Soal Dugaan Korupsi Pengadaan Satelit di Kemhan, Prabowo Buka Suara

Jum'at, 21/01/2022 06:32 WIB
Menteri Pertahanan RI Prabowo Subianto (Sumbarfokus)

Menteri Pertahanan RI Prabowo Subianto (Sumbarfokus)

Jakarta, law-justice.co - Menteri Pertahanan (Menhan), Prabowo Subianto akhirnya buka suara soal dugaan tindak pidana korupsi dalam pengadaan satelit di lingkungan Kemhan pada 2015 lalu.

Prabowo menyebut kalau kasus itu tengah diproses hukum.

"Iya satelit ini lagi diproses," kata Prabowo di Kantor Kemhan, Jakarta Pusat, Kamis (20/1/2022).

Prabowo lantas mengungkapkan kalau di internal Kemhan juga ada proses audit terkait pengadaan satelit. Bukan hanya di internal saja, mantan Danjen Kopassus tersebut mengungkapkan kalau pihaknya sudah meminta bantuan dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan atau BPKP.

"Ada (audit internal) dan kami sudah minta juga pihak BPKP untuk audit," ujarnya.

Kejaksaan Agung turun tangan dalam menelusuri dugaan tindak pidana korupsi tersebut.

Saat ini Kejagung tengah mengusut perkara dugaan tindak pidana korupsi pengadaan satelit di Kementerian Pertahanan pada 2015.

Dugaan korupsi tersebut mengarah pada penyewaan satelit kepada pihak swasta.

"Dugaan tindak pidana korupsi pengadaan satelit slot orbit 123 derajat bujur timur pada Kemhan Tahun 2015. Jadi ini, kami telah melakukan penyelidikan terhadap kasus ini selama 1 minggu," kata Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Febrie Adriansyah dalam konferensi pers yang disiarkan melalui YouTube Kejaksaan, Jumat (14/1).

Febrie menjelaskan kalau Kemhan melaksanakan proyek pengadaan satelit untuk membangun Satuan Komunikasi Pertahanan atau Satkomhan pada tahun anggaran 2015. Kemhan kemudian melakukan kontrak dengan pihak swasta yakni Airbus dan Navayo.

"Sekarang yang menjadi masalah dalam proses tersebut kita telah menemukan ada beberapa perbuatan melawan hukum yaitu salah satunya bahwa proyek ini tidak direncanakan dengan baik," ujarnya.

Salah satu indikator penguat adanya perbuatan melawan hukum ialah pihak Kemhan RI pada saat itu melakukan kontrak sewa meskipun anggarannya tidak ada dalam Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran atau DIPA.

Lalu, Febrie mengungkapkan kejanggalan dalam penyewaan satelit kepada PT Avanti Communication Limited. Kemhan melakukan penyewaan itu untuk membangun Satkomhan sekaligus mengisi kekosongan pengelolaan Slot Orbit 123 derajat Bujur Timur.

Kalau dilihat dari peraturan International Telecommunication Union (ITU), negara yang telah mendapatkan hak pengelolaan akan diberi waktu tiga tahun untuk mengisi kembali Slot Orbit.

Dalam arti lain, masih ada tenggat waktu bagi Indonesia mengisi kekosongan itu. Tetapi, pihak Kemhan RI buru-buru ingin mengisi kekosongan tersebut dengan menyewa satelit dari PT Avanti.

"Tapi dilakukan penyewaan sehinggga di sini kita lihat ada perbuatan melawan hukum," ujarnya.

Febrie juga mengungkapkan bahwa satelit yang sudah disewa itu ternyata tidak dapat berfungsi. Itu dikarenakan spesifikasinya tidak sesuai dengan yang sudah ada.

(Annisa\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar