Sosok Ini Dinilai Lebih Tepat Pimpin Ibu Kota Baru Ketimbang Ahok

Minggu, 23/01/2022 10:10 WIB
Desain Istana Baru di IKN (Foto IG: @nyoman_nuarta)

Desain Istana Baru di IKN (Foto IG: @nyoman_nuarta)

Jakarta, law-justice.co - DPR RI akhirnya resmi mensahkan Rancangan Undang-undang Ibu Kota Negara (RUU IKN) menjadi Undang-undang lewat Sidang paripurna DPR Selasa (18/12022) lalu.

Selanjutnya tinggal ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) sehingga menjadi sah jadi UU IKN. Nama Ibu Kota Negara juga sudah termaktub di dalamnya, yakni Nusantara.

Kini yang belum tinggal nama Kepala Otorita Ibu Kota Negara. Presiden Joko Widodo atau Jokowi pernah membocorkan empat nama calon Kepala Otorita IKN

“Kandidatnya ada banyak. Satu Pak Bambang Brodjonegoro, dua Pak Ahok, tiga Pak Tumiyono, empat Pak Azwar Anas," kata Jokowi di Istana Merdeka, Jakarta, Senin, 2 Maret 2020 lalu.

Bambang Brodjonegoro bukan nama asing lagi, ia adalah mantan Menteri Keuangan, Mantan Menristek, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Indonesia, Wamenkeu (di era Presiden SBY).

Selanjutnya ada nama Ahok yang merupakan mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama, yang kini menjadi Komisaris Utama Pertamina.

Kemudian Tumiyono adalah Direktur Utama PT Wijaya Karya (Persero) Tbk. Emiten konstruksi pelat merah ini memiliki sejumlah proyek dalam pembangunan ibu kota negara atau ibu kota baru.

Adapun, Abdullah Azwar Anas, dia adalah politisi yang pernah menajadi Bupati Banyuwangi yang sukses membuat kabupaten di ujung timur Pulau Jawa itu menerapkan digitalisasi biroksasi atau penggunaan internet untuk birokrasi sampai desa-desa.

Di antara keempatnya, masing-masing punya keunggulan masing-masing, dalam hubungannya dengan rencana pembangunan Ibu Kota Negara Nusantara.

Bambang Brodjonegoro pernah menjabat sebagai Menteri Riset dan Teknologi. Dia tercatat sebagai orang yang ikut merencanakan pemindahan ibu kota baru kala menjabat sebagai Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional.

Ada pun Ahok punya satu hal, yakni kedekatan dengan Presiden Jokowi yang terjalin sejak memimpin ibu kota DKI Jakarta. Kemudian juga satu partai dengan Jokowi, yakni PDIP.

Nama ketiga adalah Tumiyono, ya karena dia sebagai Direktur Utama PT Wijaya Karya yang memiliki sejumlah proyek dalam pembangunan ibu kota negara atau ibu kota baru.

Sedangkan Abdullah Azwar Anas dimasukkan Jokowi sebagai salah satu kandidat, kemungkinan karena dia politisi PDIP Abdullah Azwar Anas, dia pernah duduk sebagai anggota Komisi V DPR yang bermitra dengan PUPR. Kini menjabat sebagai Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP).

Antara Bambang Brodjo dan Ahok

Kedua nama ini, Bambang Brodjo dan Ahok disebut-sebut sebagai calon kuat untuk menjadi Kepala Otorita IKN Nusantara.

Bila mencermati keterlibatan kedua sosok tersebut dalam rencana pemindahan Ibu Kota Negara, dan strategi ke depan, sosok Bambang Brodjonegoro lebih tepat ketimbang Ahok untuk memimpin otorita Ibu Kota Negara.

Pertimbangannya, karena Bambang Brodjo telah secara intens ikut dalam perencanaan darai awal pemindahan Ibu Kota Negara.

Bambang Brodjo juga punya kedekatan dengan Presiden Jokowi, bahkan dengan berganti-ganti jabatan. Selain itu, dia juga punya pengalaman internasional, baik dalam ekonomi-keuangan maupun perencanaan pemindahan Ibu Kota Negara

Sisi lainnya, Bambang Brodjo adalah akademisi, sehingga tidak ada settingan kepentingan dari parpol. Sebagai mantan Menteri Keuangan, Bambang Brodjo mengerti tentang kebutuhan anggaran yang dibutuhkan, dan juga dalam kaitannya dengan jaringan dunia Internasionl.

Bambang Brodjo tipikal orang pekerja keras dengan suasana yang lebih tenang, dan tidak menimbulkan kegaduhan.

Sementara itu, untuk Ahok, disebut-sebut sangat dekat dengan Presiden Jokowi, ini modal yang mendukung dirinya untuk menjadi memimpin Otorita Ibu Kota Negara.

Ahok punya pengalaman langsung mengelola Ibu Kota RI Jakarta, dengan poblematikanya, ia tahu secara detil.

Dia sebagai orang parpol, kader PDIP, memungkinkan mendapatkan dukungan dari parpolnya untuk kepentingan ini.

Namun, karena kader parpol, di sisi lainnya juga membuar Ahok mudah diserang, karena soal kepentingan parpol.

Sisi lainnya, kalau pendanaan diharapkan ada keterlibatan dari China, kemungkinannya, Ahok lebih dekat dalam urusan ini.

Sisi yang kiranya aga miring dari Ahok adalah terbiasa dengan kegaduhan, yang mudah memancing reaksi dari berbagai kalangan.

(Annisa\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar