Jokowi Perintahkan Mahfud Usut Kasus Rugikan Negara Nyaris Rp1 Triliun

Kamis, 13/01/2022 21:13 WIB
Mahfud MD diperintahkan Jokowi usut kasus proyek pengadaan satelit di Kemhan yang rugikan negara nyaris Rp1 triliun (channel9)

Mahfud MD diperintahkan Jokowi usut kasus proyek pengadaan satelit di Kemhan yang rugikan negara nyaris Rp1 triliun (channel9)

Jakarta, law-justice.co - Proryek pengadaan satelit di Kementerian pertahanan (Kemhan) tahun 2015 diduga melanggar hukum sehingga merugikan keuangan negara hampir Rp 1 triliun. Terkait proyek itu, Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengatakan bahwa Presiden Joko Widodo atau Jokowi memerintahkan dirinya untuk mengusutnya.

"Sampai dengan saat ini pemerintah sudah beberapa kali mengadakan rapat untuk membahas masalah ini. Saya juga sudah bertemu dan berdiskusi dengan Menteri Pertahanan, Menkominfo, Menteri Keuangan, Panglima TNI, dan Jaksa Agung," kata Mahfud saat konferensi pers di Kemenko Polhukam, Jakarta, Kamis (13/1/2022).

"Hari Rabu kemarin, saya melaporkan kepada Bapak Presiden, dan Presiden memerintahkan saya untuk meneruskan dan menuntaskan kasus ini," sambung dia.

Mahfud mengungkapkan negara rugi hampir Rp 1 triliun akibat proyek tersebut. Kerugian diakibatkan oleh kontrak yang berkaitan dengan penyalahgunaan kewenangan dalam pengelolaan Satelit untuk Slot Orbit 123 derajat Bujur Timur yang terjadi sejak 2015 sampai saat ini.

Singkatnya, Kemhan meneken kontrak dengan Avanti, Navayo, Airbus, Detente, Hogan Lovel, dan Telesat meskipun belum tersedia anggaran.

"Tentang adanya dugaan pelanggaran hukum yang menyebabkan kerugian negara atau berpotensi menyebabkan kerugian negara karena oleh pengadilan, ini kemudian diwajibkan membayar uang yang sangat besar," terang Mahfud.

"Padahal kewajiban itu lahir dari sesuatu yang secara prosedural salah dan melanggar hukum, yaitu Kementerian Pertahanan pada 2015, sudah lama, melakukan kontrak dengan Avanti untuk melakukan sesuatu, padahal anggarannya belum ada," imbuh Mahfud.

Avanti menggugat pemerintah Indonesia karena Kemhan tidak membayar sewa satelit sesuai dengan biaya sewa dalam kontrak tersebut. Mahfud menyebut sejauh ini negara diwajibkan membayar kepada dua perusahaan itu dengan nilai ratusan miliar rupiah.

"Kemudian Avanti menggugat pemerintah di London Court of International Arbitration karena Kemhan tidak membayar sewa satelit sesuai dengan nilai kontrak yang telah ditandatangani sehingga pada 9 Juni 2019," ucap Mahfud.

"Pengadilan Arbitrase di Inggris menjatuhkan putusan yang berakibat negara membayar untuk sewa satelit Artemis ditambah dengan biaya arbitrase, biaya konsultan, dan biaya filling sebesar Rp 515 miliar. Jadi negara membayar Rp 515 miliar untuk kontrak yang tidak ada dasarnya," lanjut Mahfud

Mahfud mengatakan, selain Avanti, pemerintah digugat Navayo. Berdasarkan putusan arbitrase di Singapura, pemerintah diminta membayar Rp 304 miliar.

"Nah, selain dengan Avanti, pemerintah baru saja diputus oleh arbitrase di Singapura untuk membayar lagi nilainya sampai sekarang itu 20.901.209 dolar (USD) kepada Navayo, harus bayar menurut arbitrase. Ini yang 20 juta ini nilainya Rp 304 (miliar)," tutur Mahfud.

Menurut Mahfud, negara berpotensi ditagih lagi oleh perusahaan lain yang meneken kontrak dengan Kemhan, yaitu Airbus, Detente, Hogan Lovel, dan Telesat. Di sisi lain Mahfud menyebutkan persoalan ini tengah diselidiki Kejaksaan Agung (Kejagung).

Di sisi lain, Mahfud sudah berkoordinasi dengan Jaksa Agung ST Burhanuddin. Menurut Mahfud, Kejaksaan Agung (Kejagung) tengah mengusut kasus ini.

"Kami mohon Kejaksaan Agung bisa menindaklanjuti ini. Bukan menindaklanjuti, tapi mempercepat daripada kita tagihan-tagihan itu tidak punya alat untuk membantah dan sebagainya, maka kita segera memberi konfirmasi bahwa yang dilakukan Kejaksaan Agung selama ini sudah benar dan kita buktikan dalam seluruh proses pemeriksaan sampai berujung pada proses audit investigasi di Kemenko Polhukam. Kemenko Polhukam ditugaskan untuk menyelesaikan hal ini oleh Presiden itu," kata Mahfud.

Burhanuddin, di tempat yang sama, menyampaikan bahwa kasus ini segera mengerucut ke penyidikan. Namun Burhanuddin belum membeberkan lebih detail.

"Beberapa bulan, bahkan beberapa tahun, kami telah melakukan penelitian dan pendalaman atas kasus ini dan sekarang sudah hampir mengerucut insyaallah dalam waktu dekat kami akan naik penyidikan. Insyaallah dalam satu-dua hari kami akan tindaklanjuti ini. Memang dari hasil penyelidikan cukup bukti untuk kami tingkatkan ke penyidikan," kata Burhanuddin.

 

(Nikolaus Tolen\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar