Kecelakaan Maut, KNKT Sebut Panjang Sasis dan Sumbu Roda Truk Ditambah

Minggu, 23/01/2022 20:52 WIB
Kecelakaan di Simpang Rampak, Balikpapan (Viva)

Kecelakaan di Simpang Rampak, Balikpapan (Viva)

Jakarta, law-justice.co - Komisi Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) mulai melakukan penyelidikan atas kecelakaan yang menyebabkan bkorban jiwa di Turunan Rapak, Km 0 Jalan Soekano-Hatta, Balikpapan.

Dari penyelidikan awal diketahui bahwa rangka atau sasis dari truk tronton KT 8534 AJ tersebut ditambah panjangnya 20 cm.

“Axel atau sumbu rodanya juga ditambah satu, sehingga menjadi 3 sumbu roda,” kata Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan (Dirjen Hubda Kemenhub) Budi Setiyadi di Balikpapan, Minggu 23 Januari 2022.

KNKT juga menyebut truk menggunakan sistem rem Air Over Hydraulic (AOH) atau sistem rem dengan penggunaan angin dan minyak rem sekaligus.

Belum dipastikan apakah penambahan panjang dan sumbu roda ini mempengaruhi sistem pengereman.

Di sisi lain, pada kendaraan besar memang lazim terjadi brake lag, atau rem memerlukan waktu lebih lama dari seharusnya untuk bisa siap kembali dipakai setelah pengereman sebelumnya.

Pada kejadian kecelakaan di Turunan Rapak dan keterangan sopir Muhammad Ali (48) kepada polisi, sebelum mencapai turunan panjang hingga lampu lalu lintas tersebut, diyakini sopir sudah mengerem beberapa kali karena sejak Km 0,5 Jalan Soekarno-Hatta atau simpangan Straat II, jalan sudah menurun, lalu mendatar lagi di simpang Straat I hingga depan Rajawali Foto, dan baru menurun lagi.

Di turunan ketiga ini, yang panjangnya lebih kurang 250 meter hingga lampu lalu lintas di bawahnya, tepat di titik depan Kantor Cabang Pembantu Bank Mandiri.

Kompresor tidak lagi memiliki tekanan angin yang cukup untuk mendorong minyak rem menekan kanvas rem menghentikan roda.

“Habis anginnya, `ngeblong`, gitu,” kata Budi seperti dikutip dari Antara.

Selanjutnya, karena bobotnya dan muatannya yang mencapai 20 ton, dan sudah kehilangan fungsi rem, dan kondisi jalan menurun, truk meluncur tak terkendali.

Upaya sopir untuk menurunkan persnelling dari 3 ke 2 untuk mendapatkan efek rem mesin (engine break) juga, gagal, setelah sebelumnya berhasil dari 4 ke 3. Dengan persnelling netral, truk meluncur makin deras dan menabrak semua yang ada di depannya.

Diketahui, dalam sistem rem air over hydraulic untuk kendaraan-kendaraan besar, digunakan tekanan angin untuk mendorong minyak rem menekan tuas yang membuka kanvas di dalam tromol rem, yang kemudian menahan putaran roda. Sebelumnya angin dikumpulkan di dalam kompresor untuk mendapatkan tekanan yang sesuai.

(Tim Liputan News\Yudi Rachman)

Share:




Berita Terkait

Komentar