Panggil Paksa Haris Azhar sebagai Bentuk Kesewenangan Polisi

Selasa, 18/01/2022 12:27 WIB
Muhammad Isnur sebut panggil paksa terhadap Haris Azhar dan Fatia sebaga bentuk kesewenangan polisi (jurnalislam)

Muhammad Isnur sebut panggil paksa terhadap Haris Azhar dan Fatia sebaga bentuk kesewenangan polisi (jurnalislam)

Jakarta, law-justice.co - Langkah polisi yang hendak memanggil paksa Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti disebut Tim Advokasi Bersihkan Indonesia sebagai bentuk kesewenangan polisi atas laporan pejabat publik. Tim Advokasi menilai Haris dan Fatia yang merupakan Koordinator KontraS telah memiliki niat kooperatif dalam kasus yang dilaporkan oleh Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan itu.

"Proses pemanggilan paksa kepada Fatia dan Haris adalah bentuk kesewenangan kepolisian atas laporan dari pejabat publik," kata Tim Advokasi Bersihkan Indonesia yang diwakili oleh Ketua Bidang Advokasi YLBHI, M Isnur, dalam kerangan tertulisnya, Selasa (18/1/2022).

Isnur kemudian menjelaskan niat kooperatif yang ditunjukkan Haris dan Fetia. Niat itu, kata Isnur, bisa dilihat saat Haris dan Fatia melalui kuasa hukumnya menyurati polisi untuk menunda pemeriksaan.

"Dalam konteks kasus Fatia dan Haris, sebelumnya sudah mempunyai niat kooperatif untuk melaksanakan pemeriksaan dan menunaikan panggilan dari pihak Kepolisian. Hal tersebut dapat dilihat dari beberapa kali Fatia dan Haris melalui kuasa hukumnya mengirimkan surat permohonan penundaan pemeriksaan dikarenakan pihaknya berhalangan hadir pada waktu yang telah ditentukan oleh pihak kepolisian. Akan tetapi, pihak kepolisian tidak pernah memberikan respon yang serius atas permohonan penundaan waktu pemeriksaan yang dimintakan," katanya.

Isnur menambahkan bahwa proses hukum yang dijalankan polisi harus seusai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan prinsip HAM. Dia kemudian menilai proses hukum yang dihadapi Haris dan Fatia terkesan terburu-buru.

"Pemanggilan dan proses hukum terhadap Fatia dan Haris terkesan dipaksakan dan terburu-buru. Sebab, jika dibandingkan dengan banyak kasus lainnya, Kepolisian kerap menunda laporan masyarakat sehingga membuat kasus tersebut mangkrak. Bahkan tak jarang Kepolisian menolak laporan masyarakat sehingga memicu tagar #PercumaLaporPolisi. Sementara itu, dalam kasus Fatia dan Haris, Kepolisian begitu cepat memproses dan menindaklanjuti laporan dari Luhut Binsar Panjaitan. Hal ini semakin menegaskan ada dugaan conflict of interest terhadap kasus yang melibatkan kepentingan pejabat publik," ucap dia.

Kedatangan polisi ke kediaman Fatia dan Haris, menurut Isnur semakin menegaskan bahwa polisi dapat dijadikan alat oleh negara untuk menakut-nakuti masyarakat. Dia kemudian mengaitkan hal itu dengan kondisi demokrasi yang menurun.

"Kedatangan pihak kepolisian Polda Metro Jaya ke kediaman Fatia dan Haris juga semakin menegaskan bahwa Kepolisian dapat dijadikan alat negara untuk menakuti masyarakat yang sedang melakukan kritik terhadap pemerintah/pejabat publik atas kebijakan yang dikeluarkan. Situasi ini pun semakin memperparah kondisi demokrasi dan ruang kebebasan sipil di Indonesia yang angkanya terus menurun dalam beberapa waktu terakhir," ucap dia.

"Terlebih dalam kasus Fatia dan Haris, upaya kriminalisasi ditujukan kepada ekspresi, kritik dan riset yang dilakukan masyarakat sipil sebagai bagian dari pengawasan publik. Kepolisian seharusnya bertindak profesional dengan menjamin ruang kebebasan sipil masyarakat dan tidak berpihak pada kepentingan pejabat," lanjutnya.

Berdasarkan keterangan tersebut, Isnur mengatakan Tim Advokasi Indonesia Bersih mendesak polisi untuk menghentikan proses hukum terhadap Fatia dan Haris. Dia juga meminta agar polisi menjamin ruang kebebasan publik untuk menyampaikan pendapat.

"Polda Metro Jaya menghentikan proses hukum terhadap upaya kriminalisasi yang dilakukan oleh Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi, Luhut Binsar panjaitan," katanya.

"Kepolisian agar menjamin ruang kebebasan berekspresi masyarakat, khususnya Fatia dan Haris Azhar; Kepolisian tidak bertindak sewenang-wenang dan tetap pada komitmen untuk menjaga demokrasi di Indonesia dengan mengimplementasikan hukum dan kebijakan yang sudah dibuat untuk kepentingan masyarakat dan bukan untuk pemberangusan kebebasan berekspresi warga negara," imbuhnya.

Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti sebelumnya dipolisikan oleh Menko Kemaritiman dan Investasi, Luhut Pandjaitan, terkait dugaan pencemaran nama baik. Laporan polisi ini terkait konten di YouTube yang berjudul `Ada Lord Luhut di Balik Relasi Ekonomi-Ops Militer Intan Jaya!! Jenderal BIN Juga Ada!!`.
Polda Metro Jaya kemudian meningkatkan menaikkan status perkara pencemaran nama baik Menko Marinves Luhut Panjatan ke tingkat penyidikan. Terlapor, Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti, masih berstatus sebagai saksi.

"Sudah sidik (penyidikan). Tapi pada prinsipnya Haris Azhar masih saksi," kata Dirkrimsus Polda Metro Jaya Kombes Auliansyah Lubis di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Kamis (6/1).

Polisi sudah memfasilitasi mediasi antara Luhut dan Haris Azhar-Fatia tapi berakhir buntu.

Polda Metro Jaya membenarkan adanya upaya menjemput paksa Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti pagi tadi. Polisi menilai upaya itu telah sesuai prosedur.

Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya, Kombes Auliansyah Lubis mengatakan langkah itu diambil usai Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti mangkir dari jadwal pemeriksaan sebanyak dua kali. Keduanya dianggap mangkir dengan alasan yang tidak wajar.

"Penyidik Ditkrimsus Polda Metro Jaya telah mendatangi kantor Haris Azhar dan kediaman rumah Fatia untuk kepentingan penyidikan. Saksi HA dan FA (dua) kali tidak hadir dengan alasan yang tidak patut dan wajar," kata Auliansyah kepada wartawan, Selasa (18/1).

 

(Gisella Putri\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar