Junta Myanmar Makin Kejam, Pakar PBB Ungkap Pemasok Senjatanya

Selasa, 01/02/2022 20:25 WIB
Demonstran penentang Kudeta Militer di Myanmar (Tribun)

Demonstran penentang Kudeta Militer di Myanmar (Tribun)

Jakarta, law-justice.co - Pakar hak asasi PBB di Myanmar mengumumkan bahwa dirinya akan merilis sebuah laporan yang mengungkap dari mana junta militer Myanmar mendapatkan persenjataan mereka.


Dilansir dari kantor berita AFP, Selasa (1/2/2022), tepat satu tahun sejak kudeta militer Myanmar 1 Februari 2021, Tom Andrews mengatakan junta militer melancarkan kampanye teror yang meluas pada rakyat negara itu  dan tampaknya lolos begitu saja.

Pelapor khusus PBB untuk hak asasi manusia di Myanmar tersebut mendesak masyarakat internasional untuk memutus akses junta militer ke senjata, dana, dan legitimasi.

"Fakta bahwa satu tahun telah berlalu tanpa resolusi Dewan Keamanan yang memberlakukan embargo senjata yang komprehensif - karena senjata terus mengalir ke junta dan membunuh orang-orang yang tidak bersalah - tidak dapat diterima," katanya dalam sebuah pernyataan.

Mantan anggota kongres Amerika Serikat itu mengatakan dia akan segera merilis laporan yang merinci senjata yang terus mengalir ke tangan junta, dan mengidentifikasi dari mana asalnya.

"Junta militer berfungsi sebagai perusahaan kriminal, melakukan pembunuhan, penyiksaan, penculikan, pemindahan paksa, sambil mencuri pendapatan dan menyita aset yang seharusnya menjadi milik rakyat Myanmar," kata Andrews.

"Yang lebih buruk, mereka tampaknya lolos begitu saja. Serangan mereka terus berlanjut. Penderitaan rakyat Myanmar terus meningkat," imbuhnya.

"Bulan-bulan terakhir telah melihat eskalasi lebih lanjut dari kekerasan, dan kampanye teror sekarang tersebar luas di seluruh negeri. Saya telah menerima lebih banyak laporan pembunuhan massal, serangan terhadap rumah sakit dan target-target kemanusiaan, serta pemboman dan pembakaran desa-desa," ujarnya.
Andrews tidak mewakili PBB tetapi diberi mandat untuk melaporkan temuannya ke badan dunia tersebut.

Pakar PBB itu mengatakan bahwa terlepas dari risiko dan kesulitan, warga Myanmar telah menanggapi 12 bulan terakhir dengan keberanian dan kegigihan. Dia mengatakan dirinya "kagum" dengan ketangguhan mereka dalam menghadapi serangan udara, serta penangkapan massal dan penyiksaan.

"Pada peringatan pertama kudeta ilegal oleh junta militer ini, kemanusiaan terbaik dan terburuk sedang berlangsung di Myanmar," pungkas Andrews.

 

(Devi Puspitasari\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar