Lakukan Kekerasan terhadap Pengungsi, Indonesia Disorot PBB

Kamis, 20/01/2022 18:21 WIB
Sejumlah pengungsi dan pencari suaka dari beberapa negara melakukan aksi longmarch di Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta, Senin, 13 Desember 2021. Dalam aksinya para pencari suaka melakukan longmarch dari Kedubes AS menuju Kedubes Kanada dan meminta keadilan dalam Hak Asasi Manusia serta menuntut UNHCR atas kejelasan perpindahan ke negara ketiga. Robinsar Nainggolan

Sejumlah pengungsi dan pencari suaka dari beberapa negara melakukan aksi longmarch di Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta, Senin, 13 Desember 2021. Dalam aksinya para pencari suaka melakukan longmarch dari Kedubes AS menuju Kedubes Kanada dan meminta keadilan dalam Hak Asasi Manusia serta menuntut UNHCR atas kejelasan perpindahan ke negara ketiga. Robinsar Nainggolan

Jakarta, law-justice.co - Pemerintah Indonesia dikritik oleh lembaga internasional terkait adanya tindakan kekerasan yang dilakukan oleh aparat terhadap pengungsi. Salah satu yang mengecam keras adalah dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid juga mendesak agar pemerintah mengatasi serangkaian masalah yang menjerat pengungsi di negara ini. Mulai dari memenuhi kebutuhan pendidikan dan kesehatan hingga kepastian penempatan ke negara ketiga.

Ia menilai ketidakpastian berkepanjangan yang dialami pengungsi Afghanistan di Indonesia tidak bisa dibiarkan terus terjadi. Penderitaan yang mereka alami di negara asal berlanjut dengan masalah-masalah di Indonesia.

“Kami mendesak pemerintah Indonesia untuk mendengarkan dan menangani keluhan-keluhan pengungsi,” kata Usman dalam pernyataan tertulisnya.

Disampaikan Usman, “Pemerintah juga harus memastikan hak-hak pengungsi untuk penghidupan yang layak terpenuhi, termasuk diantaranya hak atas kesehatan dan pendidikan.” Meski Indonesia belum menandatangani Konvensi Pengungsi 1951, lanjutnya, serangkaian persoalan yang dihadapi pengungsi merupakan masalah kemanusiaan dan membutuhkan penanganan yang serius serta kerjasama antar negara.

“Karena itu pemerintah juga harus menginisiasi diskusi dengan negara-negara lain untuk membicarakan solusi jangka panjang untuk menangani nasib para pengungsi ini,” katanya lagi.

Para pengungsi Afghanistan yang tinggal di Jabodetabek menggelar aksi damai di Jakarta, Rabu (19/1). Mereka long march dari Monumen Nasional ke Kantor Amnesty Internasional. Unjuk rasa kali ini salah satunya untuk merespons tindak kekerasan yang diduga dilakukan aparat terhadap para pedemo pengungsi di Pekanbaru pada awal pekan lalu.

Dalam video dan foto yang beredar sejumlah aparat melakukan kekerasan, dan salah satu pengungsi nampak terbaring dengan luka-luka. Aksi di Pekanbaru dipicu oleh salah satu pengungsi yang bunuh diri lantaran tak kunjung mendapat kepastian di negara ketiga.

Menurut penuturan salah satu peserta aksi, mereka melakukan aksi damai sembari membawa peti mati. Para pengungsi itu kemudian diusir dan dipukul seperti binatang oleh aparat.

Menanggapi tindakan semacam itu, Usman menyoroti aparat keamanan harus melindungi hak para pengungsi untuk berekspresi dan berkumpul secara damai, termasuk hak menggelar aksi damai.

“Kekerasan terhadap pengungsi yang berunjuk rasa tidak dapat dibenarkan,” ucapnya.

Senada, Komisioner Tinggi PBB untuk Pengungsi (UNHCR) juga mengecam tindak kekerasan itu.  UNHCR menyayangkan insiden yang terjadi antara pengungsi dan aparat kepolisian di Pekanbaru kemarin. "Kami menolak segala bentuk kekerasan,” kata Staf Komunikasi UNHCR Indonesia, Mitra Suryono, Selasa (18/1).

Mitra lalu mengatakan, melakukan aksi damai adalah hal yang diperbolehkan di Indonesia sebagai salah satu cara penyampaian aspirasi. Dengan catatan, penyelenggara telah mengantongi izin dari pihak terkait.

Menurut data UNHCR per Oktober 2021, ada setidaknya 13.188 pengungsi di Indonesia, 7.460 di antaranya dari Afghanistan.

 

(Gisella Putri\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar