Rencana Koruptor Kelas Kakap Dihukum Mati Didukung Masyarakat

Senin, 10/01/2022 15:54 WIB
Terpidana Kasus Jiwasraya dan Asabri Benny Tjokro dan Heru Hidayat (Foto.Kolase)

Terpidana Kasus Jiwasraya dan Asabri Benny Tjokro dan Heru Hidayat (Foto.Kolase)

Jakarta, law-justice.co - Wacana hukuman mati terhadap koruptor kelas kakap ikut didukung oleh masyarakat. Hal itu berdasarkan hasil survei Indikator Politik Indonesia (IPI) yang digelar pada 6-11 Desember 2021. 

Populasi survei tersebut adalah warga negara Indonesia yang memiliki hak pilih dalam pemilihan umum. Penarikan sampel survei Indikator menggunakan metode multistage random sampling. Total sampel 2020 responden, dengan sampel basis sebanyak 1.220 orang yang tersebar proporsional di 34 provinsi, serta dilakukan penambahan sebanyak 800 responden di Jawa Timur.

Margin of error survei tersebut +- 2,9 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen. Responden terpilih diwawancarai lewat tatap muka.

Dalam survei, awalnya responden ditanyai seputar pengetahuannya mengenai wacana pemberian hukuman mati kepada koruptor. Hasilnya, 52,8 persen responden mengaku belum tahu adanya wacana hukuman mati bagi koruptor kelas kakap.

"Apakah Ibu atau Bapak tahu atau pernah dengar tentang kemungkinan hukuman mati bagi koruptor kelas kakap karena koruptor adalah penjahat kemanusiaan dan musuh kita bersama," kata Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia, Burhanuddin Muhtadi memaparkan rilis survei Indikator Politik Indonesia bertajuk `Pemulihan Ekonomi Pasca-COVID, Pandemic Fatigue, dan Dinamika Elektoral Jelang Pemilu 2024`, seperti dikutip Senin (10/1/2022).

"Ya, tahu 47,2 persen. Tidak tahu 52,8 persen," imbuhnya.

Kemudian, responden ditanya kembali apakah setuju atau tidak setuju dengan penerapan hukuman bagi koruptor kelas kakap di Indonesia. Hasilnya, mayoritas setuju dengan wacana hukuman mati koruptor dan hanya 0,5 persen yang tidak setuju.

"Jika tahu apakah ibu/bapak setuju dengan penerapan hukuman mati bagi koruptor kelas kakap?" bunyi pertanyaanya.

"Sangat setuju 42,2 persen. Setuju 54,4 persen. Kurang setuju 2,6 persen, tidak setuju sama sekali 0,5, tidak tahu/tidak jawab 0,3 persen," katanya.

(Gisella Putri\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar