Eks Pimpinan Eijkman Sebut Peleburan BRIN Sebabkan Banyak Persoalan

Senin, 17/01/2022 20:55 WIB
Mantan Kepala Lembaga Biologi Molekuler (LBM) Eijkman Prof Dr Amin Soebandrio (Detik)

Mantan Kepala Lembaga Biologi Molekuler (LBM) Eijkman Prof Dr Amin Soebandrio (Detik)

Jakarta, law-justice.co - Mantan Kepala Lembaga Biologi Molekuler (LBM) Eijkman, Profesor Amin Soebandrio, menuturkan beberapa kendala yang muncul usai Lembaga Eijkman dilebur ke Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Hal itu disampaikan Profesor Amin Soebandrio di depan anggota Komisi VII DPR RI.


Salah satunya, kata Amin, program deteksi COVID-19 menggunakan PCR dan pemeriksaan sampel dengan Whole Genome Sequencing (WGS) yang harus dihentikan usai peleburan tersebut.

"Tadi diagnosis PCR dan Whole Genome Sequencing (WGS) dengan sangat berat hati kami harus hentikan tanggal 31 Desember kemarin," kata Amin dalam rapat kerja dengan Komisi VII di komplek parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (17/1/2022).

Amin mengatakan, sejak awal pandemi COVID-19, LBM Eijkman turut berkontribusi dalam mendeteksi varian baru virus Corona melalui WGS. Selain itu, lanjutnya, LBM Eijkman juga rutin memperbarui data itu ke GISAID.

Amin menilai, setelah program tersebut dihentikan, lantas berdampak terhadap deteksi varian baru COVID-19 di Indonesia yang kian sedikit dan terlambat.

"Dan teman-teman di Balitbangkes pun sebetulnya masih sangat mengharapkan Lembaga Eijkman bisa terus berfungsi melakukan itu, karena kalau ini mereka sendiri yang mengerjakan akan keteteran dan terjadi kelambatan," kata Amin.

"Padahal kita tahu bahwa kelambatan diagnosis COVID-19 itu dampaknya adalah pengendaliannya akan terlambat juga," sambungnya.

Persoalan lainnya, sebut Amin, pengembangan vaksin Merah Putih menjadi terhambat akibat peleburan LBM Eijkman ke BRIN. Amin menjelaskan, berdasarkan perencanaan jadwal, seharusnya vaksin Merah Putih sudah bisa mendapat izin penggunaan darurat (EUA) dari BPOM pada pertengahan tahun ini.

"Berdasarkan time line dibuat, kita harapkan pada pertengahan tahun 2022 itu sudah bisa mendapatkan izin EUA. Setidaknya sudah menyelesaikan sebagian dari uji klinik fase 3, tetapi saat ini kami laporkan kepada pimpinan dan anggota Komisi VII DPR bahwa terjadi kelambatan yang signifikan," papar Amin.

Namun, lanjutnya, penyelesaian vaksin Merah Putih kini harus molor lantaran peleburan organisasi tersebut.
"Sehingga penyelesaian vaksin Merah Putih oleh Eijkman terhambat. Kemungkinan baru akhir tahun ini atau awal tahun 2023 bisa mendapatkan EUA," ucap Amin.

"Karena saat ini masih menunggu proses pembicaraan komitmen anggaran dan sebagainya," katanya.

 

(Devi Puspitasari\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar