M Rizal Fadillah, Pemerhati Politik dan Kebangsaan

Habib Bahar Bin Smith dan Terorisme Negara

Selasa, 04/01/2022 11:45 WIB
Habib Bahar didatngi Danrem Brigjen Achmad Fauzi (suara)

Habib Bahar didatngi Danrem Brigjen Achmad Fauzi (suara)

Jakarta, law-justice.co - Langkah Danrem 061 Suryakancana, Brigjen TNI Achmad Fauzie mendatangi Habib Bahar bin Smith mengancam akan membubarkan pengajian dan ultimatum agar menghadiri panggilan Kepolisian adalah teror petinggi TNI yang berbau premanisme.

Pekerjaan yang di luar kompetensinya. Dalih dalam rangka pengawasan PPKM dinilai mengada-ada dan tidak rasional. Prosedur hukum diabaikan atau dikesampingkan. Terorisme negara.

Teror lain kepada Bahar Smith adalah pengiriman tiga kepala anjing. Di samping hal ini menunjukkan perilaku primitif, juga dapat dimaknai sebagai ancaman serius. Apabila obyektif dan jujur Polisi segera mengusut siapa pengirim kepala anjing tersebut.

Jika dibiarkan maka patut diduga ada kolaborasi sistematik yang mengarah pada terorisme negara. Moga ungkapan Kapolri “potong kepala busuk” tidak diterjemahkan dengan “potong kepala anjing”.

Konon saat Bahar Smith dipanggil ke Kepolisian, akan ada aksi jalanan yang mengingatkan dahulu saat Habib Rizieq Shihab diperiksa di Mapolda. Saat itu ormas yang dikenal binaan mantan Kapolda Anton Charliyan digerakkan untuk membuat tekanan psikologis.

Adakah model seperti ini bagian dari terorisme negara ?

Mungkin bagi Smith sendiri tekanan atau teror-teror tersebut bisa tidak berarti karena baginya mati pun sudah masuk dalam kalkulasi. Risiko pribadi berdasarkan keyakinan keagamaan.

Persoalannya adalah publik atau rakyat kini sedang disuguhi tontonan yang memuakkan. Bagaimana entitas negara menjadi pecundang oleh ulah atau sikap seorang warga negaranya. Begitu panik dan kehilangan kepercayaan diri sehingga gaya preman dan koboy harus ditampilkan.

Kembalilah pada upaya memulihkan kedaulatan hukum, jangan hukum dikoyak-koyak oleh kepentingan politik atau oleh ketakutan dan kebencian. Hukum jangan memilih dan memilah-milah sekedar untuk menghukum siapapun yang tidak sejalan. Keragaman yang dibungkam oleh keseragaman. Otoritarian.

Demokrasi memang bukan dewa tetapi kita kadung menyepakati bahwa sistem ini yang dipilih. Sila keempat Pancasila mendasari model dan pelaksanaan demokrasi.

Karenanya perbedaan termasuk pandangan, gaya dan cara da’wah Habib Bahar Smith tidak perlu dianggap berbahaya apalagi merusak. Jika dipandang biasa dan bagian dari keragaman mungkin bangsa ini akan menjadi semakin dewasa. Tak perlu ada kriminalisasi.

Tujuan negara antara lain adalah untuk melindungi segenap tumpah darah yang. membuat warga nyaman menjalankan tugas dan fungsinya. Termasuk berdakwah.

Bila ada hal keliru patut untuk diluruskan dengan persuasif. Langkah represif digunakan hanya jika suatu perkataan atau perbuatan itu benar-benar destruktif.

Habib Bahar bukan teroris karenanya tidak layak diambil tindakan “counter teror” yang merusak citra negara. Terorisme negara harus dihindari dan dieliminasi. Apalagi kepada umat Islam yang dirasakan semakin terpojokkan di bawah rezim ini.

Penzaliman itu sangat dirasakan dan tentu merugikan umat, bangsa dan negara.

(Tim Liputan News\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar