejumlah posko dan dikepung oleh polisi. Warga mengaku kesulitan untuk berkomunikasi sehingga warga menduga ada sebuah upaya pemadaman signal komunikasi. Dari kejadian ini diduga terdapat sebanyak 23 (dua puluh tiga) warga Desa Wadas yang kemudian ditangkap pihak Kepolisian, bahkan terdapat isu bahwa satu orang warga yang hilang.

Sejumlah lembaga swadaya masyarakat setempat mengkhawatirkan bahwa kegiatan pengepungan tersebut dapat memicu konflik masyarakat dengan aparat, yang memang pernah terjadi, seperti pada 2019 lalu dimana ada pengepungan dan 11 (sebelas) warga ditangkap. Pihaknya berharap adanya komunikasi atau dialog oleh aparat dengan masyarakat secara seimbang.

Dari sisi lain, Polda Jawa Tengah menyatakan bahwa aparat yang datang ke Desa Wadas merupakan gabungan dari Polri, TNI, dan Satpol PP dan kehadiran aparat ini adalah bentuk pengawalan terhadap Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan Dinas Pertanian. 250 aparat yang turun ini melakukan pengawalan terhadap 70 petugas BPN dan Dinas Pertanian untuk melakukan kegiatan pengukuran tanah dan tanaman tumbuh. Pengawalan ini dilakukan sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 109 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional dan Surat Kementerian PUPR Nomor UM 0401.AG.3.4./45 tertanggal 3 Februari 2022 dan Surat Kementerian ATR/BPN Kabupaten Purworejo Nomor: AT.02.02/344-33.06/II./2022 tertanggal 4 Februari 2022 yakni permohonan personil pengamanan.

Polda menyatakan bahwa pada saat pengukuran, terjadi keributan konflik antara warga yang pro dan kontra. Tim gabungan ini kemudian melakukan pemisahan namun terjadi perbuatan anarkis dan membawa senjata tajam, sehingga petugas melakukan pengamanan. Petugas kemudian juga melakukan pengamanan di sekitar masjid untuk menjaga ketenangan. Pihak Polda juga memberikan keterangan mengenai satu warga hilang (M. Saudi ni H. Matali, warga Desa Wadas) yang memang ditangkap karena melakukan pemotretan dan memberi narasi negatif yang bertujuan untuk memprovokasi.

Oleh sebab itu, Komisi III DPR RI memandang perlu untuk melaksanakan kunjungan kerja spesifik ke wilayah Polda Jawa Tengah dengan maksud untuk melakukan tinjauan lokasi dan melakukan rapat dengar pendapat sebagai bagian dari fungsi pengawasan dan upaya untuk membantu menciptakan stabilitas keamanan masyarakat sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

II. DASAR KUNJUNGAN

  1. Pasal 20A Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945:
    • Dewan Perwakilan Rakyat memiliki fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan.
    • Dalam melaksanakan fungsinya, selain hak yang diatur dalam pasal-pasal lain Undang-Undang Dasar ini, Dewan Perwakilan Rakyat mempunyai hak interpelasi, hak angket, dan hak menyatakan pendapat.
    • Selain hak yang diatur dalam pasal-pasal lain Undang-Undang Dasar ini, setiap anggota Dewan Perwakilan Rakyat mempunyai hak mengajukan pertanyaan, menyampaikan usul dan pendapat, serta hak imunitas.
    • Ketentuan lebih lanjut tentang hak Dewan Perwakilan Rakyat dan hak anggota Dewan Perwakilan Rakyat diatur dalam undang-undang.
  1. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2019 tentang Perubahan Ketiga Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3):
  • Dalam Pasal 98 ayat (3), diatur bahwa tugas komisi di bidang pengawasan adalah:

          a. melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan undang-undang, termasuk APBN, serta peraturan pelaksanaannya yang termasuk dalam ruang lingkup tugasnya; dan

          b. melakukan pengawasan terhadap kebijakan Pemerintah;

  1. Peraturan DPR RI Nomor 2 Tahun 2018 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan DPR RI Nomor 1 Tahun 2014 tentang Tata Tertib:
  • Pasal 58 ayat (3) :

Tugas komisi di bidang pengawasan adalah :

  1. melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan undang-undang, termasuk APBN, serta peraturan pelaksanaannya yang termasuk dalam ruang lingkup tugasnya; Pasal 58 ayat (4) huruf f, Komisi dapat melakukan kunjungan kerja.

III. DASAR HUKUM TERKAIT

  1. UU No. 17 Tahun 2014 sebagaimana diubah terakhir menjadi UU No. 13 Tahun 2019 Tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU MD3);
  2. Peraturan DPR Nomor 1 Tahun 2014 sebagaimana diubah terakhir dengan Peraturan DPR Nomor 2 Tahun 2018 tentang Tata Tertib.
  3. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
  4. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.
  5. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum.
  6. Undang-Undang 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.
  7. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air.
  8. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2014 tentang Konservasi Tanah dan Air.
  9. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.
  10. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
  11. Peraturan Presiden Nomor 109 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional.
  12. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Demi Kepentingan Umum.

IV. MAKSUD DAN TUJUAN 

Kunjungan kerja spesifik Komisi III DPR RI ke wilayah hukum Desa Wadas, Purworejo ini bermaksud untuk melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan penegakan hukum di wilayah tersebut, terutama dalam pelaksanaan penegakan hukum tindakan aparat yang terkait dengan pengamanan warga dan pelaksanaan pengadaan tanah untuk Proyek Strategis Nasional yang seharusnya dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Oleh sebab itu, Komisi III DPR RI bertujuan untuk mendapatkan informasi dan data seluas-luasnya berdasarkan fungsi dan kewenangannya, agar dapat menjadi bahan Komisi III DPR RI dalam melakukan analisa secara transparan dan obyektif dalam rangka memberikan rekomendasi untuk perbaikan sistem penegakan hukum dan pengambilan keputusan. Untuk mendukung hal ini, beberapa hal yang menjadi perhatian dari masing-masing mitra adalah:

KAPOLDA JAWA TENGAH

  1. Mengenai dasar dan pola penanganan yang telah dilakukan Polri dalam membantu pengamanan di kegiatan Proyek Strategis Nasional Bendungan Bener yang sesuai dengan ketentuan perundang-undangan dan melaksanakan fungsi menjaga ketertiban dan keamanan masyarakat.
  2. Pola penegakan hukum dan penanganan kasus yang terkait penolakan warga dan permasalahan bentrok warga yang terjadi di Desa Wadas yang disesuaikan dengan tujuan penegakan hukum yang berkeadilan masyarakat dan berkemanfaatan.
  3. Kegiatan komunikasi, koordinasi, atau sosialisasi yang dilakukan Polri bersama seluruh pihak terkait dan warga setempat dalam menjaga keamanan dan ketertiban warga di wilayah tersebut.

PERWAKILAN WARGA/LBH

  1. Pendapat mengenai kronologis kasus proyek Bendungan Bener yang menjadi perhatian masyarakat dan langkah-langkah strategis atau hukum yang dilakukan dalam rangka pendampingan hak-hak warga.
  2. Kronologis polemik bentrok masyarakat yang terjadi pada 8 Februari 2022 dan langkah yang telah dilakukan dalam rangka pendampingan hukum terhadap warga.

V. ANGGOTA TIM

DAFTAR NAMA TERLAMPIR

VI. WAKTU DAN TEMPAT

Kegiatan kunjungan Spesifik Komisi III DPR RI ini direncanakan untuk dilaksanakan di Desa Wadas, Purworejo dan pertemuan di Polda Jawa Tengah pada 10-11 Februari 2022.

VII. SASARAN

Dari data, informasi, dan fakta yang ditemukan, selanjutnya akan dianalisa secara hukum, kemudian dikembangkan untuk menjadi masukan kepada Komisi III DPR RI dalam Rapat Pleno Komisi III DPR RI. Rekomendasi dan kesimpulan tersebut akan ditindaklanjuti sesuai dengan tugas dan fungsi DPR di bidang legislasi, anggaran dan pengawasan.             

VIII. HASIL KUNJUNGAN

  1. Kunjungan Kelapangan menemui Perwakilan Masyarakat Pro-Kontra Proyek Strategis Nasional Bendungan Bener dan Perwakilan LBH.

Pada tanggal 10 Februari 2022, Tim Komisi III DPR RI turun langsung kelapangan. Hasil Pertemuan Dengan Warga Desa Wadas, Perwakilan dari Desa di sekitar Proyek Bendungan Bener, dan Perwakilan LBH, terdapat beberapa temuan yang pada prinsipnya adalah sebagai berikut:

  1. Perwakilan warga yang telah setuju untuk mengalihkan tanah atau lahannya (Desa Nglaris, Limbangan, Guntur, Kedunglateng, Kancingsari, Kemiri, serta Kecamatan Bener dan Gebang) kepada Pemerintah dalam rangka pembangunan Proyek Bendungan Bener masih menemui kendala dalam proses pembayaran ganti rugi, karena masih menunggu upaya hukum kasasi terhadap putusan PMH1 dan PMH2 yang dilakukan oleh pihak BPN. Hal ini menurut warga dapat diselesaikan secara cepat melalui diskresi atau Keputusan Menteri. Warga juga protes terhadap perusakan yang dilakukan terhadap tanah Penlok oleh pelaksana proyek.
  2. Terhadap polemik lahan di Desa Wadas, sebagian warga telah setuju untuk dialihfungsikan menjadi penambangan. Namun pembicaraan soal ganti ruginya belum jelas.
  3. Bahwa disamping itu, masih terdapat sebagian warga yang melakukan penolakan terhadap kegiatan pertambangan batu kuari andesit yang berfungsi mendukung pembangunan proyek Strategis Nasional Bendungan Bener. Warga berpendapat bahwa pertambangan ini akan merusak kelestarian lingkungan dan mengganggu mata pencaharian warga setempat secara jangka panjang.
  4. Aksi penolakan oleh warga tersebut berujung pada tindakan yang bersifat represif dari aparat Kepolisian. Pada 8 Februari 2022, terjadi penangkapan dan tindakan kekerasan pada saat penangkapan (yang dilakukan oleh orang yang berpakaian preman/sipil) terhadap sejumlah warga dan aktivis lembaga swadaya masyarakat (kurang lebih berjumlah enam puluh enam orang). Kemudian warga dan aktivis yang ditangkap, dibawa ke Polsek Bener dan Polres Purworejo tanpa disertai surat kelengkapan sebagaimana diatur dalam Hukum Acara Pidana). Selanjutnya setelah lebih dari 24 jam dikembalikan ke rumah masing-masing.
  5. Bahwa warga tidak mendapatkan akses bantuan hukum, bahkan kuasa hukum warga ketika akan mendampingi yang sudah dilengkapi dengan kuasa dan kartu advokat ikut ditangkap.
  6. Bahwa pada hari tersebut, warga mengaku tidak terdapat penolakan maupun kegiatan yang berupaya untuk mengganggu kegiatan pengukuran yang dilakukan oleh Pihak Badan Pertanahan Nasional (BPN), Dinas Pertanian, maupun Balai Besar Wilayah Sungai di Sungai Opak (BBWS SO). Namun aparat yang hadir dinilai memberi efek takut kepada warga karena aparat gabungan yang hadir berjumlah sangat besar.
  7. Bahwa menurut warga, tidak ada bentrok antara warga yang setuju (pro) dan tidak setuju (kontra) seperti yang diberitakan atau menjadi statement Polda di media.
  8. Bahwa menurut pendapat warga setempat, pasca kejadian tersebut mengakibatkan trauma dan situasi keamanan yang kini tidak lagi kondusif bagi warga untuk melakukan kegiatan sehari-harinya secara bebas. Warga meminta jaminan perlindungan keamanan dan tidak terjadi lagi provokasi (seolah terjadi citra tidak pro-NKRI) penangkapan atau tindak kekerasan lainnya di Desa Wadas (terutama oleh orang yang tidak berseragam).
  9. Bahwa menurut penuturan warga yang mengaku ditangkap (Ahmad Arianto*), dirinya sedang duduk di pekarangan masjid, namun tiba-tiba ditangkap oleh aparat yang juga masuk ke dalam rumah-rumah warga. Dia mengaku tangannya diborgol tanpa ia mengetahui kesalahannya. Dia juga mengaku melihat beberapa warga lainnya ditangkap dan diamankan di Aula Polsek untuk dimintai keterangan. Dia mengaku bingung karena merasa tidak melakukan tindak pidana maupun menghalang-halangi kegiatan pengukuran tanah.
  10. Bahwa menurut pendapat warga yang menolak dan pihak pendamping hukumnya, mempertanyakan mengapa hanya lahan Desa Wadas saja, sedangkan terdapat desa lain yang diduga juga memiliki kandungan batu andesit. Warga setempat mengaku bahwa penambangan ini akan merusak lahan dan mengakibatkan longsor.
  11. Bahwa menurut LBH, kegiatan penambangan di Desa Wadas berbeda dan bukan bagian dari rencana dalam Proyek Strategis Nasional Bendungan Bener. Mereka juga menolak keputusan Gubernur mengenai pemberian Izin Penetapan Lokasi (IPL) Bendungan dan pertambangan batu andesit yang disatukan, demikian pula Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL)-nya.
  12. Terdapat kesalahpahaman terkait dengan pemberian AMDAL Terpadu. Belum terdapat pertemuan (hearing) dengan warga soal AMDAL atau rencana penetapan lokasi. Diduga telah terjadi penyelundupan hukum yang memberi kesan bahwa proyek penambangan termasuk dalam Proyek Strategis Nasional Bendungan Bener.
  13. Bahwa warga Desa Wadas mempertanyakan pula kebutuhan batu andesit untuk bendungan yang sedianya hanya delapan juta metrik ton yang digunakan dari enam belas juta metrik ton yang diambil atau ditambang, namun lahan yang akan dibebaskan berkapasitas empat puluh juta metrik ton. Warga dan LBH juga berpendapat bahwa keputusan ini tidak sesuai dengan tujuan dari ketentuan perundang-undangan tentang Minerba dan tidak sesuai dengan kebijakan Kementerian ESDM. Pengukuran oleh BPN ini memang awalnya dilakukan untuk memperkirakan nilai ganti rugi pembebasan lahan, sehingga warga yang setuju sesungguhnya juga belum dapat memperkirakan nilai ganti rugi yang diperoleh.
  1. Pertemuan dengan Gubernur, Kapolda, Pangdam, Kakanwil BPN Jawa Tengah dan BBWS SO di Mapolda Jawa Tengah.

           Pemaparan dari Balai Besar Wilayah Sungai Serayu Opak (BBWS SO) sebagai berikut;

  • Balai Besar Wilayah Sungai Sungai Opak
  1. BBWS SO telah melakukan kajian Lingkungan Hidup tahun 2013 secara teknis kualitas yang memenuhi syarat maupun kuantitas adalah Desa Wadas. Proses pengambilan batu berjumlah 40 juta tidak seperti apa yang di isukan di masyarakat. Kebutuhan 40 juta Batu Andesit untuk Proyek Nasional Bendungan Bener dengan kekuatan tinggi 169 yang dibutuhkan dan terdekat adalah Desa Wadas dan dari 16 juta batu andesit yang digunakan hanya 8,5 juta dari 14 desa yang akan BBWS SO ambil 60 Ha saja. Desa Wadas salah satu desa yang jarak terdekat pengambilan batu andesit dan memang masyarakat akan terganggu dalam proses pengambilan tersebut.
  2. BBWS menyampaikan bahwa pengambilan batu andesit sebagai penunjang Proyek Nasional Bendungan Bener tidak seperti izin melakukan penambangan karena kedalam hanya 20 meter hingga 30 meter, jika kedalam 70 maka yang diambil di kedalaman 30 meter sehingga hal ini belum bisa mensosialisasikan kepada kemasyarakat.
  3. Ketua Tim menanggapi bahwa BBWS SO dalam paparannya disimpulkan bahwa selama ini komunikasi dan sosialisasi yang tidak maksimal. Untuk selanjutnya mohon BBWS SO melakukan sosialisasi dengan baik kepada masyarakat.
  • Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Jawa Tengah
  1. Bahwa proyek nasional Bendungan Bener ini sudah dimulai dari tahun 2018 hingga 2022. Kakanwil BPN baru menyelesaikan 300 yang untuk bendungan ini dan yang lain masih berproses, ada yang masih tahap permohonan pengajuan pembayaran pelaksanaan. Masih ada bendungan yang belum dibayar sebanyak 176 bidang karena masih dalam proses gugatan di pengadilan, bahwa dalam putusan tingkat banding belum bisa implementasikan atau dilaksanakan.
  2. Ganti rugi dilakukan melalui mekanisme proses setelah hasil pemeriksaan surat-surat kepemilikan tanah, setelah itu dilakukan apraisal untuk membuat penafsiran harga. Apraisal penafsiran harga tanah kemudian digunakan untuk bermusyawarah dengan masyarakat. Baru selanjutnya setelah uang turun, BPN sebagai pelaksana pembayaran pembebasan tanah masyarakat. Hal ini sesuai dengan amanah UU No.22 tahun 2000.
  3. Ketua Tim menyampaikan bahwa tuntutan masyarakat adalah kapan penyelesaian pembayaran pembebasan tanah masyarakat. Kakanwil perlu membicarakan dengan kementerian/lembaga terkait dalam penyelesaian pembayaran pembebasan lahan. Kinerja Panitia perlu dibenahi sehingga komunikasi dengan masyarakat sebagai pemilik lahan bisa menerima dengan baik. Perlu diketahui bahwa masyarakat Desa Wadas mempunyai hak untuk menolak atau menerima lahan tanahnya sebagai penunjang proyek nasional Bendungan Bener.
  • Gubernur Jawa Tengah
  1. Bendungan Bener masuk dalam draff proyek strategis nasional No.178 yang tertuang dalam Peraturan Presiden RI No.58 tahun 2017 tentang perubahan atas peraturan presiden nomor 3 tahun 2016 Tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional.
  2. Terkait Lokasi Kontruksi Bendungan Bener seluas 590,4 Ha terhampar mulai dari areal genangan, tapak bendungan jalan akses dan lokasi quarry yang merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan, dimana sifat kontruksinya saling terkait satu dengan yang lainnya.
  3. Terkait Penetapan Lokasi berdasarkan Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor 590/41 tahun 2018 tanggal 7 juni 2018 tentang persetujuan penetapan lokasi pengadaan tanah bagi pembangunan Bendungan Bener di Purworejo dan Kab. Wonosobo Provinsi jawa Tengah.
  4. Terkait Ijin Lingkungan berdasarkan Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor 660.1/20 Tahun 2018 Tanggal 2 Maret 2018 Tentang Izin Lingkungan Rencana Pembangunan Bendungan Bener di Kabupaten Purworejo dan Kabupaten Wonosobo Provinsi Jawa Tengah.
  5. Penetapan Lokasi (Penlok) berdasarkan Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor 590/41 Tahun 2018 Tanggal 7 Juni 2018 Tentang Persetujuan Penetapan Lokasi Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Bendungan Bener di Kabupaten Purworejo dan Kabupaten Wonosobo Provinsi Jawa Tengah. Kemudian Perpanjangan Penlok melalui Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor 539/29 Tahun 2020 Tanggal 5 Juni 2020 Tentang Perpanjangan atas Penetapan Lokasi Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Bendungan Bener di Kabupaten Purworejo dan Kabupaten Wonosobo Provinsi Jawa Tengah. Selanjutnya perpanjangan Penlok Ke-2 melalui Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor 590/20 Tahun 2021 Tanggal 7 Juni 2021 Tentang Perpanjangan atas Penetapan Lokasi Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Bendungan Bener di Kabupaten Purworejo dan Kabupaten Wonosobo Provinsi Jawa Tengah.
  6. Terkait rekomendasi Komnas HAM pembebasan tanah masyarakat. Bapak Gubernur telah membentuk Tim Terpadu yang di pimpinan langsung oleh Bapak Gubernur Jawa Tengah.
  7. Terkait Gugatan PTUN warga yang kontra atas nama Insin Sutrisno, nomor: 68/G/PU/2021/PTUN tanggal 16 Juli 2021 terkait pembaharuan penetapan lokasi Bendungan Bener, status putusan gugatan ditolak secara keseluruhan, pihak pengugat melanjutkan ke proses kasasi, dengan putusan peradilan menetapkan gugatan ditolak dan menghukum penggugat melanjutkan ke proses kasasi, dengan putusan peradilan menetapkan gugatan ditolak dan menghukum penggugat untuk membayar biaya perkara (Keputusan kasasi tanggal 29 November 2021).
  8. Ketua TIM menyampaikan bahwa Putusan Pengadilan itu tidak menghilangkan status hak-hak masyarakat. Jangan sampai putusan pengadilan tersebut mengambil hak-hak masyarakat.
  • Kepala Kepolisian Daerah Jawa Tengah
  1. Kapolda diminta menjelaskan beredarnya video dan foto ada orang yang berpakaian sipil yang melakukan operasi sehingga meresahkan masyarakat.
  2. Dalam video yang ditayangkan menjelaskan sebagai berikut; Personel 250 personil yang di turunkan untuk backup 10 Tim dari BPN sebanyak 114 bidang dan 50 anggota yang tidak berseragam. Polda sebagai pendampingan pengaman bagi masyarakat yang menerima maupun yang belum menerima. Kemudian polda mengamankan 64 orang yang bawa ke Polres Purworejo ada masyarakat yang menerima dan yang belum menerima dan sudah dikembalikan kepada masyarakat agar pengukuran berjalan dengan baik. Terkait masyarakat yang menerima di lingkungan masjid, posisi anggota kepolisian dibelakang masjid agar tidak terjadi kontak fisik dengan masyarakat dan perlu diluruskan berita-berita di media tidak ada pengepung masjid oleh anggota kepolisian.
  3. Dari video virtual dilapangan kepolisian tidak bisa membedakan masyarakat umum, inteligen, anggota reserse polri dilapangan. Akan tetapi kepolisian sudah menandai masyarakat yang berpotensi dan diamankan di lima (5) Polres dan hari senin diamankan selasa sudah di pulangkan sehingga pengukuran BPN sudah selesai dilakukan dan kepolisian sudah melakukan tahapan-tahapan sesuai dengan aturan.
  4. Ketua Tim menyampaikan bahwa masyarakat kebanyakan tidak tahu apa-apa yang melakukan provokasi masuk kerumah masyarakat dengan berpakaian sipil sehingga hal ini merusak citra kepolisian.
  • Panglima Komando Daerah Militer IV/Diponegoro
  1. Masyarakat Purworejo kemungkinan ada pihak-pihak yang tidak berkepentingan masuk ke Purworejo sehingga terjadi propokasi masyarakat.
  2. Kodam telah melakukan mengamankan Desa Wades dengan mensosialisasi kepada masyarakat. Pada saat terjadi kodam mengarahkan 30 personil untuk mengamankan desa wades dalam rangka menyiapkan 2 (dua) kompi yang sifatnya jika dibutuhkan oleh Kepolisian Polda Jateng.
  3. Kodam melalui anggota di desa-desa mensosialisasikan dan memberikan pemahaman tentang proyek nasional tersebut. Sudah terindikasi masyarakat yang Pro-Kontra yang didekati oleh Babhinsa untuk memberikan pemahaman pentingnya Proyek Strategis Nasional Bendungan Bener.
  1. Sesi Tanyajawab/ Pendalaman Anggota TIM Komisi III
    1. Komisi III DPR RI melakukan kegiatan Kunjungan Spesifik Ke Jateng yaitu merespon aspirasi masyarakat Desa Wadas dan melihat apakah proses telah berjalan sesuai aturan terkait Pasal 6 Perpres tahun 2006 pengadaan tanah untuk kepentingan umum, Apakah panitia sudah melakukan tugas, fungsi sosialisasi dan bersepakat dengan masyarakat, Sebab ada kesan dari masyarakat jika menjual tanah miliknya apakah masih ada masa depan anak cucu mereka? Apakah panitia sudah pernah mengundang masyarakat dalam penyelesaian? Serta apakah ada pemetaan masyarakat menerima dan belum menerima?              
    2. Seluruh masyarakat Desa Wadas merupakan korban akibat buntu ruang dialog anatara masyarakat dengan pemerintah? Bagaimana menciptakan masyarakat Guyub kembali baik yang menerima dan belum menerima hak masyarakat yang sama.
    3. Berkaitan laporan peristiwa tanggal 8 Februari 2022, temuan penjelasan masyarakat dalam penangkapan yang melukai hati masyarakat. Filosfi Polri adalah Polri yang berjiwa besar jika ada kekurangan maka kedepan diperbaiki.
    4. Temuan dilapangan didapatkan ada kekerasan yang dialami dan dilakukan oleh orang-orang berpakaian sipil/ preman kemudian dibawa di kantor Polisi. Jika ada perampasan HP meskinya dikembalikan kepada pemiliknya dan sinyal telekomunikasi dipulihkan kembali.
    5. Kepolisian sebaiknya membuka komunikasi dengan LBH, LPSK dan Lembaga terkait.
    6. Proyek Nasional Bendungan Bener dan bahan material batu andesit sebagai penunjang. Seandai batu tidak diambil dari desa Wadas apakah bisa dilakukan alternatif lain?
    7. Ketua TIM: Pertama, Sebelum Komisi III DPR RI datang kelapangan sinyal alat komunikasi HP masih hidup, setelah Tim datang HP dimatikan. Kedua, Semua barang-barang masyarakat di bawa dan ketakutan akan kriminalisasi. Jangan sampai memperkeruh suasana dan kedepankan Program Presisi Kapolri yang mengedepankan Humanis karena masyarakat Desa Wadas membutuhakan kepastian pembayaran Ganti Rugi.
    8. Polri-TNI jangan dibenturkan dengan rakyat karena itu berbahaya bagi kepentingan negara. Kemudian segera selesaikan hak-hak masyarakat dengan asas kemanusiaan dan pendekatan psikologis masyarakat. Hentikan tindaklanjut penegakan hukum lainnya dengan program presisi dengan mengamankan proyek nasional dan lebih mengutamakan Restorative Justice.
    9. Tanggapan/ Jawaban (BBWS SO) Terkait apakah ada peralatan untuk memindahkan batu; Peralatan ada dan mampu mengunakan jalan lain.
    10. Terkait dengan luas yang sudah dibebaskan apakah cukup untuk kebutuhan Batu Andesit Proyek Nasional Bendungan Bener, lahan masyarakat yang sudah menerima seluas 348 ha akan tetapi nanti Tim BBWS SO akan diukur dan dicek ulang.    
    11. Tanggapan Gubernur bahwa tidak ada yang membenturkan TNI-Polri dengan rakyat. Gubernur ikut bertanggung jawab.
    12. Terkait kepastian masyarakat sudah di lakukan tahapan-tahapan dan pemerintah daerah bekerjasama Komnas HAM dalam menyelesaikan masalah ini.
    13. Masukan Komisi III DPR RI terkait dengan masyarakat yang tidak siap melepaskan tanahnya; akan dilakukan evaluasi ulang karena perlu diketahui cara mengambil batu andesit dilakukan dengan eklusif yaitu dengan melakukan ledakan.
    14. Tanggapan Kapolda terkait dengan pendekatan Program Presisi, akan dilakukan dan menjadi motivasi kepolisian Polda Jateng kedepan.
    15. Tanggapan Pangdam menyatakan bahwa Panglima TNI dan Kapolda bersama dilokasi pada saat menghadapi masyarakat yang Pro-Kontra dalam memberikan solusi.
    16. Bhabinsa TNI baru bisa masuk kedesa untuk melakukan dialog baru minggu lalu sehingga masyarakat belum menerima bisa menerima.

            

IX. SARAN DAN REKOMENDASI

Dari berbagai temuan tim Komisi III DPR RI di lapangan dan pertemuan dengan para stakeholder di daerah, maka Tim Komisi III DPR RI memberikan rekomendasi yang dapat menjadi bahan pertimbangan Pimpinan dalam mengambil keputusan, yakni sebagai berikut:

  1. Komisi III DPR RI merekomendasikan kepada Pemerintah Daerah, khususnya Pemerintah Provinsi Jawa Tengah, Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional, Balai Besar Wilayah Sungai melakukan pendekatan dialogis untuk sosialisasi dan komunikasi secara intensif terhadap warga masyarakat di lokasi Proyek Strategis Nasional maupun daerah sekitar atau penunjang (baik yang setuju maupun belum setuju dengan pengalihan hak), khususnya terkait dengan rencana Pemerintah dalam mendukung pembangunan Proyek Strategis Nasional yang sesuai dengan kemanfaatan dan ketentuan perundang-undangan, mekanisme proses dan pembayaran akibat pengalihan hak atau ganti rugi, rencana Pemerintah untuk dapat mendukung kesejahteraan warga pasca pengalihan hak, skema reklamasi atau perbaikan tanah pasca proyek dan lokasi penambangan, dan manfaat dari Proyek Strategis Nasional bagi warga setempat.
  2. Komisi III DPR RI merekomendasikan agar Pemerintah khususnya Pemerintah Daerah (Gubernur), Badan Pertanahan Nasional, dan Balai Besar Wilayah Sungai melakukan kajian, evaluasi, dan penghitungan kembali akan kebutuhan dan sumber batu kuari andesit sebagai penunjang pembangunan Bendungan Bener. Untuk itu perlu dilakukan pemetaan kembali lokasi-lokasi sumber batu andesit yang dapat dilakukan pengalihan hak agar sesuai dengan kebutuhan dan mengurangi risiko protes atau penolakan warga di sekitar Proyek Strategis Nasional.
  3. Komisi III DPR RI meminta Gubernur Provinsi Jawa Tengah bersama dengan Badan Pertanahan Nasional dan Balai Besar Wilayah Sungai untuk melakukan re-evaluasi terhadap pemetaan lokasi tanah yang disesuaikan dengan kebutuhan batu andesit untuk pembangunan Bendungan Bener dan penyelesaian proses ganti rugi. Komisi III DPR RI meminta peta kebutuhan batu andesit di wilayah Desa Wadas (warga yang setuju).
  4. Komisi III DPR RI meminta Balai Besar Wilayah Sungai agar merealisasikan komitmen pada Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi III DPR RI pada 11 Februari 2022 untuk menetapkan lokasi jalan yang tidak mengganggu kegiatan warga masyarakat dan tidak memberikan pekerjaan tersebut pada pihak ketiga atau pihak lain.
  5. Komisi III DPR RI meminta agar pihak Kepolisian Daerah Jawa Tengah melakukan pendekatan dialogis dan humanis yang berpedoman pada Polri yang PRESISI (Prediktif, Responsibiltas, dan Transparansi Berkeadilan) terhadap seluruh warga (baik yang setuju maupun tidak setuju), serta mengedepankan keadilan restoratif dalam rangka menjaga kondusivitas keamanan dan ketertiban masyarakat.
  6. Komisi III DPR RI meminta agar Pemerintah segera menuntaskan pembayaran ganti rugi terhadap warga masyarakat yang berada di lokasi PSN Bendungan Bener yang telah setuju untuk mengalihkan haknya secara cepat melalui diskresi atau keputusan menteri.
  7. Komisi III DPR RI akan melakukan pengawasan dan pemantauan secara berkelanjutan terhadap proses penyelesaian sengketa secara berkeadilan antara Pemerintah dengan warga pemilik tanah.

Demikian Laporan Kunjungan Kerja Spesifik Komisi III DPR RI ke Provinsi Jawa Tengah ini disusun dengan harapan kunjungan ini dapat memberikan masukan yang berarti dalam upaya untuk perbaikan sistem penegakan hukum di berbagai sektor demi mewujudkan hukum yang berkepastian hukum, berkeadilan, bermanfaat, dan mengayomi masyarakat.

 

                                                                                                Jakarta, 14 Februari 2022

                                                                                                           

KOMISI III DPR RI

Pimpinan,

 

 

DESMOND JUNAIDI MAHESA, S.H, M.H.

(Tim Liputan News\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar