Dugaan Korupsi Satelit, Kejagung Periksa 3 Purnawirawan Jenderal TNI

Selasa, 08/02/2022 09:20 WIB
Kapuspenkum Kejagung, Leonard Eben Ezer Simanjuntak (Ist)

Kapuspenkum Kejagung, Leonard Eben Ezer Simanjuntak (Ist)

Jakarta, law-justice.co - Penyidik Kejaksaan Agung (Kejagung) memeriksa tiga purnawirawan Jenderal TNI terkait kasus dugaan tindak pidana korupsi pengadaan satelit Slot Orbit 123 derajat bujur timur Kementerian Pertahanan periode 2015-2021 pada Senin (7/2).

Adapun menurut Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Leonard Eben Ezer Simanjuntak saksi yang diperiksa merupakan mantan pejabat di Kementerian Pertahanan.

"Jaksa Penyidik pada Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus melakukan pemeriksaan terhadap tiga orang saksi," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Leonard Eben Ezer Simanjuntak kepada wartawan, Selasa (8/2).

Dia merinci, saksi yang diperiksa ialah Mantan Direktur Jenderal Kekuatan Pertahanan Kemenhan, Laksamana Madya TNI (Purn) AP.

Kemudian, mantan Kepala Badan Sarana Pertahanan Kemenhan, Laksamana Muda TNI (Purn) L, serta terakhir mantan Kepala Pusat Pengadaan pada Badan Saranan Pertahanan Kemenhan, Laksamana Pertama (Purn) L.

Ia menjelaskan bahwa Laksdya (Purn) AP diperiksa terkait proses penyelamatan slot orbit tersebut yang diduga memiliki permasalahan hukum.

"Keikutsertaan dalam operator review meeting (ORM XVII pertama dan kedua) di London, serta kontrak sewa satelit floater dengan Avanti Communication Limited," jelas Leonard.

Sementara, dua saksi lainnya diperiksa Kejagung terkait kontrak pengadaan satelit L-Band dengan Airbus, pengadaan ground segment dengan Navayo, serta jasa konsultasi dengan Hogen Lovells, Detente, dan Telesat.

Para saksi, kata dia, diperiksa penyidik agar Jaksa dapat menemukan fakta hukum terkait dugaan tindak pidana korupsi yang terjadi di Kementerian Pertahanan pada periode tahun 2015 hingga 2012 tersebut.

"Pemeriksaan saksi dilakukan untuk memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri," tambahnya.

Sebagai informasi, proyek ini diduga bermasalah ketika Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) memenuhi permintaan Kemenhan untuk mendapatkan hak pengelolaan slot orbit 123 derajat Bujur Timur guna membangun Satkomhan.

Kemenhan kemudian membuat kontrak sewa Satelit Artemis milik Avanti Communication Limited pada 6 Desember 2015. Kontrak ini dilakukan kendati penggunaan Slot Orbit 123 derajat Bujur Timur dari Kemkominfo baru diterbitkan pada 29 Januari 2016.

Namun pihak Kemenhan pada 25 Juni 2018 mengembalikan hak pengelolaan Slot Orbit 123 derajat BT kepada Kemenkominfo. Pada saat melakukan kontrak dengan Avanti pada 2015, Kemenhan ternyata belum memiliki anggaran untuk keperluan tersebut.

Kasus mulai terendus lantaran Indonesia digugat ke dua Pengadilan Arbitrase luar negeri untuk membayar ganti rugi lantaran proses penyewaan yang bermasalah.

(Annisa\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar