PT 20 % Digugat Puluhan WNI di Penjuru Dunia

Senin, 03/01/2022 13:44 WIB
Puluhan WNI di penjuru dunia gugat Presidential Treshold (Okezone)

Puluhan WNI di penjuru dunia gugat Presidential Treshold (Okezone)

Jakarta, law-justice.co - Puluhan WNI di penjuru dunia menggugat presidetnial treshold (PT) atau ambang batas pencalonan presiden yang ditetapkan 20%. Mereka ingin PT 20 pesen harus diubah menjadi 0 persen.

Gugatan sebelumnya datang dari dalam negeri, seperti diajukan mantan Panglima TNI Gatot Nurmantyo dan anggota DPR Fahira Idris. Nah, berdasarkan berkas permohonan yang dipublikasi MK, Senin (3/1/2022), kini permohonan serupa datang dari WNI yang berada di berbagai negara di dunia. Mereka antara lain, Tata Kesantra, tinggal di New York, Amerika Serikat, Ida irmayani, tinggal di New York, Amerika Serikat, hingga Agri Sumara yang tinggal di Al-Kohr, Qatar

"Menyatakan Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat," demikian permohonan para pemohon.

Gugatan ini daftarkan secara online ke MK pada 31 Desember 2021 jelang tengah malam. Pasal 222 yang diminta dihapus itu berbunyi:

Pasangan Calon diusulkan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik Peserta Pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25% (dua puluh lima persen) dari suara sah secara nasional pada Pemilu anggota DPR sebelumnya.

Salah satu alasan pemohon meminta Pasal 222 UU Pemilu dihapus adalah partai politik dalam melaksanakan hak konstitusionalnya mengusung capres sering kali mengabaikan kepentingan rakyat untuk menghadirkan sebanyak-banyak calon pemimpin bangsa dan lebih banyak mengakomodasi kepentingan pemodal (oligarki politik).

"Penggunaan ambang batas untuk mengajukan calon presiden dan wakil presiden (presidential threshold) potensial mengamputasi salah satu fungsi partai politik, yaitu menyediakan dan menyeleksi calon pemimpin masa depan," beber pemohon.

Selain itu, pemohon menilai masalah yang terkait dengan presidential threshold ini bukanlah masalah yang biasa-biasa saja dan bisa dipandang ringan bagi kelangsungan bangsa Indonesia ke depan. Para pemohon memandang ini masalah pokok utama terkait pengembangan demokrasi ke depan.

"Membiarkan presidential threshold terus dipraktikkan sama artinya membiarkan bangsa ini terjebak dalam cengkeraman politik oligarki, politik percukongan, yang dapat membahayakan eksistensi bangsa ini. Itulah sebabnya, kendati sudah ditolak berkali-kali oleh Mahkamah Konstitusi, permohonan penghapusan presidential threshold ini tetap Para Pemohon ajukan, bukan sekadar untuk kepentingan Para Pemohon, melainkan kepentingan seluruh masyarakat yang mendambakan hadirnya pemimpin yang amanah melalui proses pemilu yang jujur dan adil (free and fair election)," beber pemohon.

 

(Gisella Putri\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar