Kejagung Buka Suara, 2015 Lalu Jokowi Minta Slot Orbit Diselamatkan

Rabu, 19/01/2022 22:55 WIB
Presiden Jokowi. (Istimewa)

Presiden Jokowi. (Istimewa)

Jakarta, law-justice.co - Kejaksaan Agung (Kejagung) mengusut proyek pengadaan satelit slot orbit 123 derajat Bujur Timur yang ada di Kementerian Pertahanan (Kemhan) pada 2015-2021. Kejagung mengatakan saat ini pihaknya sedang mengusut pihak terkait kasus tersebut.


Dalam jumpa pers yang digelar Kejagung, awak media mengonfirmasi soal awal mula kasus tersebut, diduga Kemhan menandatangani sejumlah kontrak dengan pihak swasta karena menindaklanjuti arahan di Sidang Kabinet. Kemudian dalam perjalanannya, terungkap ada gugatan arbitrase yang mewajibkan pemerintah membayar uang sewa atas proyek tersebut padahal belum ada anggarannya.

Jampidsus Kejagung, Febrie Adriansyah tidak menjelaskan gamblang menjawab pertanyaan tersebut, namun ia memastikan saat ini pihaknya sedang mengusut dugaan melawan hukum dalam kasus tersebut.

"Jadi memang penanganan perkara untuk satelit ini tentunya kan sudah melalui tahapan-tahapan proses hukum. Dari hasil penyelidikan dinaikkan ke penyidikan. Nah kalau naik ke penyidikan berarti ini kan ada bukti permulaan yang cukup. Ini kita lihat bagaimana mengidentifikasi rekan-rekan penyidik kita bahwa ini ada perbuatan yang melawan hukum saat prosesnya," ujar Febrie, di Kejagung, Jl Sultan Hasanuddin, Rabu (19/1/2022).

Kejagung menduga ada kerugian keuangan negara buntut adanya gugatan arbitrase yang mewajibkan negara membayar uang yang besar tersebut. Kejagung akan mengusut tersangka dari pihak sipil sedangkan dari pihak militer akan diusut oleh Polisi Militer bekerjasama dengan Jampidmil.

Kejagung menduga ada kerugian keuangan negara buntut adanya gugatan arbitrase yang mewajibkan negara membayar uang yang besar tersebut. Kejagung akan mengusut tersangka dari pihak sipil sedangkan dari pihak militer akan diusut oleh Polisi Militer bekerjasama dengan Jampidmil.

"Kita juga meyakini bahwa ini telah terjadi kerugian, nah tinggal bagaimana ini proses penyidikan untuk melihat siapa yang bertanggung jawab atau untuk penetapan tersangkanya," kata Febrie.

Diketahui, Kejagung telah memeriksa beberapa pihak swasta dari PT Dini Nusa Kusuma dan melakukan penggeledahan di kantor tersebut. Saat ini penyidik masih mengumpulkan bukti-bukti terkait kasus tersebut.

"Seperti yang Pak Jaksa Agung yang sampaikan tadi, nah ini kita sudah melakukan pemeriksaan dan juga termasuk penggeledahan seperti yang ditanya tadi bahwa pihak swasta ini ya memang sebagai rekan dan pelaksana maka penyidik mendalami peran dari awal. Apakah perusahaan ini memang cukup dinilai mampu ketika diserahkan pekerjaan ini," ungkapnya.

Sejumlah saksi dari pihak swasta juga ditanyai terkait proses pelaksanaan pengadaan proyek satelit tersebut. Kejagung juga melakukan koordinasi dengan pihak Polisi Militer dalam kasus tersebut.

"Kemudian kedua kita ingin melihat proses pelaksanaannya yang dilakukan oleh rekanan pelaksana spt yg ditanyakan. Nah ini masih pendalaman dan tentunya kita memeriksa dari rekanan pelaksana karena ini pihak yang kita anggap paling bertanggung jawab. Dan ini adalah pihak swasta ya. Sedangkan pihak militer tentunya kita serahkan ke Puspom melalui Jampidmil seperti yang saya katakan sejak awal bahwa kita akan melakukan terus koordinasi dalam progress penyidikannya. Termasuk nanti ekspose atau gelar perkara kita lakukan setelah hasil penyidikan kita lihat cukup ya untuk bisa kita menentukan tersangka," ujarnya.

Sementara itu, dalam kesempatan terpisah, Dirdik Jampidsus Supardi menjelaskan saat ini Kejagung sedang mendalami dugaan keterlibatan pihak swasta dalam proyek pengadaan satelit tersebut. Kejagung memeriksa pihak swasta untuk mendalami apakah pada proses penunjukan perusahaan tersebut telah sesuai prosedur atau tidak.

"Justru itu kita lihat nanti, sekarang yang namanya kerjasama, kontrak apapun itu kan alat, ketika dibalik itu memang ada modus fraud, digunakan sebagai sarana untuk mengambil kekayaan negara itu namanya korupsi," ujar Supardi.

Meski begitu apabila dalam kasus ini terbukti adanya korupsi, Supardi berharap putusan kasus tersebut nantinya bisa menjadi salah satu upaya untuk meringankan putusan arbitrase internasional.

"Ya paling tidak kita bisa mengupayakan itu kan (meringankan), upaya ganti rugi, karena kita sudah diputus arbitrase setidaknya dengan adanya fraud bisa kita sampaikan ke sana. Ini loh ada fraud gitu loh," kata Supardi.

Diketahui, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud Md mengungkapkan adanya dugaan pelanggaran hukum di balik proyek yang ada di Kementerian Pertahanan (Kemhan) pada 2015. Buntut urusan itu membuat negara rugi.

"Tentang adanya dugaan pelanggaran hukum yang menyebabkan kerugian negara atau berpotensi menyebabkan kerugian negara karena oleh pengadilan ini kemudian diwajibkan membayar uang yang sangat besar padahal kewajiban itu lahir dari sesuatu yang secara prosedural salah dan melanggar hukum, yaitu Kementerian Pertahanan pada 2015, sudah lama, melakukan kontrak dengan Avanti untuk melakukan sesuatu, padahal anggarannya belum ada," ujar Mahfud dalam konferensi pers di kantornya, Kamis (13/1/2022).

Mahfud Sebut Sudah Ada Kontrak Sebelum Jokowi Minta Slot Orbit Diselamatkan


Mahfud Md mengoreksi pernyataannya terkait pengadaan satelit di Kementerian Pertahanan (Kemhan) pada 2015. Ia menyebut arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait penyelamatan Slot Orbit pada tanggal 4 Januari 2015.


"Yang benar arahan Presiden disampaikan tanggal 4/1/15 tetapi kontrak sudah dilakukan tanggal 1/1/15," cuit Mahfud Md lewat Twitter-nya @mohmahfudmd seperti dilihat, Rabu (19/1/2022). Cuitan Mahfud Md telah disesuaikan ejaannya.

Mahfud sebelumnya menuliskan arahan Jokowi agar Slot Orbit diselamatkan tanpa melanggar aturan disampaikan pada 1 Desember 2015. Dan kontrak dilakukan pada tanggal yang sama 1 Desember 2015.

Diketahui, Mahfud Md mengungkap ada dugaan penyalahgunaan kewenangan dalam pengelolaan Satelit untuk Slot Orbit 123 derajat Bujur Timur yang terjadi sejak 2015 sampai saat ini. Singkatnya, Kemhan meneken kontrak dengan Avanti, Navayo, Airbus, Detente, Hogan Lovel, dan Telesat meskipun belum tersedia anggaran.

Pada 2017, Mahfud Md belum menjabat Menko Polhukam. Dia menepis anggapan lepas tangan dalam kemelut satelit Kementerian Pertahanan ini.

 

 

(Devi Puspitasari\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar