Kunjungi Norwegia Naik Jet Pribadi, Taliban Desak Cairkan Aset

Senin, 24/01/2022 21:10 WIB
Rombongan Taliban ke Norwegia Naik Pesawat Pribadi (Twitter)

Rombongan Taliban ke Norwegia Naik Pesawat Pribadi (Twitter)

Jakarta, law-justice.co - Delegasi Taliban menemui pejabat dari negara-negara Barat di Oslo, Norwegia, untuk pertama kalinya di Eropa sejak kelompok itu menguasai Afghanistan.


Pembicaraan itu rencananya akan berlangsung selama tiga hari, mencakup pembahasan terkait hak asasi manusia dan krisis kemanusiaan yang mengguncang negara itu.

Menurut PBB, krisis kemanusiaan di Afghanistan menyebabkan 95% penduduknya tidak memiliki cukup makanan.

Sejumlah aksi protes yang mengkritik pertemuan itu terjadi di Eropa. Menurut pengunjuk rasa, Taliban semestinya tidak dihadiahi dengan pertemuan tersebut.

Delegasi Taliban telah lebih dulu bertemu dengan aktivis HAM pada Minggu (23/1/2022), namun rincian dari pertemuan tersebut belum terungkap.

Seorang aktivis perempuan, Jamila Afghani, mengatakan kepada kantor berita AFP bahwa para perunding Taliban yang hadir menunjukkan "niat baik".

"Mari kita lihat seperti apa tindakan mereka, berdasarkan kata-kata mereka sendiri," kata Afghani.

Pertemuan Taliban dengan perwakilan negara-negara Barat pada Senin (24/1/2022) dianggap sebagai yang paling signifikan. Pasalnya, Taliban akan meminta akses ke dana sebesar miliaran dolar yang dibekukan di bank-bank Amerika Serikat.

Krisis di Afghanistan telah menyebabkan angka pengangguran meningkat dan harga pangan melonjak, sedangkan nilai mata uang negara itu anjlok sehingga bank menetapkan batas penarikan tunai.

PBB juga telah mengingatkan bahwa 55% populasi Afghanistan kini terancam kelaparan.

"Kami meminta mereka mencairkan aset Afghanistan dan tidak menghukum warga biasa di Afghanistan karena wacana politik," kata delegasi Taliban, Shafiullah Azam kepada kantor berita Associated Press.

"Mengingat kelaparan dan musim dingin yang mematikan saat ini, saya pikir sudah saatnya masyarakat internasional mendukung warga Afghanistan, bukan menghukum mereka karena perselisihan politik."

Sementara itu, utusan dari negara-negara Barat diharapkan menekankan pentingnya HAM dan pemerintahan yang inklusif kepada Taliban.

Sejak mengambil alih kekuasaan, Taliban telah meminta sebagian besar pekerja perempuan untuk tinggal di rumah, sedangkan sekolah menengah hanya buka untuk anak laki-laki dan guru laki-laki.

Sejumlah perempuan telah disasar karena menentang kebijakan tersebut. Beberapa di antaranya menghilang, namun Taliban menyangkal keterlibatan mereka.

Aktivis HAM dan jurnalis turut menjadi sasaran sejak Taliban berkuasa

Sejauh ini, belum ada negara yang mengakui pemerintahan Afghanistan yang baru di bawah Taliban.

Menteri Luar Negeri Norwegia, Anniken Huitfeldt mengatakan pertemuan itu "bukan berarti melegitimasi atau mengakui Taliban".

"Tetapi kita harus berbicara dengan otoritas de facto di negara itu," kata dia.

Pertemuan ini memicu perdebatan di kalangan warga Afghanistan.

Sebagian orang menekankan pentingnya melibatkan Taliban, sedangkan yang lain bersikeras bahwa Talibah seharusnya tidak diundang ke Eropa sementara mereka secara sistematis melanggar HAM di dalam negeri, menurut laporan wartawan BBC Lyse Doucet.

Sejumlah protes juga telah terjadi di berbagai wilayah di Eropa sepanjang akhir pekan lalu.

Di Oslo, seorang pengunjuk rasa mengatakan kepada kantor berita AFP bahwa diskusi itu setara dengan "menertawakan" warga Afghanistan yang kehilangan anggota keluarga mereka.

"Anda seharusnya tidak berdiskusi dengan teroris," kata dia.

 

(Devi Puspitasari\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar