Diduga Ada Korupsi, Prabowo harus Cermati Proyek 10 Triliun di Kemhan

Senin, 17/01/2022 12:24 WIB
Koordinator MAKI Boyamin Saiman (Foto: Istimewa)

Koordinator MAKI Boyamin Saiman (Foto: Istimewa)

Jakarta, law-justice.co - Kementerian Pertahanan (Kemhan) tengah menjadi sorotan publik akhir-akhir ini. Hal itu dikarenakan terungkapnya sebuah kasus yang merugikan negara hingga hampir satu triliun rupiah dari sebuah proyek pengadaan satelit slot otbit 123 derajat Bujur Timur Tahun 2015. Terkait hal itu, Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) mendukung Kejaksaan Agung (Kejagung) mengusutnya.

Selain itu, MAKI juga meminta agar Menteri Pertahanan Prabowo Subianto dan Kejaksaan Agung mencermati dan mencegah praktik dugaan korupsi pengadaan 25 radar dari perusahaan Prancis senilai Rp 10 triliun.

"Terkait dengan pengadaan satelit Kementerian Pertahanan yang saat ini sedang disidik oleh Kejaksaan Agung dan saya berharap segera ada penetapan tersangka jika ada 2 alat bukti yang cukup," kata Koordinator MAKI Boyamin Saiman dalam rilisnya, Senin (17/1/2022).

Boyamin lalu mengungkap dugaan adanya penyalahgunaan dalam proyek lainnya, yaitu proyek pengadaan 25 radar yang melibatkan perusahaan swasta yang diduga juga berperan dalam kasus pengadaan satelit. MAKI meminta agar Prabowo mencermati dugaan korupsi dalam proyek pengadaan 25 radar itu.

"Disamping itu dari telusuran saya ada dugaan dari pihak swasta yang juga terkait dengan satelit Kemhan ini dengan inisial SW diduga saat ini juga sedang menjadi penghubung pengadaan adanya radar sekitar 25 di Kementerian Pertahanan dari perusahaan Prancis dan konon nilainya hampir Rp 10 Triliun," ujarnya.

"Saya meminta kepada Pak Prabowo untuk mencermati pengadaan ini, jika memang masih tersangkut orang yang lama mestinya tidak dilanjutkan, diganti perusahaan lain. Toh perusahaan Prancis saya yakin itu tidak harus pakai penghubung, langsung pun juga bisa. jangan sampai nanti dugaan orang yang sudah bermain di proyek satelit kemudian bermain di proyek pengadaan radar.

MAKI akan menyurati Prabowo terkait dugaan penyimpangan dalam proyek pengadaan 25 radar tersebut. MAKI meminta agar Prabowo bila perlu membatalkan proyek tersebut.

"Ini akan saya segera mengajukan surat kepada Pak Prabowo Menteri Pertahanan untuk mencermati itu, jika perlu membatalkan proyek itu atau kalau tetap diteruskan pada posisi diganti perusahaan penghubungnya, langsung melakukan pembelian langsung kepada perusahaan Prancis," sambungnya.

"Dan jika nanti ada dugaan sudah mulai ada permainan, maka Pak Prabowo juga harus menyerahkan datanya kepada Kejaksaan Agung. Prinsip MAKI tetap mendukung pengadaan radar itu karena demi pertahanan, tapi yang penting jangan sampai ada yang melakukan korupsi lagi" imbuhnya.

Boyamin mengatakan kasus dugaan pelanggaran hukum dibalik proyek pengadaan satelit slot orbit 123 di Kemenhan pada 2015 patutnya dijadikan pelajaran agar tidak kembali terulang. Boyamin juga akan mengirim surat kepada Kejagung untuk melakukan pencegahan dalam dugaan pelanggaran hukum dalam proyek pengadaan 25 radar tersebut.

"Saya juga akan berkirim surat kepada Kejaksaan Agung untuk menyampaikan hal yang sama terkait pengadaan 25 radar dari Prancis ini dengan harapan untuk dilakukan pencegahan, bukan dilakukan penindakan sih, jadi hanya pada posisi dilakukan pencegahan supaya jangan ada dugaan korupsi lagi dalam pengadaan radar sebanyak 25 dari perusahaan Prancis ini di Kementerian Pertahanan," ujarnya.

"Karena apa sekarang Kejaksaan Agung punya wewenang penyadapan, maka dengan penyadapan nanti bisa dilakukan pencegahan dan pada posisi itu Kejaksaan Agung mestinya berkoordinasi dengan Pak Prabowo Menteri Pertahanan untuk pengadaan 25 radar ini bersih KKN dibutuhkan dan kemudian mampu memperkuat pertahanan kita," imbuhnya.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud Md mengungkapkan adanya dugaan pelanggaran hukum di balik proyek satelit yang ada di Kementerian Pertahanan (Kemhan) pada 2015. Buntut urusan itu membuat negara rugi.

"Tentang adanya dugaan pelanggaran hukum yang menyebabkan kerugian negara atau berpotensi menyebabkan kerugian negara karena oleh pengadilan ini kemudian diwajibkan membayar uang yang sangat besar padahal kewajiban itu lahir dari sesuatu yang secara prosedural salah dan melanggar hukum, yaitu Kementerian Pertahanan pada 2015, sudah lama, melakukan kontrak dengan Avanti untuk melakukan sesuatu, padahal anggarannya belum ada," ujar Mahfud dalam konferensi pers di kantornya, Kamis (13/1).

 

(Gisella Putri\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar