Kejaksaan Agung Incar Properti Koruptor Jiwasraya-ASABRI di Singapura

Jum'at, 28/01/2022 08:58 WIB
Gedung Kejaksaan Agung (Foto:Denny Hardimansyah/Law-Justice)

Gedung Kejaksaan Agung (Foto:Denny Hardimansyah/Law-Justice)

Jakarta, law-justice.co - Kejaksaan Agung (Kejagung) menyatakan bahwa tengah membidik pelacakan sejumlah aset milik tersangka kasus korupsi pengelolaan dana keuangan PT Asuransi Jiwasraya dan PT ASABRI (Persero) di Singapura pasca-penandatanganan perjanjian ekstradisi antar kedua negara.

Direktur Upaya Hukum Eksekusi dan Eksaminasi (Uheksi) pada Jaksa Agung Muda bidang Pidana Khusus, Andi Herman mengatakan penyidik Kejaksaan menemukan bahwa ada tersangka yang menyimpan aset property di negara tersebut.

"Kita tahu ada beberapa aset yang penanganan perkaranya diduga ada disimpan di Singapura. Ada beberapa berupa properti," kata Andi di Kompleks Kejagung, Jakarta, Rabu (26/1) malam.

Namun demikian, ia belum dapat merinci lebih lanjut mengenai pemilik dari aset-aset yang tengah dibidik oleh Kejaksaan tersebut saat ini.

Ia hanya memastikan bahwa pihaknya belum menemukan indikasi pengelolaan perusahaan di luar negeri sebagai aset yang dimiliki oleh para tersangka di kasus korupsi tersebut.

"Kami mendapatkan data dari proses persidangan maupun dari dokumen yang ditemukan penyidik," tambah dia.

Menurutnya, setelah perjanjian ekstradisi itu rampung maka pihaknya akan mulai berkoordinasi dengan pemerintah Singapura untuk melakukan pelacakan aset dan upaya hukum lainnya.

Andi menjelaskan bahwa proses hukum yang dijalankan di Singapura berbeda dengan apa yang dilakukan di Indonesia. Sehingga, pihaknya harus mengikuti aturan yang berlaku di negara tersebut.

"Kami mengikuti hukum acara yang ada di Singapura. Sementara, kami pantau juga perkembangannya," jelasnya lagi.

Adapun kasus Jiwasraya dan ASABRI merupakan megakorupsi yang ditangani oleh Kejagung. Dalam perkara ini, negara diduga mengalami kerugian hingga Rp16,8 triliun dan Rp22,7 triliun.

Menteri Hukum dan HAM, Yasonna H. Laoly, menandatangani perjanjian ekstradisi Indonesia-Singapura di Bintan, Kepulauan Riau. Perjanjian itu dinilai bermanfaat untuk mencegah dan memberantas tindak pidana yang bersifat lintas batas seperti korupsi, narkotika, dan terorisme.

Indonesia sempat sepakat soal rencana perjanjian ekstradisi dengan Singapura. Kesepahaman tersebut sekaligus Perjanjian Kerja Sama Pertahanan (DCA) pada April 2007, kala kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan PM Singapura Loong.

Meski demikian, perjanjian ini masih menunggu pengesahan dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI kala itu.

 

(Annisa\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar